Papua Barat

Di Mata Wartawan, Abraham Atururi, Gubernur Tegas, Disiplin dan Memperhatikan Kemajuan SDM Papua

138
×

Di Mata Wartawan, Abraham Atururi, Gubernur Tegas, Disiplin dan Memperhatikan Kemajuan SDM Papua

Sebarkan artikel ini
Print

Kenangan terakhir Nicolas Pattipawai dalam liputan melakukan siaran langsung di TVRI Papua Barat pada pemakaman dan persemayaman terkahir almarhum Brigjen TNI (MAR) (Pur) Abrahama Atururi di Taman Makam Pahlwan (TMP) Trikora Manokwari, Senin (23/9/2019). FOTO: papuadalamberita.com/rustam madubun

PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI –  Pertama menjadi  pamong di jajaran pemerintah Irian Jaya. Tahun 1992 – 1997 Abraham Atururi menjadi Bupati Kabupaten Sorong.

Baca juga: Perginya Bapak Pembangunan, Bram Atururi

Baca Juga: Suasana Haru Iringgi Pemakaman Gubernur Papua Barat Pertama, Abraham Atururi

Baca juga: Perlancar Pemakaman Abraham Atururi, Satlantas Polda Papua Barat dan Polres Manokwari Lakukan Rekayasa Lalu Lintas

Seusai memimpin Sorong, pada tahun 1996  sampai tahun 2000 Abraham kadang Ia disapa, kadang juga ada yang menyapa Bram ini menjadi penjabat Wakil Gubernur Irian Jaya (ketika itu belum ada pemekeran provinsi).

Jejak menjadi orang nomor satu dalam pemerintahan terus meroket. Pada tahun 2000 terjadi pergolakan dan “reformasi” pemerintahan di Irian Jaya, yaitu di Kabupaten Timika dan Kabupaten Manokwari.

Provinsi Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah dibentuk dimasa pemerintahan Presiden Baharuddin Yusuf Habibie yang berkuasa di Indonesia antara 23 Mei 1998 sampai dengan 20 Oktober 1999 berdasar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999.

Kemudian Presiden KH Abdul Rahman Wahid mengganti nama Irian Ja menjadi Papua, Papua pun memiliki dua provinsi, Papua dan Papua Barat.

UUD Nomor 45 tahun 1999 pembentukan provinsi baru memicu pergolakan, gelombang protes datang dari masa di Timika dan Manokwari warga dua di daerah ini menolak pemekaran Papua menjadi tiga provinsi, Irian Jaya saat itu di pimpinan Gubernur Jap Solossa.

Kerushan hebat pecah di Timika, korban berjatuhan, dua orang meninggal dunia,  sejumlah perkantoran dan fasilitas public di Timika rusak dan terbakar.

Timika ketika itu di Pimpimpin Bupati Klemen Tinal, Klemen Tinal gagal menjadikan Timika sebagai  Ibu kota Provinsi Irian Jaya Tenggah. Andaikan Timika menjadi provinsi, Herman Monim selaku wakil Gubernur II Irian Jayalah yang menjabat penjabat gubenur.

Bagimana dengan Irian Jaya Barat? Pergolakan pun muncul, ada “revolusi” hebat di pulau kepala burung. Irian Jaya Barat resmi menjadi provinsi sendiri, Abraham Oktavianus Atururi menjadi penjabat kepala daerah pada tahun 2000.

Semangat dan perjuangan Bram membuahkan hasil. Dari polesan tangan dinginnya dan keceerdasannya, Irian Jaya Barat setara dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia, resmi dan syah secara pemerintahan dan hukum tata negara Ia menjadi Provinsi ke-33 yang ber-ibu kota Manokwari.

Selepasa tahun 2000, pada tahun 2003 sampai 2005 Abraham kembali menjabat penjabat Gubernur Irian Jaya Barat. Waktu dua tahun Ia dutugaskan Departamen Dalam Negeri untuk mempersiapakan pelaksanaan pemelihan kepala daerah provinsi Irian Jaya Barat devinitif.

Pada Tahun itu,  nama Abraham Atururi dan almarhum Rahimin Katjong masuk bursa Pilkada Gubernur Papua Barat, bersaing dengan rifalnya seperti Yoris Raweyai, Ali Kastela serta beberapa nama lain.

Hasil Pilkada bulat memilih Bram-Katjong  untuk membawa provinsi yang telah memiliki 12 kabupaten da satu kota lima tahun kedepan.

Pada Periode berikutnya dua nama yang sama Bram-Katjong  mencuat dan menjabat Gubernur Papua Barat hingga 2017. Sehingga total 11 tahun Ia menjadi kepala daerah di Papua Barat, waktu yang cukup panjang bagi seorang penjabat gubernur hingga gubernur dua periode.

Dimasa kepimpimpinya, ia membangun komunikasi tidak hanya dengan pemerintahan pusat di Jakarta atau kolega dari dunia usaha sebagai partner untuk masuk berinvestasi di Provinsi Papua Barat.

Ia merangkul media, baik cetak, radio dan televise untuk menjadi mitra kerja dalam menyebar luaskan hasil-hasil pembangunan dibawah kepemimpinanya, walaupun pada saat itu media dan jurnalis di Manokwari belum sebanyak sekarang (tahun 2019).

Abraham sapaan akrab jenderal bintang satu TNI dari matra laut memahami tugas-tugas jurnalistik dan pentingnya media dalam menginformasih pesan-pesan pembangun, hal ini sangat diakui dua wartawan senior di Manokwari yang ketika diera kepemimpinnya cukup dekat dengannya dalam batasan tugas dan profesi.

Nicolas Pattipawai pada pemakaman dan persemayaman terkahir almarhum Brigjen TNI (MAR) (Pur) Abrahama Atururi di Taman Makam Pahlwan (TMP) Trikora Manokwari, Senin (23/9/2019). FOTO: papuadalamberita.com/rustam madubun

Nicolas Pattipawae senior dari SCTV (kiniTVRI Papua Barat) dan senior Mursidin Laode dari Harian Cenderawasih mengakui hal itu.

‘’Almarhum sangat memahami tugas kita, belaiu cukup tegas dan sangat mencernai setiap pertanyaan yang mau disuguhkan wartawan,’’ kenang Nico yang ditemui papuadalamberita.com seusai pemakaman almarhum di TMP Trikora Manokwari, Senin (23/9/2019).

Nico memiliki sejumlah pengalaman bersama almrhum dalam berbagai liputan di luar daerah maupun di Manokwari.

‘’Kalau kita tidak menguasai materi pertanyaan, sebaiknya tidak usah bertanya, jadi kalau sebelum wawancara bapak Bram, lebih baik kita siapkan materi dulu, kalau tidak pace kembali bertanya balik pada kita,’’ kenang Nico yang mengakui kedisiplinan sang jenderal. ‘’Yah itu kita mengerti karena bapk kan orang milter jadi jiwa korsa dan displin sudah tertanam sejak jadi militer,’’ serga Nico.

Wartawan yang sudah malang melintang di dunia jurnalistik terutama TV ini punya kenangan ketika mendapinggi almarhum dalam kunjungan ke Kabupaten Bintuni dan LNG Tanggu di babo. ‘’Kita harus gerakan cepat, karena bapak orangnya tegas sangat disiplin dalam waktu,’’ kenangnya.

Para senior dengan wilayah liputan Pemda Provinsi Papua Barat, Polda Papua Barat. Dari kanan Mursidin dari Harian Radar Sorong, Toyiban Wartawan Antara/Harian Cahaya Papua Manokwari, Fenti Rumbiak Pemred media online jagatpapua.com, Rasid media online papuakita.com dan Aris Balubun Harian Pag Papua Barat Pos Sorong. FOTO: album pribadi mursidin./papuadalamberita.com

Hal senda diungkap senior yang sejak awal menjadi wartawan harian Cenderawasih Pos di Manokwari hingga kini Ode Mursidin.

Bapak orangnya tegas, kalau mau bertanaya harus mengetahui materinya.  Jangan coba-coba  pertanyaan yang meraba-raba,  jadi sebelum bertanya persiapkan materi karena orangnya tegas dan kita maklumi itu karena beliau dari militer,’’ ujar Sidin yang ditemui papuadalamberita.com disela-sela persemayaman terakhir almarhum  di Kantor Gubernur Papua Barat Senin (23/9/2019).

Mursidn dan Nico mengakui dieranya Bram sebetulnya tidak sulit untuk bertemu gubernur, asalkan dijadwalkan. ‘’Kita juga bisa ketemu beliau pada waktu santai tidak hanya formal.  Kalau wawancara pertanyaanya harus sesuai dengan tema kegiatannya yang sementara beliau gelar, kalau keluar dari kegiatan itu beliau tidak menanggapi,’’ kenang Mursidin.

Masih teringat dalam benaknya ketika almarhum menjabat gubernur periode pertama ada pertemuan rutin wartawan bersama gubernur yang dikemas dalam acara coffee morning bersama wartawan.

Tertapi menurut Mursin dan Nico acara rutin itu tidak berjalan lama, padahal itu dijadwalkan setiap minggu pada hari Jumat. ‘’Mungkin ada kesalapaham antara protokoler dengan bagian kehumasan beliau saat itu acara coffee moring ditiadakan hingga beliau mengkahiri masa jabatan sebagai gubernur,’’ terang Mursidin.

Dimasa kepemimpinanya, Mursidin punya dua kenangan yang sulit dilupakan dalam menjalani profesi sebagai seorang jurnalis bersama Abraham Atururi.

“Saya pernah bertemu beliau di ruang kerja secara khusus karena waktu itu media cetak yang di Manokwari wartawannya baru saya saja. Saya bertemu  beliau di ruang kerja untuk wawancara khusu tentang proses terbentuknya Provinsi Irian Jaya Barat.,’’ ujar Mursidin.

