Kepala Seksi Verifikasi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dina Nuzilia ST. FOTO: papuadalamberita.com/rustam madubun.
PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Tujuh puluh persen penduduk Indonesia mendiami rumah rumah swadaya, 30 persen adalah rumah formal yang dilaksanakan developer atau insatansi-instansi terkait.
‘’Yang menjadi pekerjaan rumah (PR) kita bersama adalah jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH),’’ ujar Kepala Seksi Verifikasi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dina Nuzilia ST yang ditemui wartawan seusai Sosialisasi Program Sosialisasi Sejuta Rumah untuk Orang Asli Papua (OAP) pada Kamis 17 Oktober 2019 di Hotel Valdos Manokwari.
Dina mengatakan, kriteria rumah tidak layak huni adalah yang tidak memenuhi keselamatan, luasan minimum, kesehatan. Jadi pengusulan memperoleh rumah layak huni itu diawali dengan pendataan rumah tidak layak huni.
‘’Nanti masyarakat ketika merasa memiliki rumah yang kondisinya tidak layak huni mereka bisa melaporkan kepada kepala desa, kepala kampung atau kepala Distriknya untuk penyediaan,’’ ujarnya.
Untuk pendataan merupakan tantangan bagi pemerintah pusat dalam rangka mendorong pemerintah kabupaten dan kota melakukan pendataan.
‘’Jadi Memang agak susah karena biasanya mereka keterbatasan anggaran untuk melakukan pendataan, tetapi pemerintah juga melakukan upaya kemudahan-kemudahan dalam melakukan pendataan, misalnya kita kembangkan dalam aplikasi RTLH. Jadi seluruh kabupaten kota bisa melakukan pemutakhiran data melalui aplikasi tersebut, kita sampaikan user ID dan passwordnya jadi data-data yang telah mereka identifikasi telah mereka survei mereka laporkan ke pemerintah pusat melalui aplikasi itu,’’ jelas Dina.
Penggunaan aplikasi itu sebenarnya suatu terobosan. Disitu pemerintah bisa melakukan segmentasi, jadi ketika mereka tahu jumlah data RTLH di kabupaten tersebut ada berapa unit, nanti kabupaten/kota melakukan perencanaan mana yang dilakukan oleh pemerintah pusat, yang mana dilakukan oleh provinsi dan yang mana dilakukan pemerintah kabupaten-kota.
Kepala Seksi Verifikasi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dina Nuzilia ST diwawancara wartawan Kamis (18/10/2019) di Hotel Valdos Manokwari. FOTO: papuadalamberita.com/rustam madubun.
Ia memberi apresiasi kepada pemerintah Provinsi Papua Barat dan PUPR Papua Barat dengan inisiatif menggelar sosialisasi program sejuta rumah untuk OAP yang diikuti kepal-kepala Distrik serta sejumlah perwakilan masyarakat bagaimana tata cara pengajuan perolehan rumah layak huni melalui Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).
“Kami menilai cukup baik, bahwa apa yang dilakukan pemerintah Provinsi Papua Barat mengumpulkan seluruh kepala Distrik di wilayah Papua Barat untuk mengetahui bagaimana caranya mereka melakukan pendataan dan pengusulan karena di situlah sebagai kepala-kepala Distrik, mereka punya peran,’’ ujarnya.
Karena menurutnya, pendataan bukan hanya dilakukan oleh OPD, memang harus diawali dari tingkat desa kampung dan tingkat Distrik.
‘’Kalau dari kami sesuai Dirjen perumahan, data-data untuk satu pelaksanaan kegiatan penyediaan perumahan, yang diperhatikan adalah data jumlah rumah. Sesuai undang-undang Dasar 1945 setiap warga negara Indonesia berhak mempunyai rumah yang layak,’’ tegasnya.
Artinya, bagaimana caranya pemerintah dapat mengetahui masyarakat telah memenuhi rumah yang layak huni atau belum. Pemerintah akan mendata berapa jumlah rumah yang ada di kabupaten kota. Apakah jumlah rumah yang ada itu kurang dari masyarakat yang ada terkait juga dengan kondisi rumah layak huni.
‘’Perlu kita pahami bahwa karena keterbatasan ekonomi, masyarakat tidak bisa memenuhi kelayakan huni bangunan. Nah disitulah kami dari pemerintah pusat mempunyai peran untuk melakukan peningkatan kualitas rumah layak tidak huni.
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau bedah rumah merupakan program pemerintah yang diberikan Kementerian PUPR untuk peningkatan kualitas dan pembangunan baru bagi masyarakat berpengasilan rendah (MBR). Tujuannya untuk mengurangi jumlah rumah tak layak huni (RTLH) di Indonesia.(tam)