Pastor. Lewi Ibori, OSA, Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Manokwari – Sorong (KKP-KMS). FOTO : Istimewa./papuadalamberita.com.
PAPUADALAMBERITA.COM. FAKFAK – Wakil Uskup Keuskupan Manokwari – Sorong, Pastor. Lewi Ibori, OSA, mengatakan, untuk menjadikan suanana damai di Bumi Cenderawasih tanah Papua dengan membentuk gerakan Papua Zona Damai, inisiatif pendekatan yang diusung juga harius mengedepankan wacana dialog sebagai jembatan menuju Papua yang damai untuk semua.
Papua zona damai adalah visi besar yang harus diwujudkan semua komponen Bangsa, komitmen bersama ini menjadikan Papua Barat dan Papua sebagai zona damai perlu ditingkatkan, tukas Lewi Ibori, OSA , yang juga Ketua Komisi Keadilan Dan Perdamaian Keuskupan Manokwari – Sorong (KKP-KMS) kepada papuadalamberita.com.
Menurut orang nomor dua pimpinan umat Katolik di Wilayah Keuskupan Maokwari – Sorong, peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu yang berunjung anarkis disejumlah daerah di Bumi Cenderawasih adalah sebuah pelajaran bagi Bangsa ini, agar bisa saling menghargai sesama anak Bangsa.
“Di tanah Papua tidak boleh ada ruang bagi rasisme maupun diskriminatif apa lagi anarkisme yang ada hanya ruang untuk damai sejahtera, kenyamanan dari kebersamaan untuk satukan tekad dan komitmen jadikan Papua Barat dan Papua sebagai zona damai”, tegas Romo Lewi Ibori.
Dikatakan, untuk menjadikan Papua zona damai, dapat dilakukan melalui aspek ekonomi kerakyatan, aspek pendidikan karakter dan aturan khusus Anggota Legislatif di Papua. Untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan di Papua Barat dan seluruh tanah Papua, sesuai amanah Undang – Undang Otonomis Khusus nomor 21 tahun 2001, Bab X pasal 38 ayat 1 dan ayat 2
Namun faktanya, kata dia, pemanfaatan sumber daya alam di Papua selama ini masih tetap belum sepenuhnya menghormati hak – hak masyarakat adat Papua, pembangunan ekonomi rakyat asli Papua belum menggunakan cara pandang masyarakat Papua sendiri namun masih menggunakan bingkai perspektif Jakarta.
Selain itu, pendidikan karakter di sekolah – sekolah dan perguruan tinggi Papua, Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan pendidikan karakter dari SD hingga perguruan tinggi.
Gagasan program pendidikan karakter, kata dia, dapat dimaklumi sebab selama ini proes pendidikan ternyata belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Banyak yang menyebut pendidikan telah gagal membangun karakter, banyak lulusan sekolah dan sarjana yang pandai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas tetapi mentalnya lemah, penakut dan perilakunya tidak terpuji dan pendidikan kita di Indonesia sekarang ini mendidik dan melulusakn Profesor – Profesor Demo dan Sarjana – Sarjana Anarkis
Untuk itu kata Lewi Ibori, OSA, pendidikan karakter dapat di integrasikan dalam pembelajaran setiap mata pelajaranyang berkaitan dengan normapada setiap mata pelajaran, perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari – hari.
Terkait atruran khusus anggota legislatif di Papua, untuk memberikan pemberdayaan di bidang politik terhadap orang asli papia (OAP) di penghujung otonomi khusus (Otsus) diharapkan Dewan Adat Paua dan LP3BH berupaya mendorong partai politik agar memprioritaskan OAP untuk menduduki Parlemen, baik DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten.
Karena itu harus ada Perdasus untuk mengakomodir hak – hak orang Papua dalam partai Politik, harus ada prioritas orang orang Papua menduduki kursi Parlemen maksimal 80 persen sehingga ada bukti keberpihakan OAP dalam dunia Politik di Bumi Cenderawasih, tegas Lewi Ibori.
Namun yang terpenting untuk menjadikan Papua sebagai zona integritas kedamaian, dari aspek ekonomi kerakyatan, aspek pendidikan karakter an aturan khusus anggota legislatif OAP, Pemerintah juga harus menyelesaikan 4 akar masalah yang masih membelenggu masyarakat Papua. \ 4 akar masalah tersebut, terkait dengan Sejarah dan staus politik integrasi Papua ke Indonesia, kekerasan dan pelanggaran Ham yang terjadi sejak tahun 1965, Diskriminasi dan marjinalisasi orang Papua di tanah sendiri serta kegegalan pembangunan yang meliputi pendidikan, kesehatan dan ekonomi rakyat.
Lebih lanjut menurutnya, sampai sekarang 4 akar masalah di Papua masih relevan dengan situasi terkini, kekerasan – kekerasan masih tersu terjadi, persoalan yang tidak kunjung usai ini terus melahirkan persoalan baru, upaya Pemerintah dari tingkat Pusat sampai Daerah menumpas segala bentuk kekerasan di Bumi Cenderawasih beluim mampu mencapai akar masalah.
Implementasi Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, sayangnya masih rendah keseriusan Politik Pemerintah Pusat untuk sungguh – sungguh menyelesaikan persoalan papua belum juga berhasil memperbaiki keadaan, tuturnya.
Lanjutnya, Uskup Manokwari – Sorong Papua Barat, Mgr. Hilarion Datus Lega, dalam pengarahannya pada pembukaan temu pastores kepada para pastor temu Pastores di paroki Santo Yohanes Bintuni, menyoroti tentang kondisi Papua masa lalu dan Papua masa kini ada 4 problem mendasar yang tertinggal yaitu; pelurusan sejarah, pelamnggaran Ham berat, ketidak adilan dan penegakan hukum.
Karena itu, untuk menyelesaikan persoalan ini, kata pastor Lewi Ibori, OSA, kita membutuhkan waktu dan komitmen untuk menciptakan Tanah Papua yang damai,problem – problem mendasar meninggalkan pesan penting bagi kita untuk jeli dan berhati – hati menilai masalah Papua, selalu berfikir komprehensif dan berindak bersama dalam jejaring yang matang dan selalu mengedepankan hal – hal yang positif dan konstruktif.(RL 07)