DARI KIRI: Frengky Umpai, Pangdam XVIII/Kasuari, Kapolda Papua Barat, Kepala Kasbangpol Papua Barat dan Ketua Farksi Otsus DPR Papua Barat, Kamis (28/10/2021). PAPUADALAMBERITA. FOTO: RUSTAM MADUBUN
PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Undang-undang Otonomi Khusus bagi Papua Barat sangat penting untuk didialogkan sebagai masukan untuk Papua Barat. Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua Barat menginisiasi diskusi sehari yang dikemas dalam para-para masyarakat adat, temanya pun menarik, “Mengawal Otonomi Khusus Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) demi Pembangunan Berkelanjutan di Papua Barat”.
Diskusi yang dipandu Ketua Harian LMA Papua Barat Frengky Umpai menghadirkan empat tokoh sentral Papua Barat, Pangdam XVIII/Kasuari, Mayjen TNI I Nyoman SE, MTR (han), Kapolda Papua Barat Irjen Pol Doktor Tornagogo Sihombing, SIK, MSI, Kepala Kesbangpol Papua Barat Ha Baesara Wael, Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat George K Dedaida, Kamis (28/10/2021 di Swiss Belhotel Manokwari Papua Barat.
“Kami menyambut baik kegiatan diskusi ini, dengan harapan kegiatan berjalan dengan baik,” ujar Staf Ahli Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Papua Barat, Dr Niko Tike saat membukan diskusi mewakili gubernur Papua Barat.
Kepala Kesbangpol Provinsi Papua Barat, Baesara Wael Kamis (28/10/2021). PAPUADALAMBERITA. FOTO: RUSTAM MADUBUN
Kepala Kesbangpol Provinsi Papua Barat, Baesara Wael mengatakan UUnomor 2 tahun 2021 ada perubahan-perubahan yang diharapkan semua bisa mengikuti dengan baik dan sedang menunggu PP.
‘’PP UU nomor 2 melibatkan pemikiran semua elemen. Pemikiran itu akan berlaku 20 tahun kedepan. Sebagaimana UU nomor 21 yang sudah selesai 20 tahun diaman dalam pelaksanaannya ada kekurangan-kekurangan,’’ ujar Kepala Kesbangpol Papua Barat yang tampil sebagai pembicara pertama.
Melalui momen ini semua pihak diharapkan memebrikan pemikiran positif agar implementasi UU nomor 2 tahun 2021 yang sudah diterbitkan pemerintah RI, UU tersebut ada kewenangan dan kelembagaan.
Undang-undang nomor 2 tahun 2021 ada perubahan di pasal 6 yaitu pengangkatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP). Di UUnomor 2 dibuka ruang untuk pengangkatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Kota (DPRK). Pada pasal tertentu pengangkatan DPRK seperempat dari anggota DPRP.
“Misalkan di Manokwari anggota dewannya ada 25, maka seperempat dari 25 jadi lebih dari 5,7 bahkan ada pengangkatan anggota dewan sebanyak 6 orang. Jadi yang anggota dewan melalui partai politik ada 25 kemudian ditambah lagi pengangkatan 6 dan juga,” ujarnya.
Namun dalam pengangkatan ini ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dan prosesnya ada proses pembentukan panitia seleksi ditingkat Kabupaten Kota.
“Jadi ada ruang, kalau sebelumnya ada pengangaktan untuk DPRP sekarang dibuka lagi untuk DPRK. Kami mengalikan, apabila anggota DPR ditahun 2024 jumlahnya seperti sekarang artinya persentase jumlah penduduk belum sampai 1,5 juta atau 2 juta maka persentase anggota dewan yaitu 279 anggota DPRK di Papua Barat, maka ada 69 masyarakat adat diangkat sebagai anggota DPRK. Jika anggota DPRP masih tetap persentasenya sekian maka tetap 11 yang akan diangkat menduduki kusrsi DPRP,” terangnya.
Mekanisme seleksi, panitia seleski DPRP ditetapkan dengan SK Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan panitia seleksi anggota DPRK ditetapkan SK Gubernur.
Pangdam XVIII/Kasuari, Kamis (28/10/2021). PAPUADALAMBERITA. FOTO: RUSTAM MADUBUN
Pembicara kedua, Pangdam XVII/Kasuari mengatakan, ketahanan masyarakat adat Papua saat ini harus dijaga karena adanya pengaruh luar budaya asing. Selain adat, agama juga penting karena mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia.
Menurut Pangdam Pemerintah sebagai regulator dengan LMA ini harus satu visi, masyarakat adat harus dinamis, adaptif tidak boleh statis.
“Kita sebagai masyarakat adat Papua harus melakukan lompatan-lompatan untuk menjadi masyarakat yang unggul dalam percepatan pembangunan sehingga nanti tidak akan tertinggal,” katanya.
Pangdam menyampaikan sudah memanfaatkan dana Otsus untuk menyiapkan sumber daya manusia terkait dengan 1.000 Bintara Otsus, Orang Asli Papua, selain itu juga membangun sekolah unggulan Sekolah Taruna Nusantara Kasuari.
Ia juga mengungkapkan, kunjungan Presiden dan Wakil Presiden beberapa waktu lalu ke Papua Barat menunjukkan perhatian Pemerintah yang luar biasa kepada wilayah ini.
Terkait dengan peran adat di bidang Ipoleksosbud dan Hankam, ia menegaskan ideologi yang ada saat ini di Indonesia adalah Pancasila dan harus dijunjung tinggi termasuk di Papua Barat.
“Adat juga sebagai struktur perantara, sebagai suatu cara kebiasaan orang Papua ini semua harus adaptif jangan statis dan harus dijaga. Adat sebagai perantara antara Pemerintah dengan masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan harus ada kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah baru bersama-sama bisa membangun tanah Papua ini.
Terkait dengan peran LMA dalam membantu pemerintah dalam pembangunan yaitu sebagai mitra alat kontrol meningkatkan partisipasi menjaga persatuan dan kesatuan.
“Jangan lupa kita punya adat dan budaya serta tradisi karena tradisi itu sesuatu yang sudah diuji kebenarannya dari para leluhur kita tinggal melanjutkan,” ujarnya.
Sebagai Pangdam, ia menjelaskan salah satu tugasnya dalam Operasi Militer Selain Perang adalah membantu Pemerintah Daerah salah satu yang dilaksanakan adalah mengangkat adat.
“Saya tidak ingin adat budaya yang ada di tanah Papua ini menjadi hilang,” ungkapnya.
Pangdam berharap melalui LMA dan dewan adat Papua dapat membentuk SDM yang unggul dan berdaya saing jadi kegiatan LMA sehingga dapat mengangkat Papua Barat.
“Saya tekankan musuh adat Papua adalah kelompok atau orang individu yang yang menghambat pembangunan,” pungkasnya.
Kapolda Papua Barat, Kamis (28/10/2021). PAPUADALAMBERITA. FOTO: RUSTAM MADUBUN
Kapolda Papua Barat, Irjen Pol Dr Tornagogo Sihombing mengatakan, tanah Papua memiliki 7 wilayah adat yang didalamnya terdiri dari beberapa suku besar. Dimana suku tersebut terdiri dari marga-marga yang memiliki wilayah adat sebagai lahan pencaharian kehidupan sehari-hari yang sudah diwariskan secara turun temurun. Hubungan sosial diantara zona kebudayaan itu sangat beragam. Hal itu karena masing-masing suku memiliki sistem kebudayaan yang berbeda.
Menurut Kapolda perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi di Papua Barat banyak dipengaruhi oleh migrasi penduduk. Sejak tahun 2003, 52 persen orang asli Papua berada di Papua Barat dan 48 persen orang non asli Papua.
Dari persentase tersebut menunjukkan bahwa perbandingan antara orang asli Papua dan orang non asli Papua sangat signifikan, dengan catatan dimana pada tahun 2021 total populasi penduduk di Papua Barat mencapai 1.134.068 jiwa.
‘’Akibat dari imigrasi menyebabkan kultur Papua mengalami perubahan dan kesejahteraan yang tidak terdistribusi secara seimbang antara orang asli Papua dengan pendatang,’’ kata Kapolda yang tampil sebagai pembicara ketiga pada forum itu.
Namun, menurut Kapolda dengan keberagaman suku bangsa dan ras yang ada di Papua jumlahnya mencapai ratusan, menampilkan kekayaan kebudayaan tanah Papua, meski tidak dapat dipungkiri disisi lain, keberagaman suku bangsa dapat menyebabkan dinamika bahkan konflik antar suku bangsa masih sering terjadi sebagai upaya peneguhan identitas kesukuan.
Irjen Pol Tornagogo Sihombing melanjutkan bahwa, ada beberapa hal yang bisa menjadi perdamaian di Papua meliputi, kearifal lokal di Papua, dimana seperti diketahui kekayaan Papua dalam mengelola perbedaan dengan mekanisme memperoleh jalan keluar dari konflik dengan cara damai. Sehingga sangat memungkinkan kearifal lokal dapat menjadi modal perdamaian jika terus dikembangkan misalnya, melalui para-para adat, tikar adat, bakar batu dan sebagainya.
Kemudian agama, untuk membangun di tanah Papua harus dimulai dengan mengembalikan kehormatan terhadap martabat kemanusiaan orang Papua. Dalam konteks ini, para pemuka agama relative memiliki peran penting dalam membangun perdamaian di Papua misalnya, toleransi antar agama saat perayaan hari besar keagamaan.
Mengenai permasalahan implementasi Otsus di Papua, itu karena ada permaslahan pelembagaan dan masalah implenetasi ketentuan dalam Otsus.
Dalam pelembagaan dapat meliputi, dukungan masyarakat Papua terhadap pelaksanaan Otsus yang semakin melemah, intervensi politik dan kebijakan implementasi Otsus pemerintah pusat, struktur Otsus tidak menjawab kebutuhan masyarakat Papua, perubahan yang terjadi didalam struktur Otsus lebih bersifat politis dan tanpa kesepakatan yang kuat antar actor local, struktur sosial masyarakat Papua sulit beradaptasi dengan ketentuan Otsus.
‘’Beberapa praktik kelembagaan tidak sesuai dengan aturan dalam Otsus, lembaga Otsus mengalami fragmentasi karena perbedaan nilai dan persfektif para actor, serta disharmoni hubungan antara pusat dengan daerah dan diskresi pemerintah Provinsi yang tidak berorientasi kesejahteraan public,’’ ujar Kapolda.
Menurut Kapolda, revitalisasi adat di Papua sangat penting karena dapat menumbuhkan kesadaran tentang hak dan eksistensi masyarakat, meningkatkan kemampuan masyarakat agar mendapatkan akses terhadap sumber daya yang ada, sebagai modal untuk membentuk karakter masyarakat dan menekan diskriminasi dan kekerasan.
“Serta budaya atau adat memiliki legitilimasi tradisional di mata orang-orang yang jadi sasaran program pembangunan,” tandasnya.
Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat, Kamis (28/10/2021). PAPUADALAMBERITA. FOTO: RUSTAM MADUBUN
Ketua Fraksi Otsus Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua Barat, George K Dedaida.sebagaoi pemvicara penutup mengatakan, peran dan fungsi DPR Papua Barat dalam mengawal perubahan UU Otsus bagi pembangunan berkelanjutan di Papua Barat.
UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua Barat mengalami perubahan kedua tanggal 15 Juli 2021 dengan berlakunya UU nomor 2 tahun 2001.
Terdapat 18 pasal yang mengalami perubahan da nada penambahan 2 pasal baru dalam Undang-undang Otsus yakni, pasal 6A mengenai DPRK pemilihan dan pengangkatan dan pasal 68A mengenai badan khusus.
‘’DPR Papua Barat memberikan perhatian khusus terhadap waktu, agenda dan kegitan-kegiatan pembahasan perubahan terhadap UU Otsus yang dilakukan pemerintah pusat,’’ ujar George..
Sejak Juli 2020 DPR Papua Barat telah memberikan perhatian serius pada rancangan perubahan UndangUU Otsus yang disampaikan pemerintah Provinsi Papua Barat.
‘’DPR Papua Barat menyampaikan pikiran penting mengenai usulan perubahan mengenai substansi pada draf perubahan UU Otsus dalam suatu dokumen persandingan kepada pemerintah pusat, dengan usulan perubahan pada 24 Bab dan 79 pasal dalam UU Otsus,’’ kata George.
DPR Papua Barat terus memberikan perhatian dan mengawal dengan serius perubahan Undang-undang Otsus dengan membentuk Panita Khusus (Pansus) revisi UUU Otsus pada Juni 2021.
‘’Pansus revisi UU Otsus DPR Papua Barat melanjutkan agenda mengawal perubahan substansi UU Otsus dengan dengan menyampaikan dokumen yang diberi judul, pokok-pokok pikiran DPR Papua Barat terhadap perubahan materi muatan Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua,’’ sambungnya.
Pada Juni 2021 dokumen pokok pikiran disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan lembaga-lembaga eksekutif lainnya di Jakarta. Selain itu, DPR Papua Barat juga melakukan pertemuan dengan beberapa fraksi DPR RI dalam keanggotaan Pansus revisi Otsus.(rustam madubun)