Hal tersebut juga terjadi di wilayah timur Indonesia yakni kawasan Bumi Cenderawasih. Sosok-sosok wanita berdedikasi tinggi pada akhirnya mulai menunjukkan bahwa kesetaraan gender dapat terjadi di semua tingkatan masyarakat.
Apalagi di Papua khususnya, bagi perempuan yang sudah berkeluarga dan tadinya hanya bertugas merawat keluarganya, kini telah banyak yang duduk di kursi-kursi wakil rakyat bahkan menjadi pelopor gerakan-gerakan kemanusiaan hingga para operator alat berat dengan kontrol jarak jauh.
Salah satunya Naniek Ramandey, operator alat berat Minegem dengan kontrol jarak jauh, yang bekerja di Office Building (OB) 4 Mile 72 Distrik Tembagapura yang dikelola PT Freeport Indonesia.
Sebagai perempuan asli Papua yang bekerja selama 12 jam sehari, pekerjaan Naniek merupakan tantangan tersendiri di mana perlu lisensi khusus untuk dapat mengoperasi alat berat tersebut.
“Ada tanggung jawab di dalamnya, sehingga meskipun tidak ada pengawas namun jika ditinggalkan maka akan meninggalkan beban target yang tidak terpenuhi,” kata Naniek sembari tangannya lincah memainkan tongkat mirip dengan stik permainan yang menggerakkan alat berat dari jarak jauh di dalam terowongan tambang Grasberg Block Cave (GBC).
Sosok Naniek tidak banyak tampil di media, bahkan mungkin saja tidak diketahui banyak orang. Namun, keahliannya mengoperasikan alat berat dengan jarak tujuh kilo meter lebih dari tempatnya duduk tidak banyak dikuasai orang lain, apalagi kaum laki-laki lainnya.
Ini menunjukkan perempuan Papua dapat mencapai kemampuan yang selama ini mungkin saja hanya dapat diraih oleh kaum laki-laki.
Target 2000 ton “ore” atau material tambang per hari khusus untuk perempuan Serui tersebut, harus dapat dicapai selama kurang lebih 12 jam kerja.
Bagi Naniek, pekerjaan yang kini digelutinya membutuhkan pelatihan, pembelajaran khusus dan terbiasa agar dapat mengoperasikan alat berat tersebut dengan lancar.
Operator alat berat dengan kontrol jarak jauh tersebut sudah sejak dulu dioperasikan oleh PT Freeport Indonesia, namun baru beberapa tahun belakangan ini dipercayakan kepada perempuan.
“Dari sekitar 20 unit yang dioperasikan, tidak hanya operator truk uploader, namun alat berat lainnya, tujuh hingga delapan di antaranya dioperasikan oleh perempuan-perempuan yang merupakan orang asli Papua,” kata Superintendent Underground Mine Dispatch and Automation PT Freeport Indonesia Desrizal, yang merupakan atasan langsung Naniek Ramandey.
Bagi perempuan yang berasal dari wilayah pantai di Papua ini, pada momen HUT ke-77 Kemerdekaan RI menjadi titik acuan di mana perempuan harus mulai bangkit dan memulihkan sekitarnya sesuai dengan tema dirgahayu tahun ini yakni “Pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat”.
“Bangga dapat mengoperasikan alat berat seperti ini dan menunjukkan perempuan juga bisa,” ujarnya.
Perempuan Papua bangkit
Keterbatasan perempuan dalam bekerja biasanya akan tampak ketika sudah berkeluarga, namun hal tersebut tidak lagi muncul pada wanita-wanita masa kini. Termasuk perempuan asli Papua, sudah banyak yang malang melintang dalam dunia kerja dan tidak hanya di posisi-posisi bawah, tetapi juga pada jajaran-jajaran pimpinan.
Justru pada momen HUT ke-77 Kemerdekaan RI ini, menjadi salah satu kesempatan perempuan untuk memunculkan potensinya menjadi warna baru dalam perubahan zaman serta teknologi.
Seperti halnya Staf Ahli Kedeputian II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Rini Modouw yang memotivasi banyak perempuan Papua lainnya untuk menunjukkan kemampuan menjadi sejajar dengan laki-laki.
Keberadaan perempuan-perempuan Papua yang kini bekerja di dalam PT Freeport Indonesia dan menguasai bidang-bidang teknologi khusus harus menjadi sebuah gimmick bahwa pekerjaan laki-laki pun bisa dikerjakan oleh perempuan.
“Saya harap tidak hanya ada saya di KSP misalnya, atau adik-adik perempuan di Freeport, namun ke depan masih akan ada banyak lagi perempuan yang bisa lebih maju dalam membangun daerahnya,” kata Rini.
Perempuan tidak hanya bisa bekerja di bidang sosial, namun kini sudah banyak yang bekerja di bidang teknik dan teknologi sesuai dengan digitalisasi zaman.
Kini Presiden Joko Widodo sudah memberikan kesempatan dan peluang yang besar bagi perempuan sehingga ada kans tersendiri bagi kaum perempuan Indonesia untuk mengembangkan dirinya.
Apalagi di Papua, kesempatan dan peluang tersebut terbuka lebar sehingga tinggal bagaimana memanfaatkannya secara baik lalu selanjutnya mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Perempuan Papua juga punya kesempatan untuk tidak hanya berpikir mengenai Papua saja, tetapi juga tentang Indonesia, bahkan dunia.
Momen kebangkitan Indonesia, juga harus menjadi trigger bagi perempuan Papua untuk bangkit dan pulih dari stigma ketermajinalan serta keterbelakangan.
Bagi Ketua Yayasan Papua Muda Inspirasi ini, perempuan Papua harus banyak belajar dan melatih diri serta menyesuaikan dengan perkembangan zaman di mana kesempatan untuk maju terbuka luas.
Jika perempuannya sudah maju, niscaya daerahnya akan dibangun dengan lebih baik dan berkembang secara baik sesuai potensi yang dimiliki.
Perempuan kini harus menjadi “start up” dari pembangunan di wilayahnya, tidak hanya penonton namun harus jadi pelaku pembangunan khususnya dalam rangka pemulihan pasca dilanda pandemi COVID-19.
Kesempatan terbuka
PT Freeport Indonesia menyatakan lebih dari 40 persen karyawannya merupakan orang asli Papua dan ini merupakan sebuah peluang dan kesempatan untuk membangun wilayah Papua melalui warga setempat.
Kehadiran Naniek Ramandey bersama rekan-rekannya di tengah- tengah PT Freeport Indonesia merupakan wujud kepedulian dalam memberikan kesempatan orang asli Papua membangun wilayahnya.
President Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan kini pihaknya memiliki satu orang direktur, sembilan vice president hingga puluhan manager orang asli Papua yang mengelola tambang bawah tanah.
Pada peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan RI dan di usia 55 tahun Freeport Indonesia, bukan suatu koinsiden.
Freeport berharap di usia tersebut, dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Bangsa Indonesia pada umumnya dan Papua khususnya.(antara)
Pewarta : Hendrina Dian Kandipi
Editor : Arief Mujayatno