
PAPUADALAMBERITA.COM, Jakarta – Sesuai data dari BKN yang diterima Komisi Penanggulangan Korupsi (KPK), dari daftar 2.357 Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terbukti korupsi dan telah divonis bersalah melalui putusan berkekuatan hukum tetap baru 393 PNS yang diberhentikan, KPK menilai itu masih lambat.
“KPK menerima
informasi dari BKN tentang masih lambatnya proses pemberhentian PNS yang telah
terbukti korupsi. Hal ini disebabkan mulai dari keengganan, keraguan atau
penyebab lain para PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian),” kata Juru Bicara
KPK Febri Diansyah di Jakarta, Minggu.
Meski demikian, di luar 2.357 PNS tersebut terdapat tambahan 498 PNS yang
terbukti korupsi diberhentikan, sehingga total PNS yang diberhentikan adalah
891 orang. Pemberhentian seluruh 2.357 PNS itu seharusnya ditargetkan selesai akhir
Desember 2018.
“KPK sangat menyayangkan rendahnya komitmen PPK baik di pusat
ataupun daerah untuk mematuhi perundang-undangan yang berlaku tersebut,”
tambah Febri.
KPK sedang terus bekoordinasi untuk memastikan ketidakpatuhan atau hambatan
dalam pemberhentian ini apalagi sejak 13 September 2018 telah ditandatangani
Keputusan Bersama Mendagri, Menpan RB dan Kepala BKN mengenai pemberhentian PNS
bermasalah hukum.
Untuk instansi Pusat, dari 98 PNS yang divonis bersalah karena korupsi, baru 49
orang yang diberhentikan.
Beberapa kementerian ini tercatat belum memberhentikan sejumlah PNS yg
melakukan korupsi, yaitu Kementerian PUPR sebanyak 9 orang, Kemenristek Dikti
sebanyak 9 orang, Kementerian Kelauatan dan Perikanan sebanyak 3 orang,
Kementerian Pertahanan sebanyak 3 orang dan Kementerian Pertanian sebanyak 3
orang.
“Sedangkan Kementerian yang terbanyak memberhentikan PNS terbukti korupsi
adalah Kementerian Perhubungan sebanyak 17 orang dan Kementerian Agama sebanyak
7 orang,” ungkap Febri.
Penyebab lainnya adalah beredarnya surat dari Lembaga Konsultasi dan
Bantuan Hukum (LKBH) Korpri Nasional yang meminta menunda pemberhentian para
PNS tersebut.
LKBH Korpri tersebut melakukan pengujian materi UU No 5 tahun 2014 tentang
Aparatur Silil negara pasal 87 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan d sehingga
meminta agar kementerian dan pemerintah daerah tidak melakukan pemberhentian
tidak dengan hormat (PTDH) dan mengembalikan hak-hak lain yang melekat pada ASN
seperti gaji, tunjangan dan hak-hak lainnya pada kedudukan semula.
“Judicial Review yang diajukan ke MK semestinya tidak jadi alasan untuk
menunda aturan yang telah jelas tersebut,” tegas Febri.
KPK mengimbau agar pimpinan instansi serius menegakan aturan terkait dengan
pemberhentian tidak dengan hormat terhadap PNS yang korupsi tersebut.
“Karena sikap kompromi thd pelaku korupsi, selain dapat mengikis
kepercayaan masyarakat thd pemerintah, juga berisiko menambah kerugian keuangan
negara karena penghasilan PNS tersebut masih harus dibayarkan negara,”
ungkap Febri.(ant)