
PAPUADALAMBERITA.COM.
MEKKAH – Bayangan Kakbah hilang sesaat
menjelang salat dzuhur di Masjidil Haram, Kota Mekkah, Senin, menjadi bukti
terjadinya fenomena astronomi matahari berada persis di atas Kakbah.
Berdasarkan pantauan ANTARA di Masjidil Haram, Mekkah, Senin, beberapa menit
bayangan jamaah yang menunggu shalat dzuhur di pelataran Kakbah tegak lurus,
dan tidak tampak akibat fenomena tersebut.
BMKG sebelumnya merilis bahwa pada 15 dan 16 Juli merupakan saat matahari tepat
di atas Kakbah yakni pada pukul 12.26 waktu Arab Saudi atau 16.26 WIB.
Melalui fenomena itu, bayangan Kakbah tidak muncul karena matahari yang tegak
lurus tersebut.
Sayangnya, membuktikan hilangnya bayangan Kakbah langsung di tempatnya tidak
semudah yang dibayangkan. Sebab saat-saat itu, jamaah melakukan tawaf tanpa
henti seperti biasanya, sehingga sulit untuk memantau langsung bayangan
Kakbah. Apalagi putaran manusia yang sedang menjalankan tawaf cukup padat.
Cara untuk membuktikan adalah menaruh objek benda seperti botol minum, tidak
jauh dari Kakbah. Maka saat matahari persis di atas Kakbah, botol tadi tidak
memiliki bayangan.
Fenomena matahari Kakbah persis di atas Kakbah selain langka, juga bisa
dijadikan acuan memperbaiki posisi arah kiblat. Termasuk arah kiblat masjid dan
mushala di Indonesia.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Kemenag Agus
Salim menjelaskan fenomena matahari melintas persis di atas Kakbah juga terjadi
dua hari. “Saat itu, bayang-bayang benda yang berdiri tegak lurus, di mana
saja, akan mengarah lurus ke Ka’bah,” katanya.
Agus mengatakan peristiwa semacam ini dikenal juga dengan nama Istiwa A’dham
atau Rashdul Qiblah yaitu waktu matahari di atas Ka’bah di mana bayangan benda
yang terkena sinar matahari menunjuk arah kiblat.
Momentum ini, kata Agus, dapat digunakan bagi umat Islam untuk memverifikasi
kembali arah kiblatnya. Caranya dengan menyesuaikan arah kiblat ke arah
bayang-bayang benda pada saat Rashdul Qiblah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pengecekan arah kiblat
yakni pastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar berdiri tegak lurus
atau menggunakan bandul. Kedua permukaan dasar harus betul-betul datar dan
rata. Dan yang ketiga jam pengukuran harus disesuaikan dengan BMKG, RRI, atau
Telkom.
Saat terjadi fenomena tersebut cuaca di Masjidil Haram tidak seterik biasanya.
Saat itu terpantau suhunya di 41 derajat Celcius.
Catatan suhu yang lumayan terik terjadi Jumat (12/7). Siang hari setelah shalat
Jumat, cuaca hampir mencapai 50 derajat Celcius.
Di Masjidil Haram, terpantau sudah mulai banyak jamaah asal Indonesia yang
menunaikan ibadah. Namun ada sebagian jamaah yang memilih istirahat di
hotel karena selain cuaca panas mereka baru saja tiba dari Madinah.(ant)