Kesan lain yang ditangkapnya adalah Abraham Atururi memiliki ketegasan dan disiplin dalam kerja,  tetapi juga memiliki jiwa kebapakan.

‘’Dimasa kepemimpinannya Bapak Bram sangat memberikan dukungan kepada ASN untuk maju dalam pemberdayaan sumber daya manusia yang maju dan cerdas terutama Orang Asli Papua (OAP).

Kesan lain yang dialaminya yaitu ketika melakukan peliputan dalam mengikuti kunjungan kerja gubernur Kabupaten Wasior menggunakan Kapal TNI AL.

“Seusai kunjungan, dalam pelayaran dari Wasior ke Manokwari saya punya kamera hilang di atas kapal. Berita kehilangan kamera didegar pak Bram,  kemudian sebelum kapal merapat di pelabuhan Manokwari beliau suruh semua penumpang kapal dan ABKnya untuk meletakan tasnya di atas kapal, dan ketika turun di pelabuhan tidak ada yang membawa tasnya karena mau dilakukan pemeriksaan. Namun hasilnya juga tidak mnemukan kameranya,’’ kenangnya sambil tertawa, karena kameranya juga tidak diganti.

‘’Jadi orangnya dulu turun periksa satu-satu, kemudian periksa tasnya, tapi trada (tidak) ketemu kameranya,’’ ujarnya.

Kontingen Irian Jaya dan Siswa SMA Negeri Jawa Timur pembawa papan nama Irian Jaya pada persiapan Defile pembukaan PON XV tahun 2000 di Stadion Delta Surabaya yang dibuka oleh Wakil Presiden Megawati, 19 Juni 2000. FOTO: rustam madubun/papuadalamberita.com

Bersama Melky Mansoben (RRI) dan Arifin Soleh (Tifa Irian) serta atlet penyumbang medali emas dari cabang karate Fasila A Yoku dan Buce Hukunala saat menyaksikan kegesitan Jhon Murai bersaudara pada cabang atletik di Stadion Delta Surabaya. FOTO: dokumentasi pribadi/papuadalamberita.com.

Kenangan serupa saya alami ketika almarhum Abraham Atururi menjadi Wakil Gubernur Irian Jaya pada tahun 2000, almarhum menjadi ketua rombongan Kontingen Irian Jaya di Pekan Olahraga Nasional (PON) XV yang diselenggarakan di Jawa Timur pada 19 Juni sampai 30 Juni tahun 2.000.

Setelah open serimoni di buka secara resmi oleh Wakil Presiden Megawati di Stadion Delta Sidoarjo Jawa Ttimur, pada tanggal 20 Juni, 21 Juni Tim Sepak bola Irian Jaya yang ditukanggi pelatih Yotam Fonataba mengalami dua kali kekalahan di baka pengisihan, ketika melawan tuan rumah Jawa Timur dan tim sepak bola Aceh.

Melihat hasil buruk di babak penyisian, almarhum selaku Ketua Kontingen memerintahkan Lasia sebagai penanggungjawab konteng mengumpulkan semua pelatih offcial, tim medis, atlit dan wartawan di Lobi Hotel Brantas Surabaya untuk melakukan evaluasi dan pertemuan secara tertutup dari liputan media.

Dengan gayanya yang khas dan suara yang lantang di pembukaan pertemuan itu almarhum menegaskan kegagalan awal adalah karena ketidak displinan atlit, dan ketidak displinan pelatih dalam mepersiapkan diri menghadapi olahraga multi iven itu.

”Semuanya ini terjadi karena akbiat tidak dengar-dengaran, dan ini terjadi disemua cabang,” tegas Bram ketika itu.

Semua yang duduk dalam ruang mebisu tidak ada yang berani menyangga penjelasannya. ”Bagaiman kita mau menang, tim doa yang dibawah dalam dua agama untuk mendoaakan timnya setiap mau melakukan pertandingan tinggalnya bersama wartawan satu hotel yang terpisah dengan atlit, trus kapan doanya, kapan mainnya, kapan latihan, doa itu sejak pagi atlit bangun kumpul tim doa pimpin doa untuk kita, supaya kita diberi kekuatan kemudahaan dalam bertandingan selama di Surabaya,” ujarnya.

Memang saat itu wartawan yang Ia bawa dari Irian Jaya cukup banyak sekitar 23 wartawan yang dikomandoi Stev Dumbon dari RCTI liputan Irian Jaya ketika itu selaku official wartawan, kebetulan saya berkesempatan mengikut dalam liputamn dari Mingguan Irian Ekspress (anak perusahaan Cenderawasih Pos).

”Kami bersama tim doa menempati salah satu Hotel dibilangan Darmo Surbaya yang cukup jauh ke Hotel Brantas,” itullah kenagan bersama almarhum semasa hidup.(tam)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *