Papua Barat

Ini Kata Ketua MUI Pusat di Halal Bi Halal MUI Papua Barat, Dasyatnya Bersalaman dan Saling Memaafkan

168
×

Ini Kata Ketua MUI Pusat di Halal Bi Halal MUI Papua Barat, Dasyatnya Bersalaman dan Saling Memaafkan

Sebarkan artikel ini
Print
Dr KH Sodikun MSi, Ketua Majelis Indonesia (MUI) Bisat bidang seni dan budaya saat membawakan hikmah halal bi halal pada Halal bihalal MUI Papua Barat di Manokwari, Sabtu (15/6/2019). FOTO: RUSTAM MADUBN/papuadalamberita.com

PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Acara Halal Bi Halal dimaknai sebagai medium yang sangat strategis. Tradisi yang sayrat dengan nilai-nilai islam yang universal, ini tidak basa-basi, medium wasilah (buatan)produk asli Indonesia, walaupun halal bi halal tidak pernah dijumpai di tanah Arab.

Dr KH Sodikun MSi, Ketua Majelis Indonesia (MUI) Pusat bidang seni dan budaya mengatakan, halal bi halal adalah kecerdasan bangsa Indonesia, memproduk sebuah instrument, bagaiman memformat sebuah wadahyang memuat nilai-nilai yang membangun sebuah peradaban aman.

‘’Untuk menciptakan memang aman tidak cepat, tetapi siapapun manusia, Ia ingin rasa aman, tidak ada manusia yang ingin tidak aman,’’ ujarnya pada halal bi halal MUI Papua Barat, di Manokwari, Papua Barat, Sabtu (15/6/2019).

MUI didirikan oleh pemerintah, pemerintah tidak boleh berpisah meninggalkan MUI, didirikan oleh kecerdasan kehebatan visoner Presiden Soekarno.

‘’Kalau tidak ada beliau, tidak ada MUI Pusat, tidak ada MUI Papua Barat, tidak mungkin kita halal bi halal disini, ini kecerdasan pemerintah,  MUI dibentuk oleh seluruh ulama-ulama, Ormas-Ormas islam dan perwakilan dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), Angkatan Udara (AU) dan Kepolisian RI,’’ jelas KH Sodikun.

Jadi menurut Sodikun yang mendisain ini, memprodak ini, memformat majelis ulama adalah mereka-mereka dan ulama. kalau organisasi-organisasi di dunia ada wadah para umaroh-umaroh banyak.

Karena ini dibangun oleh sebuah nilai yang menginginkan bangsa Indonesia aman. Tidak mungkin akan sejahtera kalau tidak aman.  Tidak ada resep, tidak ada ajarannya, dimana tidak aman disitu ada sejahtera.

Lanjut KH Sodikun, kalau gontok-gontokan terus, cakar-cakaran terus, sepak-sepak terus, jadi aman bisa dibangun dengan paradigma halal bi halal,  sejahtera bisa dibangun dengan paradigm halal bi halal, manusia bisa bermartabat atau tidak, kalau seandainya sudah sejahtera, kalau masih susah bagaimana bermartabat, masih terjajah bagaimana mau bermartab.

Peserta Rakerda II MUI Papua Barat. FOTO: RUSTAM MADUBUN/papuadalamberita.com

“Maksud saya, kita terhina, kita terjajah oleh kekuatan negative, kekuatan setan, terjajah, islam tidak boleh terjajah, anak bangsa tidak boleh terjajah oleh kekuatan negative dari kekuatan setan, oleh karena itu kekuatan-kekuatan setan ini dilumpuhkan dengan nilai-nilai yang ada dalam halal bi halal.

Dalam halal bi halal, ada paradigma, yang pertama bersilaturohim antara satu dengan lainnya, dalam silaturohim ada bersalaman ada berjabat tangan.

Rasulullah SAW berkata, selagi kamu berjabatan tangan dengan saudaramu dan kamu tidak mau melepsakan tanganmu dari tangan saudaramu, selagi itu malaikat meminta doa ampunan kepada berduanya.

‘’Jadi kalau kita salaman, ya salaman yang benar, ada tipe manusia yang salaman, salamnya sekedar salaman-salaman. Lantas bagiaman salaman yang benar?,’’ ujarnya.

 Ia pu mencohtohkan dengan memanggil seorang wartawan yang hadir dalam acara untuk bersalaman yang benar. Yaitu berjabat tangan dengan erat, bukan berjabat tangan yang hanya menyentu ujung tangan kita ke tangan orang lain.

‘’Saya tidak setuju dengan orang yang salaman hanya menempel saja, salaman yang erat itu salaman yang berkah. Namun Nabi mengingatkan, untuk salaman pada wanita tidak boleh salaman yang lama-lama itu cukup disentuh,’’ ingatnya.

Itu kelebihan dan keluarbiasan dari silaturohim, tidak hanya panjang umur dan murah rejeki orang yang bersilaturahim, tetapi Ia akan menjadi manusia yang bermartabat. ‘’Tidak mungkin kita jadi manusia bermartabat kalau salaman dengan orang saja tidak mau atau merasa gengsi,’’ jelasnya.

Bagaimana mau bermartabat, bagaimana aman, bagaimana orang kaya dan orang miskin mau saling bantu untuk sejahtera.

‘’Keliatan sederhana halal bi halal, tetapi nilainya dasyat. Ini kecerdasan ulama-ulama Indonesia, Ini kecerdasan bagaimana kedekatan Presiden Soekarno dengan ulama KH Hasbulla. Kalau tidak ada umaroh (umat) tidak ada ulama, tidak ada halal bi halal (tolong ini digaris bawahi),’’ tandasnya.

Oleh seba itu selagi masih ada tradisi halal bi halal, maka akan terbangun tegak pilar-pilar keukhuaan, atau peradaban persaudaraan sebangsa dan setana air.

Dengan halal bi halal akan terpancar  pilar  yang menguat persaudaraan antar umat islam dengan umat islam, antar umat dengan umat lain, antara umat dengan bangsa Indonesia, antara umat islam dengan bangsa lain.

Resep manapun dan paradigma ajaran manapun tidak mungkin akan aman kalau hanya persaudaraan umat islam. Umat islam merasa luar biasa, tapi  dengan bangsa lain tidak, itu tidak akan mungkin akan terbangun rasa aman, tidak mungkin akan terbangun sejahtera apalagi bermartabat.

Banggunan persaudaraan yang universal tidak dibatasi, agama apa,  tidak dipandang suku apa,  tidak dipandang warna apa,  tidak pandang bahasa apa,  tidak dipandang kaya atau miskin, tidak dipandang jabatan, tetapi semua bersaudara.

Nabi Muhammad SAW menempatkan ukhuwah (persaudaraan) itu diantaranya, ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniah, ukhuwa basaria dan ukhuwa insania.

Duduk dari kiri, Ketua Panitia Rakerda MUI Papua Barat, H Mugiono SHut, Ketua MUI Papua Barat, Asisten I Setda Papua Barat, Ketua MUI Pusat, Dir Binmas Polda Papua Barat, Kejaksaan Negeri Manokwari dan Sekeretaris MUI Papua Barat bersama Aisyah PW Papua Barat. FOTO: RUSTAM MADUBUN/papuadalamberita.com

Syarat terbangunnya persaudaraan adalah selalu membangun tali silaturohim, tali sambung kasih, satu kalbu dengan kalbu yang lain, merupakan jembatan emas, merupakan medium yang strategis mewujudkan rasa aman, mewujudkan rasa sejahtera, mengangkat harkat dan martabat manusia yaitu dengan silaturohim.

 Dr KH Sodikun MSi membedah bagaimana mewujudkan tema “Aman Sejahtera Bermartabat” seperti tema yang diusung MUI Papua Barat dalam halal bi halal 1440 Hijriah, yaitu mau saling memafkan dan dimaafkan.

Saling memaafkan dan dimaafkan terlihat mudah, tetapi tidak muda orang mau meminta maaf, apalagi Ia merasa lebih tua, merasa lebih berpendidikan yang mau memintaa maaf,  ini paling berat.

Tetapi kata Rasullullah SAW, bahwa orang yang paling mulia itu orang yang mau memaafkan orang yang meminta maaf dan orang yang diminta maaf mau memaafkannya.

‘’Orang yang tidak pernah meminta maaf atas dosanya dan kesalahannya, kealpaanya, kesalahan tuturkatanya, dia tidak bermartabat, dia manusia, tetapi bukan manusia, yaitu orang yang salah tetapi tidak pernah mengakui salahnya,’’ujarnya.

Jadi dalam sejarah manapun dalam peradaban manusia tidak ada  orang yang salah akan aman. Tidak ada itu. “Ini hubungannya sangat erat dengan tema halal bi halal di atas,’’ urainya.

‘’Jangan berharap kita akan aman, kalau kita tidak pernah merasa salah, namanya manusia pasti ada tutur kata, ucap yang salah. Oleh karena manusia ingin menjadi manusia yang selalu terbuka untuk meminta maaf dan memberi maaf,’’ ucapnya.

Orang yang meminta maaf dan orang yang memaafkan,  itu orangnya yang cinta kasih, sebagai bukti rasa mahaba cinta kepada saudaranya bahkan dia memaafkan sebelum orang itu minta maaf.(tam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *