BAPENDA PAPUA BARAT
Papua Barat

Emas di Kali Wariori, Tuhan Kasih Kami, Kami Bukan Curi

230
×

Emas di Kali Wariori, Tuhan Kasih Kami, Kami Bukan Curi

Sebarkan artikel ini

 

Kepala Suku Wariori Pieter Mandacan.

PAPUADALAM.COM.MANOKWARI – Gunung-gunung, lembah-lembah,Yang penuh misteri
Kan ku puja s`lalu Keindahan alammu yang mempesona
, Sungaimu yang deras mengalirkan emas Syo.. Ya Tuhan..Trima..kasih..!!

Kutipan reff lagu berjudul “Tanah Papua Pulau Indah” mengisahkan potensi kekayaan alam, miniral dikandungan perut bumi Papua yang melimpah ruah.

Arti dari lagu yang dilantunkan Trio Ambisi itu, bahwa emas di Papua mengalir bagaikan air di sungai-sungai.

Tetapi, makna lagu itu sepertinya tidak berlaku bagi warga Kampung Warmomi, Wariori, Makwan Distrik Masni Kabupaten Manokwari, Papua Barat yang hak ulayatnya mengalirkan emas, di tambang rakyat.

Warga kampung dan keluarganya menggantung hidup dari penambang rakyat yang hingga kini belum ada solusi terkait ijin.

Di terminal hilir sungai dekat pangkalan bendungan Wariori, Kamis (7/9/2023) sore alat berat (Beko) menggaruk-garuk kali, itu bukan emas, tetapi pasir dan batu bahan bangunan.

Jika dari hilir mau mencapai ke hulu bendungan menggunakan motor tempel yang ditempuh berpuluh-puluh bahkan ratusan kilometer baru ditemukan lokasi tambang emas berkilau.

Kepala Suku Wariori Pieter Mandacan, Ketua Lembaga Masyarakat (LMA) Distrik Masni Markus Wam, Ketua Koperasi Jasa Putra Sablon Mandacan, warga, Martinus Mandacan, Moses Ajam, mereka tidak mengetahui kepastian kapan tambang itu beroperasi lagi.

Tambang ini terhenti karena selentingan terdengar warga ada operasi penyisiran digelar aparat di lokasi tambang, pendulang ketakutan, warga  resah karena “piring makan” mereka terganggu.

Tak bisa dipungkiri, hingga kini pemerintahan distrik, pemerintahan kabupaten dan provinsi belum berbuat banyak, tidak bisa melakukan apa-apa atas aktivitas rakyat yang memberi ijin melalui kepala suku kepada pengusaha memisahkan biji emas yang terselip di sela batu dan pasir.

Satu sisi itu terlarang, tetapi sisi lainnya banyak warga mereka telah menggantungkan hidup dari aktivitas penambangan, setelah perkebunan dan kelapa sawit tidak lagi menajanjikan kehidupan layak bagi mereka.

Kepala Suku wilayah Masirawi dan warga gelisaha, seakan para kepala suku wilayah Masni ada kesalaha apa? Sehingga aktifitas mendulang disir dan tutup.

‘’Saya bicara atas nama kepala suku Warmomi, Masirawi, Wariori juga kepala suku kurang puas, apakah kepala suku ada salah pada keamanan,’’ ujarnya bertanya.

Menurut Dia, karena setiap pengusaha tambang yang mempekerjakan warga selalu  ada penyisiran aparat, ini yang mengecewakan kepala suku.

‘’Kami sampaikan kepada keamanan, jangan ganggu kami, ada apa? Kepala suku yang punya wilayah ini,’’ tegas Pieter.

Kepada pengusaha tambang, Pieter minta jangan melakukan perbuatan yang menimmbulkan penyisiran aparat keamanan.

‘’Saya menyampaikan pada pengusaha, jika mau kerja, kerja tambang saja, jangan membawa hal-hal lain masuk di lokasi,’’ sebut kepala suku.

Kehadiran aparat keamanan di lokasi tambang menurutnya baik, supaya pengusaha mengelola tambang tidak membawa barang yang dilarang.

‘’Penambang, jangan gunakan bahan kimia yang menyebabkan sampai pengusiran terus,’’ ujar Pieter mengingatkan.

Ia mengaku, sejak penyisiran, sudah dua minggu tambang tidak beroperasi, diharapkan aparat keamanan punya pengertian.

‘’Dari tahun ke tahun pemerintah tidak membantu kami untuk anak-anak sekolah, sekarang tambang ini hasil yang disiapkan Tuhan untuk kami, supaya kami bisa kerja kasih sekolah kami punya anak dengan baik, kasih makan kelaurga kami,’’ ujarnya.

Ketua Lembaga Masyarakat (LMA) Distrik Masni Markus Wam

Senada dengan Kepala Suku, Wakil Ketua LMA Markus Wam. Mentgatakan, selaku masyarakat kecil kami menderita dari tahun ke tahun tidak punya apa-apa.

‘’Kami punya anak sekolah  karena usaha demi usaha , tidak ada perhatikan pemerintah,  kami punya rumah karena kami pekerja dari jam enam pagi sampai jam enam sore,’’ ujarnya.

Kata dia, tambang rakyat ini Tuhan berikan rezeki (berkat) kepada masyarakat untuk punya penghasilan di bumi sendir.

‘’Saya mohon ke pemerintah daerah, pemerintah Papua Barat perhatikan masyarakat kecil, tolong dipahami, selaku masyarakat kami punya hak, ini Tuhan yang kasih ke kami dari turun temurun,  pemerintah tolong menghargai,’’ jelasnya.

Ia bertanya ada masalah apa sehingga ada penyisiran seperti saat ini, tahun – tahun sebelumnya aman-aman saja, pemerintah harus maklumi masyarakat kecil .

‘’Saya minta exvator kembali kerja seperti biasa, kalau tidak kerja pemerintah harus siap untuk menggaji kami yaitu Rp350 per bulan,’’ ucapnya.

Selain kepala suku, wakil Ketua LMA, suara kelompok perempuan asli Papua seperti; ibu Marsita, Esterina Mandacan, Septina Ingaimusi jug angkat bicara.

Tiga wanita ini meminta kembali secepatnya pengoperasian kembali tambang rakyat itu.

‘’Karena kita punya makan dan minum di situ, tidak ada pemerintah yang membantu kita untuk makan minum,  kita punya hasil makan minum di sini sudah (tambang),’’ ujarnya.

‘’Tolong bapak aparat dorang mengerti, ini kita punya wilayah, bukan kita mencuri orang punya, kita punya sendiri, kembalikan buat kita supaya kita kerja untuk kita punya anak-anak yang sekolah, itu yang kita minta, supaya kita punya anak keluarga kembali kerja,’’ tegas ketiga perempuan Papua itu.(tustam madubun)

Perempuan asli Papua  Marsita, Esterina Mandacan, Septina Inyomusi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *