-
Suasana ibadah di Pulau Mansinam Rabu (5/2/2025) pagi FOTO:RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA.
PAPUADALAMBERITA.COM.MANOKWARI – Suasana pagi cerah di Pulau Mansinam, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, 5 Februari 2025.
Mansinam pagi ini dipenuhi ribuan umat Kristiani berkumpul dengan semangat kultur dan kental dengan religi.
Mereka datang dari berbagai penjuru Papua Barat, tanah Papua, bahkan cucu dan cicit dari generasi Johann Gottlob Geissler hadir untuk memperingati 170 tahun peristiwa bersejarah yang mengubah wajah peradaban tanah Papua: masuknya Injil melalui Pulau Mansinam.
Sejak pagi hari, lautan manusia mulai memadati pelabuhan-pelabuhan kapal, pelabuhan Birsi, Pelabuhan antar Manokwari – Mansinam di Kwawi, menunggu transportasi laut yang akan membawa mereka menuju Pulau Mansinam.
-
Antri an warga di dermaga Mansinam Rabu (5/2/2025). FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA
Tak hanya menggunakan kapal motor yang disediakan panitia, banyak warga mengandalkan motor tempel untuk menyeberang, membuktikan antusiasme umat yang datang.
Dengan penuh harapan dan rasa syukur, mereka berkumpul mengenang dua misionaris asal Jerman, Carl Wilhelm Ottow dan Johann Gottlob Geissler yang pertama menginjakkan kaki di tanah Papua pada 5 Februari 1855, membawa kabar Injil yang memberi terang bagi tanah Papua.
Peringatan hari ini bukan sekadar acara keagamaan. Ini momen refleksi umat Kristiani di Papua, menyadari bahwa Injil menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjalanan panjang peradaban Papua.
Sebelum Injil masuk ke Papua, tanah ini terisolasi, hidup dalam tradisi dan kepercayaan yang sangat berbeda.
Namun, sejak kedatangan kedua misionaris tersebut, tanah Papua mengalami perubahan, baik dalam budaya, pendidikan, kehidupan sosial, dan agama.
“Ini adalah momen yang sangat penting bagi kami. Kami tidak hanya merayakan Injil yang masuk, tetapi juga mengingat bagaimana Injil telah mengubah hidup kami,” ujar salah satu peserta yang hadir, Johannes (56), yang mengaku hadir bersama keluarganya untuk memperingati perjalanan iman yang telah dibawa oleh dua misionaris adal Jerman itu.
Pulau Mansinam tidak hanya menjadi saksi sejarah, tetapi juga tempat pertemuan ribuan orang dari berbagai daerah di Papua. Ada yang datang dari Manokwari, Sorong, Fakfak, Jayapura, bahkan dari wilayah pegunungan nun jauh. Semua hadir untuk satu tujuan: mengenang perjalanan iman yang telah menginspirasi mereka.
Rangkaian peringatan 170 tahun Injil masuk Papua di Pulau Mansinam ditandai dengan acara doa yang penuh khidmat.
Ribuan umat yang hadir di tempat yang sama, seolah berbicara dalam bahasa yang sama—bahasa iman dan persatuan.
Acara khotbah doa bersama dibawahkan oleh Pdt Dr. Sostenes Sumihe, ini tidak hanya menjadi momen spiritual, tetapi juga simbol persatuan umat Kristiani yang telah tumbuh bersama di tanah Papua.
Suara doa yang bersatu menggetarkan hati, menandakan betapa pentingnya Injil dalam perjalanan hidup mereka.
Selain doa bersama, peserta pun bersama-sama mengunjungi Patung Yesus Kristusi setinggi 30 meter di puncak Pulau Mansinam, Patung yang diresmikan Presiden Repulik ke enam Presiden SBY pada Ahad 24 Agustus 2014.
-
Warga antri di sumur untuk membawa sebagai oleh-oleh sepulang dari Pulau Mansinam, Rabu (5/2/2025). FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA
Satu objek yang tidak terlewatkan, sumur tua yang terletak di samping Gereja Lahai Roi menjadi salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi umat Kristiani. Sumur ini dibangun oleh Pdt. JL Van Hasselt pada bulan Juni 1872, dengan bantuan anak-anak piara, dan mulai digunakan pada tanggal 21 Juli 1872.
Sebagai bentuk penghormatan kepada misionaris yang telah membawa terang kepada tanah Papua, umat sering kali membasuh muka atau membawa air dari sumur tersebut dalam botol-botol sedang.
Selain umat dewasa, ada pula banyak anak muda, bahkan cucu dan cicit Johann Gottlob Geissler turut hadir dalam peringatan ini.
Peringatan ini bukan sekadar mengenang sejarah, tetapi juga sebagai bentuk pelestarian nilai-nilai iman yang dibawa misionaris asal Jerman, Carl Wilhelm Ottow dan Johann Gottlob Geissler 170 tahun lalu.
Bapak Jacobus (68), seorang tokoh masyarakat yang juga turut hadir dalam peringatan tersebut, mengungkapkan,
“Kami ingin generasi berikutnya tahu, bahwa ini adalah bagian dari sejarah mereka. Inilah awal kebangkitan peradaban kami di Papua. Kami ingin mereka merasakan kebanggaan yang sama.”
Peringatan 170 tahun Injil masuk Papua di Pulau Mansinam bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang masa depan.
Ini adalah pengingat bagi umat Kristiani di Papua untuk terus mempertahankan semangat iman, menyatukan perbedaan, dan menjaga persatuan dalam keberagaman.
Di setiap doa, di setiap senyum, dan di setiap langkah, semangat Injil terus mengalir, menuntun setiap langkah mereka ke arah yang lebih baik.
Peringatan ini bukan sekadar kenangan, tetapi sebuah harapan bagi masa depan, yang akan terus diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.
Seperti tema peringatan tahun 2025 di Pulau Mansinam hari ini, “Keselamatan telah berlangsung bagi suku-suku bangsa di tanah Papua”.(rustam madubun)