Papua Barat

Sepenggal Catatan Seorang Jurnalis, OPM, Separatis dan OTK

504
×

Sepenggal Catatan Seorang Jurnalis, OPM, Separatis dan OTK

Sebarkan artikel ini
Print

Penulis. PAPUADALAMBERITA. FOTO: DOKUMEN PRIBADI

PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Tahun 1982 saya injak Jayapura ikuti orang tua yang pindah tugas ke Irian Jaya. Bersekolah di SMA Negeri 2 Jayapura Dok VII (sekarang di Dok IX) atas.

Suatu hari, jelang siang lonceng sekolah kami berbunyi panjang tanda pulang, kita bertanya  kenapa pulang cepat?

Dijelaskan karena ada OPM kibarkan bendera. Itu awal saya dengar kata OPM, kemudian diketahui OPM itu singkatan dari Organisasi Papua Merdeka.

Berjalannya waktu, 18 Desember 1988 Jayapura mencekam, Doktor Thomas Wapai Wanggai mendeklarasikan berdirinya Republik Malanesia Barat di Stadion Mandala Jayapura ditandai pengibaran bendera bintang empat belas.

Uniknya, bendera bintang empat belas berbeda dengan bendera bintang kejora, bendera versi doktor Wanggai punya 14 bintang dijejer mebentuk salip di kain warna hijau sampingnya ada warna hitam, putih dan merah.

Kebetulan, rumah saya di atas Stadion Mandala Jayapura berdekatan dengan SMP Negeri I Jayapura, dari ketinggian di belakang SMP bebas melihat ke arah Stadion Mandala, sore itu tampak banyak tentara dan polisi berjaga-jaga.

Peristiwa itu terjadi saya sudah masuk kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIMA) Yapis Jayapura kini menjadi Universitas Yapis Papua,  jadwal kuliah sore dan malam diliburkan.

Nama Thom Wanggai dan OPM menjadi populer kalau sekarang sebutnya viral di masyarakat Jayapura karena ingin mendirikan negara di atas negara.

Perjuangan Thom Wangai bersama kelompoknya  bukan di hutan, tetapi di kota, tidak sembunyi-sembunyi, tidak kekerasan, tidak ada pembunuhan, dibanding sekarang berjuang di hutan  dengan teror, membunuh, anggota TNI, Polri dan warga sipil.

Thomas Wanggai anak Papua yang cerdas, pergerakan dan idiologinya memang anti negara kesatuan republik Indonesia, tetapi Ia anti kekarasan, berjuangan dengan damai.

Ia alumni  pendidikan tinggi bidang administrasi pemerintahan dari Okayama University dan Florida State University berjuang dengan konsep damai.

Tetapi, perjuangannya  mewujudkan Papua Merdeka tidak membuahkan hasil, hidupnya trgais, 20 tahun sebagai warga binaan Lembaga Pemsayarakatan (Lapas) Jayapura di Abepura, sebagai buah dari gerakan separatis 18 Desember 1988 di Stadion Mandala.

Sisa hukuman delapan tahun dihabiskan di penjara Cipinang Jakarta sampai wafat 13 Maret 1996, dimakamkan di pemakaman umum Kayu Batu Deplat Kanan Jayapura Utara 19 Maret 1996.

Saya bersama sahabat saya Angelng Murcana menjadi saksi sejarah dalam liputan Thom Wanggai, karena kami menjadi Jurnalis di harian Cenderawasih Pos, Jawa Pos Gruop.

Wafat 13 Maret 1996, jasad Thomas Wanggai diterbangkan dari Jakarta ke Jayapura pada 18 Maret 1996, hari paling mencekam, kerusuhan melanda Sentani, Abepura hingga Jayapura.

Sejak pagi mahasiswa dan warga berkumpul di Bandar Udara Sentani menjemput almarhum,  warga berharap ambulance yang membawa jenazah masuk ke Universitas Cenderawasih (Uncen) untuk di semayamkan sejenak di Aula Uncen sebagai penghormatan terakhir kepada almarhum yang merupakan dosen Uncen.

Kenyataan tidak sesuai harapan, mobil yang masuk ke Uncen kosong, peti  jenazah almarhum dengan tumpangan kenderaan lain melejit ke Jayapura hingga tiba di rumah duka DOK IX.

Disitulah amarah massa memuncak, mahasiswa dan massa berjalan kaki dan berkendaraan melayat ke rumah duka Dok IX, sesampai di tanjakan Skyline, massa dihalau ABRI (kini, TNI,) dan Polri yang siaga.

Massa kembali ke Abepura, di Abepura terjadi  kebakaran toko, bangunan dirusak, kendaraan roda empat dan roda dua dibakar, suasana Sentani hingga Dok IX hening.

Sebelum sampai ke kampus Uncen aparat telah bersiaga, massa kembali dihadang, ada yang lari, ada yang sembunyi disudut pertokoaan ada yang tertangkap aparat.

Pasca kerusuhan, berangsur-angsur pasukan BKO dikirim dari sejumla Kodam dan Polda di Indonesia masuk Jayapura bersiaga hingga pemakaman almarhum usai. Saat pemakaman hanya beberakali lemparan  ke kios dan rumah warga sepanjang jalan yang dilalui massa.

Kepala Staf Angkatan Darat Kodam Trikora (waktu itu Kodam Cenderawasih dan Pattimura masih satu, red) Brigjen TNI Jhoni Lumintang menggelar pertemuan bersama pejabat Irian Jaya dan tokoh dari berbagai elemen menyikap situasi Jayapura.

Ratusan orang tertangkap aparat, puluhan orang terbukti dalang kerusuhan, Jayapura hening dan mencekam.

Dari sepenggal cerita saya ini, teriakan Papua merdeka saat itu kencang, walaupun sebelumnya pada tahun 1965 teriakan Papua merdeka telah disuarakan Ferry Awom di Ransiki (kini menjadi ibu kota Kabupaten Manokwari Selatan, red) yang menetapkan kemerdekaan Papua Barat 18 Juli 1965.

Ferry Awom mendirikan markas OPM hingga ke belantaran bukit dan hutan Arfai Manokwari yang kini menjadi Kantor Gubernur Papua Barat yang berdekatan dengan Kodam XVIII/Kasuari.

Berpulangnya Thomas Wanggai, teriakan Papua Merdeka tidak meredup, tahun 1990an teriakan itu muncul, idiologinya masih sama yaitu adu konsep bukan kekerasan.

Namun namanya berbeda, tidak ada kata Papua merdeka, tetapi tercipta satu gerakan moral yang dimotori orang-orang hebat bahkan kehebatan mereka boleh di kata melibihi Thomas Wapia Wanggai.

Yaitu Don Flassy, Pdt Herman Awom, Thaha Alhamid, Theys Hiyo Eluay dengan nama organisasi Persedium Dewan Papua (PDP) yang idiologinya dialog pelurusan sejarah, Irian Barat.

Sebelum Ketua PDP dipimpinan Theys Eluay ditemukan meninggal dunia di daerah Koya Timur, Theys menggelar Kongres  2.000, panitia kongres memperoleh sokongan dana senilai Rp1 Miliar (satu miliar rupiah) dari Presiden Abdulrahman Wahid alias Gusdur.

Dinamakan Kongres 2.000 karena digelar pada tahun 2.000 di GOR Cenderawasih Jayapura yang dihadiri dewan adat se Irian Jaya.

Sebelum menggelar kongres, Theys Eluay bermarkas di Gedung Dewan Kesenian Irian Jaya (DKIJ) di Jalan Irian (depan taman IMBI Jayapura, red),  pagi dan sore ada kenaikan dan penurunan bendera bintang kejora  dengan penggerek bendara Satuan Tugas (Satgas) Papua semacam undrbouwnya PDP dan menjadi tontonan warga Jayapura setiap hari, saat itu.

Ini gambaran teriakan perjuangan Papua merdeka di era 1983, 1999, 2000. Di kota bergerak dengan idiologi membangun dialog damai bersama pemerintah, di sejumlah belantara rimba Irian Jaya ada yang menamakan diri sebagai tokoh pejuangan Papua merdeka.

Sebut saja, Wiliam Ondi di Merauke yang menyandra pekerja perusahaan kayu PT Korindo, di Timika terkenal nama Kelik Walik bergerak disekitar area tambang PT Freeport Indonesia.

Kelik Kwalik pernah menyandera peniliti Lorenz di Mapnduma, kemudian dibebaskan Satgas 81-Gultor Koppasus pimpinan Mayjen Prabowo Subianto yang juga sebagai Danjen Koppasus dan I Nyoman Cantiasa mantan Pangdam XVIII/Kasuari yang  saat itu masih berpangkat Lettu.

Onde, Kwalik dua tokoh garis keras bergerilya di rimba Irian Jaya akhirnya meniggal dunia dalam kontak senjata di tempat dan waktu berbeda. Kelik Walik meninggal dunia di jalan baru Koprapoka Timika pada subuh hari setelah tertembak.

Matinya Kelik Kwalik menyusul terbakarnya Pasar Sentral  Timika, Kelik Kwalik dimakamkan dekat bundaran kota Timika berhadapan dengan Gedung Eme Neme Yauware, sebelumnya almarhum disemayamkan di Gedung DPRD Timika.

Peristiwa ini kembali menjadi kenangan sejarah saya, perjalanan seorang jurnalis di harian Radar Timika, sebelum pindah ke harian Timika Express dan ke Manokwari hingga kini.

Wiliam Onde yang sempat hadir saat Presiden RI KH Abdulrahman Wahid (Gus Dur) menyaksikan terbit matahari pagi dari Kodam XVII/Cenderawasih sebelum ia meninggal dunia di belantara hutan Merauke.

Perginya Thomas Wanggai, meninggalnya Theys Eluai, berpualngnya Kleik Walik dan Wiliam Onde si rambut gimbal, Papua kondusif.

Kemudian Jakarta mekarkan Provinsi Papua Barat, Brigjen Marinir (pur) (alm) Abraham Octovianus Atururi sebagai Gubernur Papua Barat hingga dua periode.

Pergerakan  yang menamakan diri Papua merdeka di kota dan hutan meredup sejenak. Gerakan yang biasanya didominasi tokoh-tokoh pesisir pantai Papua bergeser ke gunung.

Seakan diambil alih generasi muda yang mendiami wilayah gunung dan lembah, lahir lah yang namanya Goliat Tabuni, Viktor Yeimo, Mussa Sembom dll dengan nama organoisasi beragam pula, tidak lagi memakai nama “keramat” OPM sebagai kelompok separatis paling populer.

Kini, teror maut terbaru, Polda Papua Barat menyebutnya ada Orang Tidak Dikenal (OTK) meneror pekerja proyek jalan trans Kabupaten Teluk Bintuni-Maybrat Papua Barat yang menewaskan empat warga sipil Kamis (29/9/2022).

Berbeda dengan kepolisian, TNI melalui Kapendam XVIII/Kasuari Kolonel Inf Batara Alex Bulo,SHub.Int menyebut peristiwa itu didalangi Kelompok Separatis Teroris Bersenjata (KSTB).

Kejadian Kamis dua hari lalu mengingatkan kita pada peristiwa penembakan di Papua yang menewasakan seorang perwira tinggi  TNI berpangkat brigadir jenderal dengan jabatan prestisius, yaitu Kepala Badan Intellijen Daerah (Kabinda) Papua, perwira terbaik Kopassus.

Setelah di Papua, pada 2 September 2021 Papua Barat bergejolak, dikejutkan pembunuhan bernuansa separatis, tidak tangung-tanggung satu periwira, tiga anggota TNI BKO Pos Kisor, Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat gugur dengan luka sabetan parang.

Peristiwa Maybrat di rilis Polda Papua Barat pada Jumat (10/9/2021) ada 17 nama sebagai pelaku paling bertangung jawab pimpinan Silas Ki.

Sedangkan pada 2 September 2021 Panglima Kodam XVIII/Kasuari Mayor Jenderal TNI I Nyoman Cantiasa, SE, MTR (HAN) mengatakan, pelaku pembunuhan terhadap empat prajurit TNI di Aifat dilakukan Kelompok Separatis Teroris (KST).

Lain lagi pernyataan Mussa Sembom, bahwa kelompok paling bertangungjawab adalah Tentara Pembebasan Nasinoal Papua Barat (TPNPB) aviliasi dari Oraganisasi Papua Merdeka (OPM).

Menko Polhukam Mahfud Md angkat bicara tentang keamanan di Papua pasca sejumlah penembakan yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB), Mahfud sebut musuh rakyat bukan Papua, melainkan KKB.

Lantas apa arti dari perbedaan istila beraroma separatis  yang berawal dari OPM, KNPB, kemudian KSTB, TPNPB, KKB sampai OTK?

Faktanya, gerakan mereka di provinsi Papua dan Papua Barat, terbaru di Jalan Trans Teluk Bintuni-Maybrat telah meninggalkan duka, gangguang ketertiban masyarakat, stabilitas keamanan dan menjadi catatan kelam lembaga hak asasi manusia Indonesia.

Harus disadari, teror itu adalah sinyal untuk pemereintah daerah Kabupaten, kota, Papua Barat, TNI dan Polri bahwa gerakan anti NKRI dan tindakan kriminal bermotif separatis tumbuh di Papua Barat.

Dan bisa kembali terjadi kapan saja. Seperti yang sudah terjadi dua kali sama-sama di bulan September  2021 dan September 2022 hanya beda tanggal, Kisor dan Muskona Bintuni-Maybrat.

Danjen Kopassus saat itu Mayjen TNI Prabowo Subianto pada pemakaman anggota TNI yang tewas saat pembebasan sandra peneliti Lorens kepada wartawan di  taman makam Pahlwan Waena Jayapura mengatakan, TNI tidak akan melepas sejengkal tanah ini jatuh ke tangan penjajah.(rustam Madubun/pemred)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *