Papua Barat

Opini COVID-19: Fobia yang Berlebihan, Andaiakan yang Positif COVID-19  itu Saya

126
×

Opini COVID-19: Fobia yang Berlebihan, Andaiakan yang Positif COVID-19  itu Saya

Sebarkan artikel ini
Print

Jangan lupa pakai masker.

PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI-  Andaikan saya pulang dari daerah terpara CoronaVirus Disease 2019 (COVID-19), sahabat saya mengatakan saya harus diperiksa, setelah diperiksa, sahabat saya mengatakan saya harus dikarantina mandiri sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP).

Setelah dikarangtina mandiri sahabat saya mengatakan saya harus diawasi tenaga medis dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan  COVID-19, setelah diawasi sahabat saya pertanyakan apakah sampel saya sudah diambil Tim COVID-19 ?

Setelah sampelnya dikirim sahabat saya pertanyakan hasilnya positif atau negative, setelah diketahui positif sahabat saya mengatakan saya harus diisolasi, setelah saya mau diisolasi, sahabat saya marah dan menolak, saya berpikir sebetulnya yang diinginkan sahabat saya itu apa. Terus apa yang harus saya lakukan.

Sebelumnya sahabat saya pernah menolak saya, karena saya dari daerah terpara, pemerintah pun memulangkan saya dengan penerbangan pada hari berikutnya.

Apa yang sahabat saya pertanyakan adalah sangat benar dan itu hak sahabat saya untuk memperoleh perlindungan kesehatan dari pemerintah, seharusnya sama dengan saya yang memilik hak untuk memperoleh kesehembuhan.

Pemerintah harus hadir melindunggi sahabat saya, saya, keluarga saya serta warga lain di tengahnya virus yang berkembang secara massif dan mewabah hingga ke daerah yang kami tingggal, Manokwari di Papua Barat.

Kenapa sahabat saya mempertanyakan semua itu, karena sahabat saya melihat diberbagai media sosial, tidak hanya warga yang positif COVID-19, yang  meninggal dunia saja ditolak saat mau dikuburkan, bahkan petugas medis yang positif dan meninggal ditolak pemakamannya.

Lantas saya berpikir andaikan para medis yang menjadi garda terdepan dari sekian garda-garda terdepan lainnya menolak saya yang sudah positif untuk dirawat di rumah sakit,  atau diisolasi sebagai bentuk amarah atas rekan mereka yang berjuang menyalamatkan ribuan nyawa manusia termasuk nyawa saya dari ancaman virus  yang mematikan ketika ditolak warga, kira-kira apa yang terjadi dalam pemikiran kita? Entalah dan berpikir.

Saya menjadi prihatin dengan fobia yang sahabat saya alami sendiri, bukankah sahabat saya telah mengalami fobia yang berlebihan untuk menolak orang positif atau menolak yang meninggal dunia karena positif saat mau dikuburkan?

Pemerintah dihadapkan persoalan baru selain mewabahnya corona, yaitu “wabah” fobia sahabat yang berlebihan terahadap COVID-19.

Walaupun pada akhirnya pasien postif atau pasien positif yang meninggal dunia dan dikuburkan, tetapi kenapa harus melalui satu perselisihan panjang dengan penolakan hanya karena sahabat saya yang terlalu fobia dengan COVID -19, atau karena sahabat saya yang tidak tahu tentang penularan COVID-19 dan protocol penanganan dan pemakaman pasien positif?.

Itulah fakta yang menyelimuti dunia kesehatan ketika pemerintah “berdarah-darah” berusaha memutuskan rantai penyebaran COVID-19.

Sahabat saya mungkin tidak mengetahui jika petugas medis menangani pasien positif di ruangan khusus, dikebumikan juga khusus. Salah satunya adalah tadi harus diisolasi di ruang khusus, lantas kenapa sahabat saya masih menolak saya untuk disisolasi.

Kalau tidak disisolasi, saya kembali ke karantina mandiri dan meninggal kemudian ditolak dikuburkan dan membusuk apakah jasad saya itu tidak jauh lebih berbahaya dan penyebraanya jika tidak dikubukrakan?

Untuk itu pemerintah selalu mengimbau andaikan saya positif, saya harus jujur memberi tahu kepada Gugus Tugas Penaganan Percepatan COVID-19  bahwa orang-orang siapa yang telah memiliki kontak dengan saya dan orang-orang yang pernah kontak dengan saya jangan takut melapor ke gugus tugas, ini dimaksud untuk memutuskan mata rantai penyebarannya.

Karena dengan kejujuran dan laporan yang benar  kondisi kesehatan sahabat saya atau keluarga saya dapat diketahui lebih dini sehingga cepat mendapat pengobatan dan kesembuhan.

‘’Masyarakat tidak perlu menolak perawatan orang yang positif di rumah sakit. Karena rumah sakit memang disiapkan untuk merawat orang sakit. Kalau ditolak di rumah sakit, lalu mau dirawat dimana,’’ tulis Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Proivinsi Papua Barat dr Arnlodus Tiniap dalam siaran persnya kepada wartawan Sabtu (18/4/2020) di Manokwari, pagi yang begitu cepat beredar di media sosial grup-grup whatsapp.

Dokter asal Merauke ini menulis b ahwa coba bayangkan bila yang sakit itu adalah kita atau salah satu anggota keluarga kita!!!

‘’Kita perlu pahami bahwa penyakit ini dapat mengenai siapa saja, tanpa memandang saya dari suku apa, bangsa mana, agama apa, dan ras dari mana,’’ jelas dokter Tiniap.

Ia mengatakan bahwa saat ini sudah ada warga dari Papua Bar asal Bintuni  positif corona, yang menjalani perawatan di Makassar, Sulawesi Selatan dan bahkan mungkin saja berada di tempat lain juga.

‘’Kita harus berpikir jernih dan gunakan hati kita. Cermati segala informasi yang kita peroleh dengan baik, bijak, dan jangan mudah dihasut atau mau diprovokasi,’’ terang dokter Tiniap.

Masyarakat tidak perlu khawatir dan JANGAN PERCAYA bahwa penularan dapat melalui angin yang diterbangkan dari rumah ke rumah, atau dari kompleks rumah sakit ke pemukiman sekitarnya, ITU TIDAK BENAR.

Menurut Tiniap virus ini hanya menular melalui, percikan cairan yang keluar saat batuk dan bresin atau saat bicara,kontak tubuh, misalnya jabat tagan, berpelukan dan pengunaan alat atau benda yang sama

‘’Dengan demikian kita dapat mencegah melalui penggunaan masker, sering mencuci tangan dan kurangi menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang kotor, jaga jarak saat berinteraksi dengan orang lain, tidak jabat tangan atau berpelukan, dan hindari kerumunan massa, serta kurangi aktivitas di luar rumah bila tidak penting,’’ Tiniap dalam rilisnya.

Daikhir rilisnya Tiniap berpesan bahwa dengan melihat cara-cara penularan di atas, dapat disimpulkan bahwa VIRUS MENYEBAR MENGIKUTI PERGERAKAN MANUSIA. Oleh karena itu apabila kita tidak ingin tertular, maka kita harus lebih banyak tinggal di rumah dan melakukan upaya-upaya pencegahan seperti yg dijelaskan di atas, dan upaya-upaya ini harus dilakukan secara bersama-sama, mulai dari diri kita masing-masing.#Sa jaga ko, ko jaga sa, kitong baku jaga.(rustam madubun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *