Nasional

Oleh: Ibnu Salim Oat, SH: Pahlawan dan Fitrah Kepahlawanan

160
×

Oleh: Ibnu Salim Oat, SH: Pahlawan dan Fitrah Kepahlawanan

Sebarkan artikel ini

Ibnu Salim Oat, SH: FOTO: ISTIMEWA/papuadalamberita.com

PAPUADALAMBERITA.COM. TUAL – Ada sebuah bayangan yang melintasi ingatan kita ketika 10 November itu tiba, yaitu ‘Selamat hari Pahlawan sembari berterima kasih atas perjuangan mereka yang telah membebaskan kami (generasi selanjutnya) dari zaman perbudakan, penjajahan dan jiwa yang tidak merdeka.

Disini, Pahlawan diartikan sebagai suatu konteks kelampauan yang telah meretes ‘perjuangan waktu’ sebagai pemenang sejarah atas pertempuran peradaban sehingga tugas kita hanyalah mengheningkan cipta disetiap momentumnya dengan harapan semoga amal dan kebaikannya diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Memang secara kemanusiaan dalam ruang hidup sejarah, kita perlu berterima kasih kepada para Pendahulu yang telah mewariskan bangsa yang merdeka kepada kita sebagai satu kesatuan harapan atas visi kebangsaan yang panjang sebagaimana tertuang dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945 bahwa ‘kemerdekaan ialah hak segala bangsa, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan’.

Itu merupakan prinsip pokok yang mengisyaratkan segenap warga bangsa untuk senantiasa menjaganya.

Namun tidak cukup sampai disitu. Sebab bila penjajahan, kemerdekaan dan pahlawan hanya diucapkan ulang dalam ruang yang formil yang setiap momentumnya hanya diingatkan bahwa mereka ‘para pahlawan’ itu benar-benar ada dan pernah berjuang melawan penjajah.

Secara filosofis, makna dari jiwa kepahlawanan harus tetap berada dalam siklus yang dinamis menjiwai mental keteladanan kita sesuai konteks sosial dan tuntutan zaman. Mengutip pendapat Bung Hatta bahwa Sejatinya Pahlawan tak pernah mati. Mereka yang telah berjasa dimasa lalu adalah ‘perintis’ yang mewariskan bangsa ini dan kita yang dihidupkan hari ini adalah ‘Pelanjut jasa’.

Sebagai ahli waris kepahlawanan, kita harus melampaui cara berpikir yang memandang bahwa kepahlawanan itu sesuatu yang berada diluar sehinga betapapun krisis kebangsaan dan mutualitas peradaban hidup yang kian melemah dianggap sebagai tugas para pahlawan.

Makna kepahlawanan harus dihidupkan pada diri setiap orang. Mengutip teori Carol S. Pearson dalam bukunya the transforming leader bahwa orang-orang biasa akan menghadirkan kehidupan yang luar biasa bila mereka dapat mendayagunakan kekuatan dalam diri yang disebut fitrah kepahlawanan.

Pearson membagi fitrah kepahlawanan kedalam enam cara. Pertama adalah apa yang disebut ‘Orphan’ yang dimensi yang memandang hidup sebagai penderitaan dan tugas pahlawan adalah bekerja keras.

Kedua adalah apa yang disebut ‘Wanderer’ yang memandang hidup sebagai petualangan dan tugas pahlawan adalah menemukan kesejatian diri.

Ketiga adalah apa yang disebut ‘Warrior’ yang memandang hidup sebagai peperangan dan tugas pahlawan adalah berjuang mempertahankan harga diri.

Keempat adalah apa yang disebut ‘Altruis’ yang memandang hidup sebagai dewa-kebajikan dan tugas pahlawan adalah mengasihi, menolong dan memberikan ruang hidup kepada orang lan.

Kelima adalah apa yang disebut ‘Innocent’ yang memandang hidup sebagai pecinta dan tugas pahlawan adalah memberi kebahagiaan.

Dan yang keenam adalah apa yang disebut ‘magician’ yang memandang hidup sebagai pengajar dan tugas pahlawan adalah mentransformasikan diri.

Upaya menumbuhkan kepahlawanan dalam diri memerlukan suatu transformasi kesadaran yang dilakukan secara kontinu. Kita harus dapat keluar dari mental kebodohan, keangkuhan, ambisi, koruptor, penindas dan lain-lain menuju jiwa yang pemaaf, adil, mengasihi, pembela serta keluhuran budi.

Sebab dengan itulah kita dapat menabur kasih dan menciptakan kehidupan yang diinginkan. Separoh dari harapan para syuhada bangsa disitu tertunaikan.

Teruslah bergerak wahai anak bangsa, pertarungan doa tetap diteguhkan untuk mereka yang telah meletakan pahaman di kepala kita.

Bukan tentang kapan dan siapa kita berjuang namun tentang apa dan bagaimana kita berjalan melanjutkan harapan menuju hari esok yang lebih baik. Selamat hari pahlawan 10 November 2019.(Penulis adalah direktur Lingkar Studi Islam dan Kebangsaan Kota Tual)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *