Penjual ikan keliling, La Rudi, Rabu (19/5/2021). PAPUADALAMBERITA. FOTO: RUSTAM MADUBUN
PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Ayah satu anak ini prototipe pekerja keras, jenis pekerjaannya sama dengan ikan-ikan yang dijajakannya saat nelayaan mau memperoleh tangkapannya harus melalui perjuangan keras.
Seperti menerjang ombak, gelombang yang terjal, dihantam badai, diguyur hujan hingga mengigil, dibakar sengatnya panas matahari di tengah lautan yang hanya beratap dan berdidinding langit.
Nama pria yang tinggi satu meter lebih ini hanya dua kata, La Rudi usianya 31 tahun, setiap hari Ia menapaki satu lorong ke satu gang rumah di seantero perumahan Bumi Marina, perumahan Kebun Cengkeh, perumahan Manoriang, perumahan BTN Reremi, Manokwari Papua Barat, bahkan ke pusat kota Manokwari untuk menjajakan jualannya, seperti ikan cakalang, ikan ekor kuning, ikan puri, ikan merah untuk dikonsumis warga.
Matahari pagi, Rabu (19/5/2021) pukul 09.30 kompleks perumahan Manoriang, Manokwari cerah, ikan cakalang di kayu palang yang diletakan di pundaknya tergantung cerah seakan mengamabrkan cerahnya cuaca pagi ini. Mat-mata ikan itu mengkilap pertanda ikan begitu segar.
‘’Budee cakalang,’’ itu ciri khas teriakan Rudi jika menawarkan ikan kepada warga saat Ia tiba depan rumah kita. ‘’Rudi cakalang berapa,’’ sahut Istriku dari dalam rumah (dialog ini sudah biasa bagi kami dan Rudi karena Ia sangat familier, red).
‘’Bude ambil cakalang satu ekor besar atau yang tiga ekor sedang ini, atau ambil semua,’’ tawar Rudi lagi.
Rudi, pria kelahiran Buton Sulawesi Tenggara mengaku separo waktunya hampir habis di jalan raya karena pekerjaannya sebagai penjaja ikan untuk nafkah Mirza wanita soleh yang dinikahi beberapa tahun dan putrinya Ilsa yang kini tumbuh di usia tiga tahun.
Petualangan Rudi dari lorong rumah ke gang rumah di kompleks Reremi puncak bisa menghasilkan Rp200.000 sampai Rp300.000 dalam sehari jika semua julannya itu laris manis.
‘’Bapak, tergantung cuaca juga, kalau musim ombak ikan susah, kita juga jual sedikit, tapi kalau cuaca bagus ikan banyak, saya bisa jual banyak, ya sehari kalau laku semua bisa Rp200.000 ada juga bisa Rp300.300, tapi kadang juga tidak laku,’’ cerita Rudi kepada papuadalamberita.com, Rabu pagi.
Sudah 16 tahun Rudi mengadu nasib di Kota Injil Manokwari, karena ingin meraih impiannya yang sederhana hidup rukun dengan penghasilan yang halal, apapun pekerjaannya, dengan berteduh di kontrakannya di kawasan padat pemukiman kompleks Borobudur II (dua).
Rudi Saat menjajakan ikannya, Rabu (19/5/2021) di komplkes perumahan Manoriang Reremi Puncak, Manokwari. PAPUADALAMBERITA. FOTO: RUSTAM MADUBUN
Di kontrakan sederhana berdinding papan, dia atas laut (rumah pangung, red) Ia merajut cinta bersama istrinya melalui satu pernikahan syah, seusai menjajakan ikan Ia dimanja-manjakan sang wanita soleh penuh roimantis hasilnya membuahkan seorang putri yang tidak kalah cantiknya dari Ibunya.
Ia begitu bangga dan bersukur sebagai penjual ikan keliling, pagi dan sore Ia dipertemukan dengan banyak ibu-ibu rumah tangga berparas cantik, itu karena pertemuan sebagai penjual dan pembeli (hukum pasar berlaku, red).
Sangking lamanya berjualan di kompleks Reremi Puncak, Rudi pun ketiban rejeki, ketika ada hajatan satu keluarga atau menghadapi hari-hari besar keagaman, Ia selalu memperoleh order ikan, jadi bisa menambah penghasilannya di luar dagangannya sehari-hari.
‘’Ya ada juga yang biasa pesan kalau mereka ada acar seperti mau lebaran atau natal, kalau ada ikannya saya antar,’’ tutur Rudi pria yang mengenyam pendidikan hingga SMP kelas III.
Petualangan meninggalkan Sulawesi Tenggara ke ujung Indonesia Timur, Manokwari berawal dari menghadiri acara kaka perempuannya yang melepas lajang menuju pelaminan.
‘’Waktu itu saya berhenti sekolah di Buton, karena Kakak nikah di Manokwari , kemudian saya sempat balik ke kampung dan sekolah SMP Kelas tiga, tapi tidak lama saya kembali lagi ke sini (Manokwari, red) di sini tidak sekolah,’’ cerita Rudi.
Dari situlah, seusia anak-anak SMP, Rudi mulai mengenal pekerjaan menjual ikan, namun saat itu Rudi masih ikut orang berjualan, seiring berjalan waktu, ayah dari Rudi dipanggil sang kahlik di Manokwari, Rudi hidup tanpa orang tua di Manokwari, ibunya berpulang lebih awal, kakanya menikah dan hijrah ke Nabire Papua mengikuti suaminya, Rudi hidup sendiri, Ia kian dewasa, Rudi tidak patah arang.
Mulai dari ikut orang menjual ikan, bahkan memancing, sampai kini mandiri dan menikah, Rudi masih seperti dulu sebagai penjual ikan secara mandiri.
‘’Alhamdulillah saya bisa bayar kontrakan, bisa kasih makan istri dan dan anak,’’ pintah Rudi mengenang, matanya berkaca-kaca suaranya serak, tampik ia bersedih mengingat kedua orang tuanya yang telah tiada.
Rupanya profesi sebagai penjual ikan, Rudi mewarisi pekerjaanya ayahnya semasa hidup yang juga sempat menjadi penjual ikan sebelum menjadi penjual bensin eceran untuk nelayan di Borobudur Manokwari.
‘’Bapak waktu sempat jual ikan tapi tidak lama, kemudian jual bensin untuk nelayan, beli bensin dari pom bensin jual di pinggir rumah untuk nelayan nelayan,’’ cerita Rudi yang mengaku menjual ikan dengan modal sendir.
Manisnya Rudi merajut rumah tangga bersama istri dan satu putrinya, serta bersukur atas kerja kerasnya tidak selamanya romantis dan indah.
Rudi berkali-kali di rundung duka, bahkan mengalami traumatik berkepanjangan, karena Ia dibegal, ia dirampok, ikannya di rampas, Ia pun tak berdaya, walaupun di tangannya ada kayu pengantung ikan dan sebila parang yang biasanya ia bawa untuk memberishkan ikan.
Atas kejadian itu Rudi tidak jadikan parang atau kayu palang sebagai senjata membela diri, bahkan melawan atas serangan manusia-manusia pemalas itu Rudi pun tak mampu, tetapi ia memilih mengalah dan menyerahkan jualanya kepada mereka dan kabur.
‘’Dorang mabuk minta ikan, mereka minta uang , pernah ada yang rampas sembilan kantong plastik ikan, saya tidak melawan karena mereka dua orang dan mabuk,’’ cerita Rudi mengingat peristiwa yang terjadi di Kompleks Perumahan Rermi BTN.
‘’Orang – orang sempat lihat kejadian itu juga, tapi tidak berani untuk bantu saya. Saya lari ke ruma salah satu keluarga saya di dekat itu, karena mereka mau rampok uang saya juga, tapi saat itu keluarga tidak ada di rumah Ia bertugas di Pegunungan Arfak, kemudian para penjahat itu kabur.
Rudi dan ikannya, Rabu (19/5/2021). PAPUADALAMBERITA. FOTO: RUSTAM MADUBUN
Kejadian pilu serupa dialami Rudi pada satu waktu saat di bonceng ojek di komplkes perumahan RRI Manokwari di Reremi, saat itu ia membawa ikan merah besar-besar, kemudian dihampiri dua orang bermotor dan yang di belakang menarikan satu ekor ikan merah besar, Rudi pun terjatuh dan bertahan erat ikannya sampai kedua begal itu gagal merampoknya dan kabur.
‘’Itu pengalaman saya berjualan, kejadian di perumahan Marina ada yang hanya minta ikan, tapi tidak minta uang, saya kasih dia ikan, dia bilang hanya satu ekor untuk makan, saya memberinya dua ekor ikan,’’ kata Rudi.
Rudi kini, tidak memikirkan untuk mencari pekerjaan selain penjual ikan jalanan dari rumah ke rumah, karena pendidikannya yang hanya sampai SMP Kelas III, Rudi tau diri.
Rudi mengaku tidak bisa berpindah profesi sebagai tukang ojek, karena dirinya tidak dapat mengendarai kendaraan dan tidak memikirkan untuk belajar menyetir motor, selain itu, Ia mengaku lebih nyaman sebagai penjualan ikan yang telah ditekuni sejak kecil.
Ia juga telah memiliki pelanggan dan hal yang utama ia tidak memiliki uang banyak untuk beli motor, walaupun Rudi mengaku sang buah hatinya, Istrinya tercinta yang berparas cantik itu bisa mengendarai motor.(rustam madubun)