KM Ciremai saat berlabuh di pelabuhan Manokwari beberapa jam karena KKP Manokwari melakukan pemeriksaan penumpang kapal terkait COVID-19. FOTO: rustam madubun/papuadalamberita.com
PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI- Menunaikan ibadah ramadhan pada 25 April aromanya seharusnya sudah terasa. Bulan ujian sebulan penuh bagi umat muslim yang diakhir dengan hari kemenangan Idul Fitri, kini lebih awal disambut ujian keras dengan COVID-19.
Rukun islam ke tiga, disusul rukun islam ke empat membayar zakat sebelum masuk hari kemenangan 1 Syawal kini telah diuji lebih awal. Tempat-tempat pencuci tangan sudah tersebar dimana-mana, pembagian masker, penyemprotan zat disinfektan pembunuh kuman sampai pembagian sembako telah disedekahkan berbagi organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, partai, dan pemerintah bergulir ke rumah-rumah warga.
Di sisi lain, antrian panjang di bandar udara atau di pelabuhan kapal laut karena arus masuk dan keluar yang mau menyambut bulan penuh hikmah bersama keluarag di kampung halaman tidak lagi terlihat.
Jangankan tidak masuk penerbangan atau kapal, kalaupun ada jika ber KTP setempat pasti akan tertahan di pintu antrian, karena sementara dilarang masuk dan keluar ke satu daerah, lantaran keseriusan pemrintah memerangi untuk memutuskan mata rantai mewabahnya COVID-19 yang memang harus didukung oleh warga.
Bagi Aparat Sipil Negara (ASN) tidak lagi menanti waktu libur H -3 sebagai tradisi menyambut libur di hari-hari besar keagamaan, justru kini sudah libur duluan dengan kerja di rumah saja selama 14 hari yang kemudiaan diperpanjang lagi secara nasional.
Serupa dengan pehobi belanja online yang biasanya jauh-jauh hari memacu pilihan dengan aneka model busana trandi atau asesoris terbendung sudah, setelah penerbangan masuk dan keluarga menjadi terbatas.
Wajah bermukena yang biasa terlihat pada waktu azan tiba berbondong ke masjid, kini berganti dengan wajah-wajah penutup muka dengan masker berwarna-warni dijumpai dimana-mana, setelah jumlah Orang Dalam Pemantauan, (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG) atau orang yang terverifikasi COVID-19 skalanya bergerak naik, kalaupun turun tiga, bisa jadi naik empat.
Sementara informasi tertular virus corona kematiaan akibat COVID-19 berseliweran dari satu media sosial ke media sosial lain yang sulit dipertangungjawabkan kebenaranya, bahkan informasi berantai dari mulut ke mulut menjadi pemantik amarah masa yang disusul dengan tindakan latah, memberhentikan satu aktivitas menuju objek vital seperti di bandara atau pengusiran kapal di pelabuhan, hanya karena satu informasih murahan.
Padahal seorang doketr ahli paru sekalipun tidak berani memvonis sesorang teridap COVID-19 hanya dengan mengukur suhu tubuh yang tinggi, atau mendegar keluahan pasien yang batuk atau demam, medis memerlukan waktu observasi.
Banyak warga gagal paham soal seseorang postif COVID-19 tanpa memahami benar apa itu ODP, apa itu PDP, apa itu OTG, apa itu karantina mandiri.
Pembuktian positif COVID-19 hanya bisa dilakukan melalui pemeriksaan medis yang terverifikasi dari ahli-ahli penyakit dalam bergelar doketer sebagai orang yang paling berkompeten, itu pun melalui pemeriksaan ilmiah yang memakan waktu bisa mencapai satu minggu, dan hanya bisa di lakukan di Jakarta atau Surabaya, jadi apakah sesorang yang baru turun dari tangga pesawat dengan panas tinggi dia pengidap COVID-19? Kita Latah.
Jadi jangan latah memberi status sesorang terinveksi COVID-19. Warga yang lain juga jangan mau jadi korban oleh informasi yang datang dari orang bukan ahlinya, hanya karena ketakutan yang berlebihan dengan informasi salah, membuat jari-jari anda berselancar di dunia maya memutuskan bahwa orang itu positif COVID-19.
Juru BicaraGugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Papua Barat, dr Arnoldus Tiniap saat merilis rekapitulasi situasi COVID-19 Papua Barat Selasa (31/3/2020) kepada wartawan mengatakan, kita harus waspada, tetapi jangan panic berlebihan.
Wabah ini tidak hanya membuat aktifitas warga terhenti, tetapi juga mencabut nyawa orang banyak. Jangan Latah.(rustam madubun)