Manajer Pemantauan Sekretaris Nasional JPPR Aji Pangestu dalam kegiatan diskusi media di Jakarta, Jumat (14/4/2023). ANTARA/Tri Meilani Ameliya
PAPUADALAMBERITA.COM.JAKARTA – Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menemukan bahwa partai politik tak menyiapkan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Daftar Calon Sementara (DCS) Pemilu 2024.
Manajer Pemantauan Seknas JPPR Aji Pangestu mengatakan bahwa data DCS yang dipublikasikan KPU hanya berbasis pada data daerah pemilihan, partai politik, nama bakal calon, domisili bakal calon, jenis kelamin, nomor urut, dan presentasi jumlah pencalonan, termasuk presentasi keterwakilan perempuan.
“Berbasis pada data tersebut, JPPR melakukan pemantauan terhadap keterpenuhan keterwakilan perempuan dalam proses pencalonan dan menghitung angka bakal calon yang mencalonkan di dapil lain yang bukan tempat domisili calon,” ujar Aji dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Adapun KPU telah resmi mempublikasikan DCS Pada 19 Agustus 2023. Berdasarkan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan DPR dan DPRD mengatur bahwa tanggal 19 hingga 28 Agustus 2023 merupakan tahapan masukan dan tanggapan masyarakat.
Padahal, katanya, orientasi masukan dan tanggapan masyarakat berdasarkan PKPU tersebut dilakukan untuk memastikan bakal calon legislatif yang telah ditetapkan sebagai calon sementara memenuhi syarat sebagai calon dan tidak melakukan pemalsuan dokumen.
Untuk itu, beber dia, dalam konteks keterpenuhan persyaratan pencalonan, JPPR memantau berdasarkan rekam jejak calon berdasarkan informasi yang disampaikan masyarakat melalui posko aduan pencalonan yang telah JPPR buka sejak awal tahapan pencalonan.
Dalam konteks keterwakilan perempuan, JPPR telah memastikan bahwa keterwakilan perempuan 30 persen di masing-masing daerah pemilihan terpenuhi yang secara teknis berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf a Peraturan KPU No. 10 Tahun 2023 yang mengatur bahwa “Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap dapil.
”Dan “Dalam hal penghitungan 30 persen, jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah”.
Namun, jika mengacu pada Pasal 245 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur bahwa “Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen”, maka banyak partai politik peserta Pemilu 2024 di beberapa dapil kurang dari 30 persen.
Dalam konteks komitmen partai politik peserta pemilu mengenai keterwakilan perempuan dapat dilihat dari penempatan nomor caleg perempuan di masing-masing dapil. Aji menyebutkan pada Pemilu 2019 kebanyakan caleg yang terpilih adalah mereka yang mendapatkan nomor urut pertama.
Kemudian, dalam konteks bakal calon yang mencalonkan di dapil lain yang bukan tempat domisili calon pada dasarnya tidak ada larangan berdasarkan aturan teknis pencalonan. Namun pemantauan JPPR terhadap hal tersebut dilakukan untuk menguatkan demokrasi prosedural yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Pasalnya, ujar dia, pencalonan tersebut dapat menandakan beberapa hal. Pertama, caleg yang mencalonkan di wilayah bukan tempat tinggalnya berpotensi besar tidak memahami persoalan masyarakat lokal dan kondisi wilayah yang akan berdampak pada kinerja caleg di kemudian hari.
“Kedua, masyarakat (pemilih) akan kesulitan mengetahui ‘track record’ caleg tersebut yang berdampak pada kurangnya referensi masyarakat dalam menentukan pilihannya dan minimnya masyarakat untuk menyampaikan tanggapan dan masukan pada tahapan ini,” katanya.
Lalu, ketiga, kondisi tersebut membuka potensi besar terjadinya praktik-praktik politik uang untuk memengaruhi dan meyakinkan masyarakat di tengah ketidaktahuan mengenai calon tersebut. Keempat, partai politik hanya mengandalkan popularitas caleg sebagai tokoh publik untuk mendulang suara, bukan dilakukan untuk menjalankan fungsi partai politik dalam melakukan pendidikan politik kepada masyarakat dan menyerap aspirasi.
“Untuk yang kelima, kondisi pencalonan tersebut menunjukkan bahwa partai politik tidak siap dalam mencalonkan kader dan anggotanya masing-masing yang ada di setiap 75 persen kabupaten/kota dalam setiap provinsi,” pungkas Aji.(antara)
Oleh : Narda Margaretha Sinambela
Editor : Herry Soebanto