Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Fakfak, Gondo Suprapto, SKM, M.Si. FOTO : Istimewa./PAPUADALAMBERITA.COM.
Penulis : Gondo Suprapto,SKM, M.Si, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Fakfak
PAPUADALAMBERITA.COM.FAKFAK – Kita ketahui bersama laju penularan Covid-19 di Kabupaten Fakfak meningkat sangat tajam pada bulan Juni dan awal bulan Juli 2021 ini. Hal ini membuat kita semua merasa khawatir dan prihatin, apalagi kondisi keterbatasan SDM tenaga medis dan paramedis. Logistik dan sarana prasarana kesehatan yang sangat terbatas.
Pada akhir bulan Juni 2021 kasus baru COVID-19 hanya sebulan sebanyak 196 kasus, sedangkan pada awal bulan Juli 2021 ini,.padahal baru tanggal 4 Juli 2021 jumlah kasus positive baru sudah mencapai 299 kasus atau bertambah 103 kasus positif. Kami memperkirakan puncak kasus akan terjadi akhir Juni 2021, namun sulit dibayangkan bagaimana suasana pada akhir bulan Juli ini kalau kasus terus naik. Karena itu, kenaikan kasus perlu dikendalikan dan diturunkan, antara lain dengan lima langkah dibawah ini, yang harus dilakukan secara maksimal, tidak cukup hanya optimal saja.
- Pertama adalah pembatasan sosial, sesuatu yang mutlak diperlukan saat ini. Pembatasan sosial dapat saja hanya amat terbatas, atau sedikit lebih luas, atau memang luas sampai kepada lockdown total. Yang pasti, dengan perkembangan sekarang, tidak mungkin lagi hanya meneruskan program yang sudah ada, sekarang harus ada peningkatan pembatasan sosial secara nyata dan jelas. Sudah kita lakukan, namun perlu konsistensi dan keberlanjutan.
- Meningkatkan secara maksimal pelaksanaan tes dan telusur/pelacakan (“testIng and tracing”). Ke dua hal ini angka indikator targetnya jelas, hanya tinggal dipastikan pelaksanaannya di semua Distrik dan kampung secara merata dengan komitmen yang jelas. Apakah logistik Rapid Antigennya tersedia cukup?
- Karena kasus sudah tinggi maka tentu perlu kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, baik di Rumah Sakit maupun juga sama pentingnya di pelayanan kesehatan primer. Yang disiapkan bukan hanya ruang isolasi dan ICU, alat dan obat, sarana dan prasarana lain, tetapi yang paling penting adalah SDM petugas kesehatan yang harus terjamin bekerja secara aman. Tidaklah tepat kalau hanya menambah ruang rawat tanpa diiringi penambahan petugas kesehatan.
- Kepastian tersedianya data yang akurat dan selalu up date. Analisa data ini juga harus dilakukan dengan dasar ilmu pengetahuan yang baik dan bijak. Hal ini sangat diperlukan agar penentu kebijakan publik dapat membuat keputusan yang berbasis bukti ilmiah yang tetap, “evidence-based decision making process”.
- Pemberian vaksinasi ke publik secara maksimal. Walau vaksinasi tidak akan secara cepat menurunkan angka kasus yang sedang tinggi di suatu tempat, tetapi jelas vaksinasi akan berperan amat penting dalam pengendalian pandemi.
Harus diingat juga bahwa untuk menentukan berapa jumlah orang yang harus divaksin agar tercapai kekebalan komunal (‘Herds Immunity’) maka akan tergantung dari angka reproduksi penyakit dan juga efektifitas vaksin. Kalau angka reproduksi meningkat, dan juga efektifitas vaksin menurun (misalnya karena varian baru) maka jumlah orang yang harus di vaksin perlu lebih banyak lagi untuk dapat memperoleh kekebalan komunal (‘Herds Immunity’), jadi dalam situasi sekarang maka angka sasarannya mungkin perlu dihitung ulang.
Dalam menilai bagaimana beratnya situasi epidemiologi maka dapat juga dipakai 5 indikator. 1) jumlah kasus baru, 2) jumlah kematian, 3) apakah ada peningkatan lebih dari 10% antar minggu, 4) apakah angka kepositifan (“positivity rate”) di atas 10% dan 5) apakah angka penularan (Rt) di atas 1.0.
Kapasitas respon juga dapat di bagi 4 bagian.
-1. ada sistem pelayanan kesehatan yang setidaknya dapat meliputi ketersedian tempat tidur di rumah sakit termasuk ruang isolasi dan ICU, tenaga kesehatan, obat-an dan peralatan kesehatan, sistem rujukan dll.
-2. adanya sistem kesehatan masyarakat, yang antara lain berupa seberapa aktifnya kegiatan test dan pelacakan di masyarakat, surveilans, serta pendekatan kesehatan masyarakat dan sosial lainnya.
-3. manajemen pengaturan (“governance”) yang setidaknya meliputi koordinasi lintas sektor, manajemen bencana serta kesiapan bagaimana menangani eskalasi situasi yang meningkat tidak terkendali.
-4. komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat (”RCCE – Risk communication & Community engagement”).
Masing-masing kapasitas respon ini kemudian dapat saja dikompilasi dan dikelompokkan menjadi adanya kapasitas respon adekuat, sedang (“moderate”) atau terbatas (“limited”).
Pembatasan kegiatan sosial / “PHSM (public health and social measure”), setidaknya meliputi 4 hal:
-1. upaya perseorangan seperti mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker yang di kita dikenal dengan “3 M”
-2. penanganan lingkungan seperti kebersihan, ventilasi dan desinfeksi
-3. surveilans dan respon termasuk kegiatan testing, penelusuran kontak, isolasi dan karantina, katakanlah sebagian dari yang kita kenal sebagai “3 T”.
-4. upaya menghindari kerumunan seperti pembatasan pertemuan publik, jaga jarak di tempat umum dan tempat kerja serta pembatasan perjalanan di dalam dan keluar Fakfak.***