Papua Barat

Bagian 3: Paulus Waterpauw Mengabdi dengan Hati (Jilid 2), Mengajak Saling Menyapa Ketika Bara Sedang Manyala

304
×

Bagian 3: Paulus Waterpauw Mengabdi dengan Hati (Jilid 2), Mengajak Saling Menyapa Ketika Bara Sedang Manyala

Sebarkan artikel ini
Print

Paulus Waterpauw dalam buku saling menyapa ketika bara itu menyala, 2019. FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA.

PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Sebelum menjabat kembali di Polda Papua, Irjen Paulus ditugaskan terlebih dahulu menjadi utusan khusus Kapolri yang sebelumnya berkomunikasi dengan Gubernur Papua dan Papua Barat. Kedua gubernur merespon positif penugasan tersebut.

Baca juga: Bagian 2: Paulus Waterpauw Mengabdi dengan Hati (Jilid 2), Seperti Mengobati Luka

Goresan kedua  wartawan, Ensa Wiarna dan Rudi Hartono yang didokumentasikan dalam buku *biografi dan jejak pemikiran Paulus Waterpauw, mengabdi dengan hati  jilid dua (2) mengisahkan proses Paulus yang Alumni AKPOL “87 ini untuk mendamaikan seteru panjang ketika itu.

Tinggalkan, lupakan , biarkan hukum positif berposes, dan kembali menatap masa depan dengan penuh harapan, dan yakinkan bahwa cahaya itu berawal dari Timur Indonesia.

Akhirnya, Paulus beserta institusi Polri menghadap Presiden, dan saat itu pula langsung terjun ke Papua sebagai utusan khusus Kapolri untuk menangani persoalan Papua.

Saatitu pun Paulus dengan pihak terkait membangun komunikasidengan pihak-pihak di Papua, Malang, dan Surabaya.

Kembalinya Paulus ke Papua, mendapat respon positif dari masyarakat Papua. Artinya kehadiran sosoknya di bumi cendrawasih sesuai dengan harapan warga setempat.

Sebagai orang yang ditugaskan untuk menyelesaikan masalah tersebut, tentu harapannya pun ingin segera selesai masalahnya.

Persoalan yang dihadapi, memang tidak sederhana. Kejadian demi kejadian yang berujung pada rasisme, sangat merugikan berbagai dan banyak pihak. Merespon peristiwa yang dinilai sementara pihak di Papua sebagai rasisme, menyulut kemarahan masyarakat Papua.

Sikap rasis tentu sangat bertentangan dengan berbagai norma dan ketentuan yang ada di negeri ini. Tak ada yang meragukan, bahwa setiap warga memiliki kedudukan dan hak yang sama termasuk mendapat perlakuan sebagai manusia yang bermartabat.

Artinya, semua pihak harus berhati-hati menangani permasalahan tersebut agar tidak salah langkah.

Setelah mendapat tugas di Papua, Paulus pun terus melangkah, membangun komunikasi, kemudian klarifikasi borhagai hal yang berkenaan dengan peristiwa tersebut.

Para pihak yang diduga sebagai pelaku, langsung diamankan dan diperiksa sesuai dengan prosedur yang berlaku. Namun, Paulus pun tetap mengedepankan rasa kemanusiaan, sehingga keadaan bisa berangsur kondusif.

Ekor dari peristiwa di Malang dan Surabaya merembet ke Papua, seperti terjadinya bentrokan di Manokwari, Papua Barat.

Seiumlah massa melakukan aksi sebagai respon atas peristiwa yang menimpa mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya. Di Manokwari, massa melakukan pemblokiran Jalan Yos Sudarso yang mengakibatkan aktivitas masyarakat maupun arus lalu lintas terganggu dan akhirnya lumpuh.

Tidak hanya memblokade jalan saja, dalam aksi tersebut warga juga menebang pohon agar jalan tidak bisa dilintasi kendaraan. Selain itu, masa juga membakar ban di jalan raya sebagai upaya menarik perhatian publik .

Dan lebih parah lagi, pendemo melakukan pembakaran Gedung DPRD Manokwari, bekas Kantor Gubernur Papua Barat di Jalan Siliwanggi depan pelabuhan kapal laut Manokwari.

Kerusuhan di Kota Manokwari, Papua Barat, berbuntut terhadap aksi berantai di kawasan Jayapura. Peserta aksi unjuk rasa berangkat dari Universitas Cendrawasih, sekitar tiga kilometer dari Jayapura.

Selain itu, massa memblokir jalan utama menuju Bandara Sentani. Melihat keadaan demikian, maka tatkala hadir di Papua, Jenderal Paulus pun memposisikan diri, bukan sebagai aparat keamanan, melainkan lebih sebagai warga Papua yang mengemban tugas negara.

Dan langkah yang dilakukannya, terlebih dahulu mengadakan kontak-kontak dengan beberapa pihak. Kemudian mengajak mereka berceritra, ngopi atau makan-makan. Tidak langsung menyentuh persoalan, karena ia sadari bahwa bara dalam sekam tatkala salah membuka dan tertiup angin, maka akan semakin panas dan membara.

Sang Jenderal membiarkan saudara-saudara bercerita apapun, termasuk sekedar curahan hati. la pun dengarkan secara seksama, menghargai yang sedang berbicara dan menedengar perkataannya. Cara berinterkasi seperti itu, cukup efektif, karena warga Papua terutama kaum muda yang diajak berdialog pun mau mendengarkan perkataan pihak lain.

Pendekatan kultural yang dilakukannya tidak sia-sia. Langkahnya mengajak berdialog dengan para pemuda pun nenuai hasil. Dari pihak yang diajak berbicara, diketahui bahwa banyak juga yang cuma ikut-ikutan dan terprovokasi.

Denganberdialog dari ihati ke hati, sikap yang semula prontal berangsur lunak dan mengerti tentang pentingnya saling menghargai.

Sebagai pihak keamanan, dalam hal ini Polri, Paulus pun tetap melaksanakan tugasnya sebagai bhayangkara bangsa.

la, di samping melakukan pendekatan kultural, juga tetap menegakkan hukum. Dengan mendapatkan banyak dukungan masyarakat, mulailah ia mengungkap dibalik berbagai kejadian dan tindakan anarkisme di Papua Barat.

Ternyata, kejadian tersebut tidak murni akibat peristiwa di Malang dan Surabaya, namun didapati pula adanya pihak-pihak yang memancing di air keruh, seperti terjadinya penjarahan sejumlah toko di Manokwari, Papua Barat, yang bersamaan dengan terjadi pembakaran kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Manokwari Provinsi Papua Barat dan Majelis Rakyat Papua (MRP) di Provinsi Papua (Senin, 19 Agustus) kala itu, dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan pihak-pihak tertentu.

Sang Jenderal menyadari, tatkala pertentangan mereda, boleh jadi peristiwa dianggap usai. Namun, luka yang pernah menganga bisa saja menorehkan kepedihan. Oleh karena itu, pasca peristiwa yang menurut pihak keamanan reda, upaya memulihkan persaudaran terus dilanjutkan.

Kakak Besar (sapaan akrab Paulus Waterpauw, red) terus-menerus berdialog, mengajak saudara-saudaranya di Papua untuk kembali saling menyapa. Melupakan peristiwa, mengobati luka, dan kembali menatap masa depan denganpenuh harapan. (rustam madubun)Buku biografi dan pemikiran paulus waterpau)*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *