Papua Barat

Bagian 2: Paulus Waterpauw Mengabdi dengan Hati (Jilid 2), Seperti Mengobati Luka

105
×

Bagian 2: Paulus Waterpauw Mengabdi dengan Hati (Jilid 2), Seperti Mengobati Luka

Sebarkan artikel ini
Print

Isi buku Paulus Waterpauw Mengabdi dengan Hati Jilid Dua (2) halaman 136-137. FOTO: RUSTAM.PAPUADALAMBERITA.

PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Dua wartawan, Ensa Wiarna dan Rudi Hartono dalam buku biografi dan jejak pemikiran Paulus Waterpauw, mengabdi dengan hati  jilid dua (2) menulis lugas, enak dibaca dan perlu.

Baca juga: Jejak Pemikiran Paulus Waterpauw: Membalut  Luka Saudara 

Pada bagian keempat B kedunya memberi judul “Mengobati Luka”, tulisan ketika menggambarkan sang jenderal dalam penaganan kasus ujaran kebencian dari Surabaya Jawa Timur yang merambat hingga ke Papua dan Papua Barat ketika di pertengahan Agustus 2019.

Tragedi itu kini menyisahkan puing di bekas Kantor Gubernur Papua Barat dan DPR Papua Barat Jalan Siliwangi Manokwari, kini bak gedung “hantu”.

Bagi Sang Jenderal Paulus, tautan persaudaraan dirinya dengan kedua pihak, warga di wilayah Papua dan Surabaya Jawa Timur, sama-sama tidak berjarak.

Papua adalah tanah kelalahiran Sang Jenderal, demikian pula Surabaya, adalah kota yang membesarkannya sejak kecil.

Pertautan persaudaraan, baik dengan warga Papua maupun dengan warga Surabaya menjadi begitu istimewa, karena ikatan persaudaraan dan kultur yang sama-sama begitu dekat.

Lalu, posisi Irjen Paulus yang notabene sebagai bhayangkara negara, memperkuat posisinya sebagai abdi masyarakat yang senantiasa menginginkan keamanan dan kedamaian seluruh warga di manapun berada, Pada titik pandang seperti itu, ia pun menempatkan diri di titik pandang yang menuntut tindakannya fair terhadap kedua (Papua dan Surabaya).

Dengan memikul I tugas yang melekat di pundaknya sebagai pengayom masyarakat. Perristiwa tersebut ia letakan dalam jarak pandang yang dekat.

Sebelum mendapat tugas untuk ikut serta menangagani peristiwa tersebut, ia telah mengira bahwa dirinya akan dilibatkan.

Seperti halnya kasus-kasus lain sebelumnya, yang terjadi di Papua atau berkenaan dengan warga Papua, Paulus pun senantiasa hadir dalam penyelesaian tersebut.

Dengan berbekal pengalaman, ia berupaya mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang peristiwa tersebut berupaya memahami inti persoalan dengan menyelami latar belakang peristiwa tersebut.

Baginya, untuk menyelesaikan persoalan, tidak semata-mata membutuhkan pendekatan formal, melainkan pendekatan informal yang bertumpu pada hati nurani.

Lalu, ja pun mendengar dan berupaya memahami peristiwa tersebut. Saat itu, Kamis, 15 Agustus 2019 mahasiswa Papua dengan sejumlah warga Malang bentrok.

Peristiwa itu terjadi ketika Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, melakukan aksi damai mengecam penandatanganan New York Agreement antara Pemerintah Indonesia dengan Belanda pada 15 Agustus 1962.

Setelah peristiwa tersebut berakhir dengan kericuhan, Irjen Paulus pun mengadakan pembicaraan dengan berbagai pihak untuk menentukan langkah yang harus dilakukan.

Peristiwa tersebut mendapat perhatian serius Kapolri. Selang beberapa saat, Kapolri pun mengajak Sang Jenderal  bintang dua itu untuk membicarakan dan menyikapi peristiwa yang terjadi. Dari berbagai pembicaraan tersebut, ditentukan poin utama, yaitu melakukan pendekatan komunikasi.

Artinya, langkah utama yang harus ditempuh berbagai pihak, baik Kapolda, Pangdam, Bupati, aparat lainnya, semuanya, sejatinya lebih mengutamakan komunikasi yang aktif.

Bagi Sang Jenderal, langkah komunikasi yang intensif merupakan cara terbaik untuk saling memahami.

Sementara pihak berwajib melakukan komunikasi dengan pihak terkait, Sang Jenderal pun mendorong para tokoh berdiskusi, baik antar tokoh Papua maupun antar tokoh Papua dengan tokoh masyarakat di Malang, juga di Surabaya.

la yakini tatkala berbagai peristiwa bermula dari kata-kata, maka penyelesaiannya pun seyogianya dengan kata-kata juga.

Namun, harapan yang didambakan, tidak selalu mudah berwujud dalam kenyataan. Demikian pula, peristiwa di Malang dan Surabaya pun tidak lantas bisa selesai dengan mudah. Bahkan, alih-alih mereda, justru semakin meluas.

Efek peristiwa tersebut dengan cepat bergulir di Papua. Tatkala situasi semakin memanas, Kapolri pun mengatakan, bahwa yang memungkinkan untuk mengatasi situasi tersebut dengan cepat kembali kondusif, sepertinya, harus orang yang mengenal dan mengetahui betul masyarakat dan kultur Papua.

Tentu, secara implisit, yang mendapat tugas terjun menyelesaikan masalah tersebut adalah Irjen Paulue Waterpauw.  Artinya, Sang Jenderal yang pernah menduduki  jabatan Kapolda di Papua dan Papua Barat tersebut, memang harus kembali ke Bumi Cendrawasih.

Mendengar kata-kata Pak Kapolri, Paulus pun kaget di benaknya, penugasan tersebut sebenarnya tidak lazim. Tidak biasa seorang Kapolda menjabat kembali di tempat semula ! Oleh karena itu, ia diam saja, tak berkata-kata.

Jeda beberapa saat, tidak kurang dari satu hari, kemudian Irjen Paulus merespon permintaan Kapolri. Hatinya tergerak, demi bangsa, demi negara, demi institusi Kepolisian Polri, demi saudara-saudaranya di Papua dan warga negara di manapun berada, Sang Jenderal pun menjawab: Siap!

Kata siap yang terucap, walau pendek namun tegas! Kesiapannya pun tentu dilatarbelakangi dengan berbagai pertimbangan.

Menurutnya, persoalan tersebut tidak sederhana, penanganannya harus benar-benar tepat. Bagaikan mengobati dan membalut luka, harus benar-benar luka tersebut tidak semakin menganga, dan rasa sakitnya agar tidak menjalar lebih luas.

Pertimbangan lain, Sang Jenderal pun melihat, bahwa para pejabat yang menangani persoalan tersebut, juga seperti kedodoran. Walau pemerintah, aparatur negara seperti menteri sudah membangun komunikasi yang dinilai sementara cukup, tapi situasi tidak kunjung mereda.

Berita-berita yang sampai ke Paulus Waterpauw semakin memilukan. Peristiwa yang terjadi di Malang dan Surabaya, berpengaruh ke Papua, seperti terjadinya perusakan fasilitas-fasilitas umum yang tak terkait langsung dengan akar peristiwa.

Kejadian-kejadian seperti itulah yang menggugah dirinya untuk bersedia kembali ditugaskan di Papua.(rustam madubun)

Buku Paulus Waterpauw Mengabdi dengan hati jilid satu (1) dan jilid dua (2). FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *