PAPUADALAMBERITA.COM,
Jakarta – Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli
Juwaini mengatakan fraksinya menginginkan adanya pendekatan yang tepat dalam
Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual yaitu sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila, moral agama dan sosio-kultural masyarakat Indonesia.
“Kita ingin buat polemik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi terang
benderang,” kata Jazuli dalam keterangan tertulisnya terkait diskusi
publik yang membahas polemik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Komplek
Parlemen di Jakarta, Rabu.
Jazuli mengatakan apa yang dikritik masyarakat termasuk PKS dari RUU itu bisa
dijelaskan secara transparan dan bagaimana upaya rekonstruksinya.
Langkah itu menurut dia agar darurat kejahatan dan penyimpangan seksual
ditangani dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,
moral agama dan sosio kultural masyarakat Indonesia.
“Kami ingin RUU itu semakin kuat, jelas, dan tepat sasaran sesuai tujuan
melindungi perempuan, anak, dan generasi bangsa umumnya dari setiap bentuk
kejahatan dan penyimpangan seksual,” ujarnya.
Jazuli mengatakan sejak awal FPKS menolak RUU tersebut dinilai salah
perspektif dalam melihat akar masalah dan solusi kejahatan dan penyimpangan
seksual yang terjadi di masyarakat.
Dia menilai RUU tersebut salah perspektif sehingga menghasilkan miskonsepsi
pengaturan dan tidak sejalan dengan situasi dan kondisi serta nilai-nilai
sosial kultural masyarakat Indonesia yang beragama dan berbudaya luhur.
“Akibatnya pasal-pasal kekerasan seksual melebar kemana-mana, sementara
persoalan pokok atau akar masalahnya malah tidak diatur,” katanya.
Dia mencontohkan sejumlah miskonsepsi akibat kesalahan perspektif RUU P-KS
seperti penyebutan istilah “hasrat seksual” sebagai bagian yang
dilindungi dari ancaman bisa dimaknai mencakup disorientasi seksual seperti
LGBT padahal kultur masyarakat menolak LGBT.
Jazuli menjelaskan istilah “ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi
gender” yang merupakan perspektif feminis liberal yang tidak membedakan
hubungan di luar perkawinan maupun di dalam perkawinan yang dalam kultur
Indonesia sangat sakral.
“Demikian halnya pengaturan larangan pemaksaan kontrasepsi dan pemaksaan
perkawinan, mengindikasikan pergeseran fokus dari tindak kejahatan
seksual,” katanya.
Selain itu menurut dia, pengaturan pemaksaan aborsi dan pemaksaan pelacuran
secara implisit justru bisa dimaknai pelegalan aborsi dan pelacuran sehingga
miskonsepsi seperti itu yang tegas ditolak.
Atas dasar kajian tersebut, menurut dia Fraksi PKS mengusulkan perubahan judul
RUU menjadi RUU Penghapusan Kejahatan Seksual yang berprespektif Pancasila
khususnya yang berangkat dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa atau nilai moral
agama.
“Pengaturannya harus jelas dan tegas yaitu melarang dan menghukum semua
praktik perzinahan, pelacuran, perkosaan, dan perilaku seks menyimpang LGBT
yang jelas dilarang agama manapun di Indonesia,” katanya.(ant)