- Berdiri di atas bebatuan emas: Saya depan Haul Truck dan Yenny Eluai pengemudia haul truk diatasnya mengangkut biji tambang di lokasi tambang terbuka, Grasberg, Tembagapura, Mimika Papua Tengah, Sabtu 6 April 2011, 14 tahun lalu FOTO: DOKUMENTASI. PRIBADI.
PAPUADALAMBERITA.COM.MANOKWARI – Setiap foto punya kisah, ku simpan sebagai kenangan karena mengabadikan perjalanan saya ke ketinggian 4.268 meter di atas permukaan laut (DPL), puncak Grasberg, Timika Papua Tengah, Jumat 10 Desember 2010 dan Sabtu, 6 April 2011.
Potret itu tersimpan diakun Facebooku, dan pada Januari 2025, media sosial “sejuta umat” itu mengingatkan saya pada kenangan perjalanan 14 – 15 tahun lalu ke Grasberg sebagai lokasi tambang luar yang dikelola PT Freeport Indonesia.
Foto itu bercerita tantangan, keberanian yang harus saya hadapi, temukan, dan menjadi pelajaran menulis fakta yang tak ternilai.
Perjalanan waktu itu bukan hanya tentang mengunjungi tambang terbesar dunia, melainkan tentang menghadapi cuaca ekstrem, bertemu orang-orang luar biasa, dan menyaksikan kerja keras dan dedikasi menghasilkan sesuatu yang besar dari sekadar angka atau produksi.
Sebuah perjalanan mengubah saya melihat dunia pertambangan, pelestarian lingkungan, perlakukan tenaga kerja Orang Asli Papua (OAP), dan foto – foto itu menjadi pengingat akan segala yang telah saya tulis, di Harian Pagi Timika Express dalam empat edisi secara bersambung pada April 2011.
Pertama mendengar tentang Grasberg, saya membayangkan tumpukan batu, gunung, hutan rimba, mobil truk dan mesin-mesin raksasa.
Namun, ketika akhirnya sampai di Grasberg, saya menyadari tempat ini lebih dari sekadar tambang —ini adalah jantung petualangan tak terlupakan sebagai seorang jurnalis, di Tembagapura Timika, Mimika Papua Tengah tempat paling tinggi dan terpencil di Indonesia.
Di Grasberg, udara dingin menyapu wajah saya. Di hamparan tambang terbuka (Open Pit) dan lalu – lalang truk raksasa, menggali kekayaan alam dari kedalaman tanah Mimika, Papua.
Pemandangannya luar biasa—gunung yang diselimuti salju abadi, kabut dan hamparan hutan yang tampak telah disentuh.
Di balik debu dan mobil-mobil truck raksasa, ada cerita tidak terungkap dari puncak Grasberg, Papua.
Perjalanan yang membawa saya jauh melampaui batas-batas geografis, dan membuka mata saya pada tantangan, keindahan, dan kekayaan alam yang tersembunyi di jantung tambang terbesar dunia.
Dari udara dingin yang menyelimuti puncak hingga panorama yang menakjubkan, pengalaman ini mengubah cara saya melihat dunia industri dan alam.
Perjalanan ke Grasberg ketika itu saya bersama wartawan, TVRI Jayapura, RRI Jayapura, The Jakarta Post Nety Darman Somba, Misba dari harian Radar Timika, kami awali dari Bandara Timika.
Perjalanan kami diawali dengan pengalaman luar biasa—dengan penerbangan helikopter membawa kami melintasi lanskap Mimika Papua yang masih liar dan indah.
Dari udara, pemandangan hutan lebat dan pegunungan yang menjulang menambah rasa takjub.
Sekitar setengah jam terbang, kami pun tiba di kawasan Tembagapura, tempat dari mana petualangan ini benar-benar dimulai.
Dari Tembagapura, kami melanjutkan perjalanan ke Guesthouse untuk menggunakan kereta gantung, yang menghubungkan kawasan ini ke puncak Grasberg.
Semakin tinggi kami menuju puncak, semakin terasa betapa kecil dan rapuh manusia di hadapan alam yang begitu besar dan luar biasa.
Namun, tujuan kami bukan hanya untuk menikmati pemandangan, melainkan bertemu dengan para pengemudi truk raksasa yang mengangkut bijih tambang—para pahlawan tak tampak yang setiap hari berjuang dengan mobil – mobil besar di tengah medan yang ekstrem.
Diantara mereka, ada banyak oarang asli Papua dan perempuan Papua yang tangguh, dengan penuh dedikasi bekerja di tengah suhu dingin dan lingkungan yang keras.
Dalam wawancara, saya semakin yakin bagaimana pekerjaan ini bukan hanya soal bertahan hidup, tapi juga soal kebanggaan dan identitas.
Meski tantangannya luar biasa, mereka tak pernah kehilangan semangat dan senyum, bahkan ketika menjalani tugas-tugas yang berat di jalur-jalur curam yang menghubungkan puncak Grasberg dengan area pengolahan tambang.
-
Saya dari Harian Tmika Express, Misba Latuapo Radar Timika dan Wartawati The Jakarta Post Nethy Darma Somba saat mewawancarai Jenny Eluai di Puncak Grasberg, Mimika Sabtu 6 April 2011 lalu. FOTO: CORCOM PT FREEPORT.
Selvi Tenoya, seorang perempuan Paniai sebagai sopir haul truk yang bekerja di tambang terbuka puncak Grasberg, mengungkapkan kebanggaannya menjadi seorang ibu yang bisa menginspirasi anak-anaknya.
“Anak-anak saya bangga, ibunya menjadi seorang sopir haul truk,” ujar Selvi dengan wajah penuh kebanggaan saat saya temui di Grasbarg Sabtu, 6 April 2011.
