Nasional

Mahfud MD: Dalam Politik, yang Kemarin Musuh Sekarang Bisa Jadi Kawan

171
×

Mahfud MD: Dalam Politik, yang Kemarin Musuh Sekarang Bisa Jadi Kawan

Sebarkan artikel ini
Print

Menko Polhukam Mahfud MD usai mengikuti sidang kabinet paripurna perdana berbicara kepada wartawan di halaman Istana Negara, Jakarta, Kamis (24-10-2019). FOTO: antara/bayu prasetyo./papuadalamberita.com

PAPUADALAMBERITA.COM. JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemilihan umum pada praktiknya merupakan proses politik untuk memperoleh kekuasaan sehingga tidak ada istilah kawan atau lawan abadi, yang sebelumnya musuh kini bisa menjadi kawan.

“Karena ini soal kekuasaan, berlaku dalil tidak ada kawan atau lawan yang abadi di politik. Yang kemarin musuh sekarang kawan, yang kemarin kawan menjadi lawan, politik itu memang begitu wataknya,” ujar Mahfud dalam sambutannya di acara Bawaslu Award 2019 di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Jumat.

Hal tersebut disampaikan Mahfud untuk menjelaskan bahwa saat ini proses pemilu lebih kepada perebutan kekuasaan, bukan mencari sosok pemimpin.

Secara filosofi, kata Mahfud, pemilu merupakan hal yang mulia lantaran memiliki tujuan untuk mencari pemimpin rakyat. Namun, dalam praktiknya, pemilu justru menjadi proses politik untuk memperoleh, mempertahankan, atau mendapat bagian dari kekuasaan.

Menurut dia, demokrasi semacam itu bila dibiarkan terjadi terus-menerus akan berdampak buruk. Oleh karena itu, diperlukan nomokrasi untuk mengontrol demokrasi agar tidak menimbulkan kekacauan.

“Maka, kita tampilkan nomokrasi. Kalau demokrasi mencari menang, nomokrasi itu mencari benar,” ujar Mahfud.

Adapun nomokrasi merupakan suatu istilah yang ditulis oleh filosof Yunani Plato berasal dari kata nomoi yang berarti undang-undang.

Mahfud mengatakan bahwa Indonesia patut bersyukur karena pada era Reformasi seperti saat ini, pemilu yang merupakan pesta demokrasi terbesar telah memiliki instrumen hukum kelembagaan yang jauh lebih baik daripada pemilu pada era Orde Baru.

Pada era Orde Baru, proses pemilu dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah sehingga praktik-praktik kecurangan sangat mungkin terjadi.

Namun, pada era Reformasi seperti saat ini, kata Mahfud, telah terdapat lembaga yang mengontrol jalannya pemilu, di antaranya Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Itu instrumen yang secara nomokrasi disediakan. Kalau ada yang melanggar, awas di sini ada KPU ada Bawaslu, jangan main-main,” ujar Mahfud.(ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *