Pengrajin, penjual noken dan tas benang, Yulita Agapa yang ditemui papuadalamberita.com di Expo FORDASI 2023 di Halaman Kantor Gubernur Papua Barat, Selasa (26/9/2023). FOTO: ISTIMEWA. PAPUADALAMBERITA.
PAPUADALAMBERITA.COM.MANOKWARI – Terbuat dari bahan kulit kayu melinjo atau genemo kering, warnanya khas, alami tidak memakai pewarna.
Saat saya melihat stand pameran Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung Provinsi Papua Barat ada tiga wanita menata hasil kerajinan untuk di pamerkan pada expo FORDASI 2023 di halaman Kantor Gubernur Papua Barat, Manokwari Selasa (26/9/2023).
Salah satunya kerjaninan tangan produksi turun temurun secara manual tanpa mekai jarum, yaitu merajut noken.
Tahun 2012 UNESCO menetapkan noken sebagai warisan dunia tak benda. Sejak saat itu, setiap 4 Desember diperingati sebagai Hari Noken Sedunia.
Noken, adalah alat pembawa tradisional merupakan warisan budaya sangat berharga, selain sebagai alat pembawa barang, noken merupakan simbol identitas, kebanggaan masyarakat Papua.
Di zaman yang semakin modern, untuk menjaga kelestarian noken sebagai budaya sangatlah penting.
Masyarakat Papua memiliki keyakinan kuat terhadap keberadaan noken dalam kehidupan mereka.
Noken tidak hanya digunakan untuk keperluan sehari-hari, tetapi juga bermakna spiritual dan simbolik yang mendalam bagi masyarakat Papua.
Sehingga noken digunakan dalam berbagai upacara adat, ini menunjukkan betapa pentingnya noken bagi sebagai dari warisan budaya yang dijaga.
Pengrajin dan penjual noken dan tas yang disulam dari benag, Yulita Agapa yang ditemui di Expo FORDASI 2023 di Halaman Kantor Gubernur Papua Barat, Selasa (26/9/2023). FOTO: RUSTAM MADUBUN. PAPUADALAMBERITA.
Namun, kelestarian noken sebagai budaya menghadapi tantangan zaman. Gaya hidup modern, teknologi membawa perubahan kehidupan masyarakat Papua.
Banyak orang memilih tas modern berbahan benang yang disulam menyerupai noken, ingat, noken tidak dijahit dengan alat, tetapi noken dirajut dengan tangan, sehingga jangan heran jika harganya mahal dan waktu pembuatannya cukup lama, dan alami.
‘’Bahannya dari kulit genemo, dikupas, dijemur sampai kering, di gulung baru di jahit noken, dibuat hanya pakai tangan, tidak pakai jaru (hak) seperti tas benang ini,’’ ujar Yulita Agapa yang ditemui Papuadalamberita.com di arena pameran Selasa (26/9/2023).
Selain bahan baku noke yang khas dari kulit genemo yang tumbuh di hutan produksi di Papua Barat, yang bisa merajut, noken adalah orang pilihan.
Tidak semua penjual noke bisa jahit noke, kalau tas yang dijahit dari benang memnyerupai noken sekarang itu memang banyak, tapi itu bukan noken, itu tas benang.
‘’Kalau yang dari benang gampang dijahit jadi tas, tapi merajut satu noken kecil perlu waktu satu atau dua hari, tergantung waktu kosong kita dan kelincahan tangan kita merajut,’’ jelas ibu dua anak pasangan dari Anius Kwago ini.
Menurutnya merajut noken bagi generasi Papua kian langka, kalau tidak belajar merajut dari orang tua generasi yang merajut noke makin sedikit.
‘’Makanya, saya belajar merajut noken dari mama, saya harus tau merajut noken supaya jaga noke sebagai budaya di Papua,’’ cerita Yulita.
‘’Satu noken kecil waktu merajut bisa dua atau tiga hari, setelah bahan bakunya sudah jadi,’’ sambugnya.
Ia mengakui, dalam sehari noken yang terjual satu, dua saja, kalau tas dari benang banyak juga yang laku.
‘’Noken keciil Rp100.000, besar Rp350.000 sampai Rp500.000, kalau yang seperti baju mahal, karena ada yang dari benang, ada dari kulit kayu ganemo,’’ ujar Ylita yang menjual Noke di seputaran Amban Manokwari itu.
Menurut dia, hasil kerajinan tangannya cukup laku jika mengisi stand – stand pameran dari kantor-kantor.
Delegasi FORDASI Yogyakarta saat membeli noken di Expo FORDASI 2023 di Halaman Kantor Gubernur Papua Barat, Selasa (26/9/2023). FOTO: RUSTAM MADUBUN. PAPUADALAMBERITA.
‘’Pekerjaan saya hanya jual noke, suami petani, kami tinggal di Amban punya rumah sendiri,’’ ujar wanita empat anak ini.
Dari penjualan noken dan hasil kebun suami itulah yang membiayai anak sekolah, anak pertama di SMP Yapis Manokwari, anak kedua SD Amban.
Belajar merajut noken, menjual noken bagi Yulita tidak sekedar menyambung hidup keluarganya, tetapi, cara Ia menjaga kelestarian noken sebagai budaya asli Papua.
Salah satu langkahnya adalah ia harus mewarisi mengedukasi putra putrinya tentang mengetahui merajut noken dan pentingnya menjaga Noken sebagai warisan budaya.
Selain itu, upaya konservasi tumbuhan pohon ganemo atau melinjo sebagai bahan baku Noken juga menjadi perhatian untuk pelestarian budaya.
Papua bangga menjaga kelestarian noken sebagai budaya, menyadari Noken bukan sekadar tas, tetapi merupakan simbol identitas yang harus dijaga dengan baik.(rustam madubun)