PAPUADALAMBERITA.COM,
Jakarta – Pemecatan 13 taruna Akademi
Kepolisian (Akpol) yang terbukti melakukan penganiayaan dan menyebabkan
tewasnya taruna junior di lembaga pendidikan tersebut merupakan langkah maju
karena selama ini penanganan kasus itu tertutup.
“Sikap tegas ini sebuah langkah maju. Selama ini penanganan kasus
penganiayaan di Akpol cenderung tertutup dan baru kali ini penanganan kasus di
Akpol sangat transparan,” tutur Ketua Presidium Indonesia Police Watch
(IPW) Neta S Pane di Jakarta, Selasa.
Neta S Pane menyebut baru kali ini taruna Akpol sebanyak itu dipecat akibat
melakukan penyiksaan yang menyebabkan kematian, meski sempat menggantung sejak
2017.
Sementara pemecatan itu diambil setelah digelar sidang Dewan Akademik
(Wanak) Akpol yang dipimpin Gubernur Akpol Irjen Rycko Amelza Dahniel dan
dihadiri Kalemdikpol Arief Sulistyanto.
Kasus penganiayaan yang menyebabkan terbunuhnya Brigadir Dua Taruna M. Adam
pada Mei 2017 itu, melibatkan 14 taruna Akpol. Sebelumnya pada Juli 2018,
seorang taruna telah dipecat melalui sidang Wanak.
Neta mengatakan dari 13 taruna tersebut, terdapat dua anak jenderal, tujuh anak
kombes dan empat anak warga sipil sehingga ia mengapresiasi ketegasan Polri
dalam mengambil keputusan itu.
Dari pantauan IPW, kata dia, semula keputusan pemecatan terhadap 13 Taruna
Akpol itu berjalan alot sehingga sidang Wanak Akpol terpaksa dilakukan selama
dua hari, meski Mahkamah Agung sudah mengeluarkan keputusan tetap terhadap
kasus itu.
Neta menyebut alotnya keputusan itu karena adanya usulan hanya empat taruna
yang dipecat sehingga memunculkan polemik.
“Bagaimanapun Akpol adalah lembaga pendidikan dan candra dimuka tempat
melahirkan kader kader Polri yang profesional, humanis dan menjunjung tinggi
nilai-nilai HAM,” kata Neta.(ant)