PAPUADALAMBERITA.COM, Manokwari – Ketua Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Christian Warinussy, SH mengatakan, pelanggaran HAM terkait ekonomi, social dan budaya (Ekosob) pada masyarakat asli Papua di Kabupaten Fakfak sangat tinggi.
‘’Tim kerja LP3BH Manokwari menemukan potensi pelanggaran HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) pada masyarakat adat asli Papua setempat,’’ ujar Warinussy kepada papuadalamberita.com seusai tim kerja melakukan investigasi di Kampung Otoweri dan Tomage Kabupaten Fakfak pekan kemarin.
Warinusi mengatakan, penyebanya karena akses untuk memperoleh perhatian dalan penyelesaian masalah-masalah sosial maupun hukum di kedua kampung yang termasuk dalam wilayah terkena dampak langsung dari mega proyek LNG Tangguh tersebut sangat terbatas, bahkan tidak ada.
Catatan Tim LP3BH, bahwa banyak kasus pidana pencurian (pasal 362 KUHP), persinahan (284 KUHP) ataupun pemerkosaan (285 KUHP) tidak diproses secara hukum, tapi diselesaikan secara adat semata.
‘’Ini juga karena Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babin Kamtibmas) yang bertugas di wilayah tersebut justru tinggal jauh di Bomberay. Juga akses sinyal telepon seluler ke daerah tersebut tidak ada,’’ urainya.
‘’Potensi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau domestic violance di Otoweri dan Tomage juga cukup tinggi tapi akses hukum tidak ada,’’ tambah Warinussy.
Kata Dia, semua itu menjadi temuan data yang diperoleh tim LP3BH dalam kunjungan ke wilayah tersebut dalam mendorong pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) di kedua daerah tersebut.
Kendala yang ditemukan adalah mahalnya biaya transportasi darat dar Fakfak ke Bomberay seharga lima juta rupiah untuk pulang pergi menggunakan kendaraan Toyota hilux.
‘’ Bisa dibayangkan kalau terjadi kasus hukum di wilayah tersebut? Bagaimana masyarakat bisa segera dapat pergi ke kantor polisi terdekat untuk melapor? Atau bagaimana mereka bisa mendapat akses untuk memperoleh bantuan hukum (legal aid).(tam)