Senada dengan Selvi, Jenny Eluay, rekan kerja Selvi yang juga seorang sopir haul truk asal Sentani, Jayapura, menambahkan bahwa pekerjaan mereka di tambang terbuka Grasberg bukan hanya sebagai bentuk prestasi pribadi, tetapi juga menjadi sumber kebanggaan bagi keluarga mereka.
Kisah keduanya pernah saya tulis dalam tulisan bersambung di Harian Timika Express dengan judul “Pesona Perempuan Papua di Perusahaan Tambang Grasberg”.
Ungkapan mereka saya kisakan dalam empat seri yang diterbitkan berturut-turut, menggali lebih dalam mengenai perjuangan dan prestasi perempuan Papua berkarir di pertambangan.
Dua perempuan Papua tersebut bagian dari sekumpulan pekerja perempuan yang menunjukkan ketangguhan dalam dunia pertambangan, yang biasanya didominasi pria.
Keberadaan mereka di lokasi tambang membuktikan peran perempuan OAP dalam sektor pekerjaan berat diakui dan dihargai PT Freeport Indonesia.
‘’Bangga, menjadi seorang sopir haul truk,’’ ujar Selvi Tenoya yang saya temui di lokasi tambang terbuka puncak Grasebrg Sabtu 6 April 2011.
Senada diungkapkan rekannya wanita asal Sentani Jayapura, Jenny Eluay yang juga sama-sama dengan Selvi sebagai sopir haul truk di tambang terbuka Grasberg.
Perjalanan saya ke puncak Grasberg adalah lebih dari sekadar petualangan fisik.
Ini adalah perjalanan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana kita berhubungan dengan alam, dan betapa pentingnya menjaga harmoni antara keduanya.
-
Liputan pesona perempuan Papua di Tambang Grasberg yang terbit Harian Pagi Timika Express edisi April 2011, 14 tahun lalu. FOTO: RUSTAM MADUBUN.
BERSAMAPRESIDEN DIREKTUR dan CEO PT FREEPORT INDONESIA
Pada Jumat, 10 Desember 2010, ketika saya dan Direktur Harian Pagi Timika Express Marten LL Moru serta sejumlah media mengunjungi tambang terbuka Grasberg.
Dalam kesempatan tersebut, kami bertemu Presiden Direktur dan CEO PT Freeport Indonesia, Ir. Armando Mahler.
Dari Kota Tembagapura untuk mencapai Pegunungan Grasberg, dibutuhkan waktu sekitar 15 menit dengan trem listrik, dua trem.
Truk besar, seperti haul truck Komatsu dan Cat, tampak lalu lalang mengangkut bebatuan besar ke pabrik pengolahan. Truk-truk dengan roda enam ban berdiameter 5 meter ini umum digunakan di pertambangan besar dunia.
Selain tambang terbuka, PT Freeport Indonesia juga menggunakan metode block caving untuk mengeksploitasi konsentrat melalui terowongan.
Usai mengunjungi open-pit tambang di Grasberg, kami disambut Presider dan CEO PT Freeport Indonesia Armando Mahler, dengan ramah memberikan penjelasan tentang proses produksi tambang yang begitu besar dan kompleks ini.
-
Saya (Kiri, red) bersama Presiden Direktur dan CEO PT Freeport Indonesia, Ir. Armando Mahler di Puncak Grasberg Tembagapura, Mimika pada Jumat 10 Desember 2010 (15 tahun lalu). FOTO: CORCOM PT FREEPORT INDONESIA
Kami memasuki ruang khusus yang dirancang untuk menjaga suhu tetap hangat, sebuah tempat yang sangat dibutuhkan mengingat betapa dinginnya puncak Grasberg pada ketinggian ini.
Di dalamnya, kami mendengarkan penjelasan mengenai bagaimana PT Freeport mengelola sumber daya alam dan tantangan-tantangan yang dihadapi setiap hari dalam operasi tambang yang begitu monumental.
Setelah sesi wawancara, kami melanjutkan perjalanan kembali ke kota Tembagapura, bersiap untuk kembali ke Timika dengan penerbangan yang sudah menanti.
Namun sebelum pulang, kami sempat menikmati makan siang di rumah makan Lupa Lelah, tempat ini ternyata adalah rumah makan khusus untuk karyawan, staf, hingga pimpinan PT Freeport yang memiliki jabatan superintendent ke atas.
Di situlah saya merasa terhormat, karena bisa berbagi meja dengan mereka yang setiap hari berperan besar dalam menjalankan operasi tambang dan mendukung keberlangsungan perusahaan.
Petualangan saya di Grasberg bukan hanya soal melihat tambang terbesar di dunia, tetapi juga menyaksikan dedikasi, kebanggaan, dan semangat orang-orang Papua yang ada di balik kesuksesan industri ini.
Saya pulang dengan banyak pelajaran berharga, dan lebih dari itu, rasa hormat yang mendalam terhadap mereka yang berjuang keras di tanah Papua, untuk bumi yang kaya akan sumber daya alam, sekaligus penuh tantangan ini.(rustam madubun)
-
Saya, Nethy Darma Somba The Jakarta Post, Irse Yoku TVRI serta Perempuan-perempuan tangguh asli Papua pengemudi haul truck di Puncak Graberg Tembagapura April 2011, 14 Tahun lalu. FOTO: CORCOM PT FREEPORT INDONESIA
- Haul Truck mengangkut biji tambang di lokasi tambang terbuka, Puncak Grasberg, Tembagapura, Mimika Papua Tengah pada Sabtu 6 April 2011. FOTO: RUSTAM MADUBUN.