Dokter Andreas Cilokan, MM. FOTO: dokumentasi dokter/papuadalamberita.com
PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI- Salah satu cara untuk memutuskan mata rantai covid-19 , adalah dengan menyediakan rumah karantina terpusat karena pada hakekatnya fungsi rumah karantina adalah memisahkan orang yg sudah sakit dengan org yang masih sehat.
Baca juga: DPRD Manokwari Bentuk Pansus COVID-19, Dorong Karantina Terpusat Sampai Penggunaan Anggaran COVID-19
Baca juga : OTG Manokwari 334, Papua Barat 1.079 Orang , Gugus Tugas Sarankan Pemda Pikirkan Karantina Terpusat
Kenapa harus karantina terpusat dan bukan isolasi mandiri ? ‘’Karena Orang Tanpa (OTG) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) harus diisolasi dalam ruangan tersendiri secara terpisah dari anggota keluarga lainnya dan diawasi oleh petugas kesehatan bersama petugas keamanan agar terjamin layanan kesehatan dan keamanan yang baik dan benar layaknya isolasi di Rumah Sakit,’’ ujar dokter Andareas Cilokan, MM yang dihubunggi papuadalamberita.com, Rabu (20/5/2020).
Menurut Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni 11 tahun ini , bahwa sebenarnya alternatif rumah karantina terpusat diadakan untuk mengatasi terbatasnya ruang perawatan yang ada di rumah sakit.
‘’Sedangkan isolasi mandiri di rumah sangat tidak efektif karena pasien OTG dan ODP dapat dengan mudah berinteraksi secara dekat dgn anggota keluarga lainnya yang masih sehat sehingga peluang terkontaminasi atau terinfesi menjadi sangat besar,’’ ujarnya.
Menurut alumni Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, bahwa memang menyediakan rumah karantina tidak mudah, karena sering mendapat penolakan dari masyarakat sekitar, oleh karena itu pemerintah harus dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya rumah karantina serta bahaya penularan dari rumah karantina yang sangat kecil dibandingkan dengan bahaya penularan bila dilakukan isolasi mandiri di rumah masing2.
‘’Sekali lagi masyarakat perlu diberi pemahaman tentang rumah karantina melalui Tokoh Agama (TOGA), Tokoh Masyarakat (TOMA), serta Tokoh Adat (TODAT), bila masyarakat sudah paham, maka masyarakat akan ikut membantu, seperti yang sudah dilakukan oleh kepala Kampung Wesiri Teluk Bintuni bersama “Kominitas Masyarakat Peduli Covid”,’’ ujar dokter Andareas.
Walaupun demikian rumah karantina bukanlah satu-satunyanya caranya untuk memutuskam rantai penularan, harus diikuti dengan upaya pembatasan mobilitas masyarakat disuatu daerah.
‘’Jadi sebenarnya karantina terpusat lebih utama dari obat-obatan, kalau obat itu dia menyembuhkan orang sakit, tetapi kalau rumah karantina terpusat dia bersifat obat untuk mencegah orang sehat jangan sampai sakit, jadi itu pentingnya rumah karantania terpusat,’’ jelas dokter Andareas.
Sehingga saya dari awal Bintuni diumumkan terditeksi satu pasien corona pertama, waktu itu saya sudah mengatakan pasien ini harus sudah diisolasi atau dikarantina, dan karantina di mana? Dikarantina yang terpusat.
Ia melanjutkan, bahwa kenyataan di Kabupaten Teluk Bintuni awalnya tidak dilakukan karantina terpusat, hanya isolasi mandiri di rumah masing-masing, isolasi mandiri tidak efektif, isolasi mandiri sangat berbahaya
Kenapa isolasi mandiri berbahaya, Ia menjelaskan karena pertama tingkat kepatuhan sangat rendah, tingkat kepatuhan ini ada kaintanya dengan kesadaran, pengetahuan, nah itu kita maklumi alami, kita juga tidak bisa salahkan orang.tai penularan,’’ bebernya.
Menurut dokter Andre karantina terpusat jika mau bilang gampang tidak gampang, tetapi kalau mau bilang susah, tidak susah juga, namun tergantung dari kecerdasan orang yang mau bikin barang itu, ia cerdas atau tidak?
‘’Kalau dia cerdas dia bisa memanfaatkan sumber daya ditempat tinggalnya, kita bisa contoh di Jakarta SDMnya luar biasa, makanya mereka sulap Wisma Atlit jadi rumah karantina, juga beberapa di kota besar. Tentu kita di Papua menyesuaikan dengan kemampuan kondisi wilayah, sebenarnya banyak hal kita bisa tempuh,’’ tutur Andre.
Satu contoh sederhana: ketika Ia memperoleh informasi dari teman-teman dokter di Kepulauan Tsula Maluku Utara, bahwa dua hari setelah ada pasien positif Corona pertama maka bupati setempat secara cepat dan cerdas memakai satu sekolah SD, karena sekrang sekolah pada libur dijadikan rumah karantina terpusat, hanya dalam waktu dua hari, tidak butuh waktu lama-lama.
‘’Karena barang ini (corona) tidak bisa lama, kalau lama percuma orang sudah terinfeksi kiri-kanan baru buat, terlambat. Itu Contoh di Sananan Maluku Utara, gedungnya diubah, disekat-sekat sesuai persyaratan satu rumah karantina, bikin rumah karantina itu ada syaratnya bukan asal-asal.
Jadi kembali lagi kepada kemampuan dan keceradasan pemimpin yang memutuskan, siapa dia, gubernur, bupati, walikota, camat? Kepala dinas ka?
‘’Di Jawa, menjadi rujukan , rumah karantina terpusat ada disetiap RW/RT, mereka bikin di RW, kampung, kelurahan, makanya saya bilang gampang-gampang susah, susahnya apa? Sebagain masyarakat pengetahuan yang terbatas, ada yang protes kalau kita mau bikin dekat rumahnya, kalau orangnya saja, tetapi kalau diabwah rombongan lagi, demo, palang jalan itu susahnya, tetapi bukan susah amat karena tergantung kita berikan pengertian pada mereka, karena mereka tidak tau, itulah pentingnya edukasi pada masyarakat agar memahami,” tambah dokter senior di Papua Barat.
‘’Saya sudah lakukan di Bintuni karantina terpusat yang ada saat ini adalah hasil rancangan bersama Kepala Kampung Weisiri, Distrik Bintuni, ’’ ungkapnya.
Ia menjelaskan karantina terpusat yang dilakukan dengan menyewa rumah, sebetulnya gampang, tergantung pada kemampuan dan kecerdasan dan berniat membangun.(tam)