“Mahkamah Konstitusi mengikuti saja agenda KPU karena keterlibatan Mahkamah Konstitusi dalam pilkada itu berada di ujung tahapan, paling akhir, yakni memutus jika ada permohonan perselisihan hasil pilkada,” ujar Kepala Bagian Humas dan Hubungan Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono melalui pesan singkat kepada ANTARA, di Jakarta, Rabu.
Ia menuturkan setelah DPR RI menyetujui usulan pemerintah untuk menunda pemungutan suara pilkada, Mahkamah Konstitusi akan melakukan penyesuaian regulasi penyelesaian sengketa hasil pilkada.
Pada Selasa (14/4), Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah terhadap penundaan pemungutan suara pemilihan kepala daerah yang semula pelaksanaannya pada tanggal 23 September menjadi 9 Desember 2020.
Sementara sebelumnya dalam SE yang ditandatangani Ketua KPU RI Arief Budiman pada 21 Maret 2020, ruang lingkup penundaan tahapan dan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 meliputi pelantikan dan masa kerja panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas panitia pemutakhiran data pemilih (PPDP) dan pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit) serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Sementara pemungutan suara tetap 23 September 2020 serta penghitungan dan rekapitulasi suara 23 September-5 Oktober 2020.
Untuk itu, sidang sengketa hasil Pilkada Serentak 2020 diperkirakan mulai bergulir Oktober 2020.
Namun, dengan disetujuinya pemungutan suara mundur menjadi Desember 2020, diperkirakan sidang sengketa hasil pilkada mulai digelar pada awal 2021.(ant)