Papua Barat

Sekda: Inflasi Papua Barat Tinggi Karena Produksi Lokal Belum Optimal

103
×

Sekda: Inflasi Papua Barat Tinggi Karena Produksi Lokal Belum Optimal

Sebarkan artikel ini
Pedagang sayur dan buah menjajakan dagangannya di emper trotoar kawasan kota Manokwari, Papua Barat. Aktivitas ekonomi skala kecil seperti ini menjadi bagian dari roda penggerak perekonomian lokal di tengah keterbatasan akses modal dan fasilitas.FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA.

PAPUADALAMBERITA.COM.MANOKWARI – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Barat, Drs. H. Ali Baham Temongmere, M.TP, mengungkapkan bahwa tingginya inflasi di Papua Barat disebabkan belum optimalnya produksi dalam daerah.

Sekda Papua Barat Drs. H. Ali Baham Temongmere, M.TP menjawab pertanyaan wartawan usai Apel Gabungan ASN di halaman Kantor Gubernur Papua Barat, Senin (19/5/2025). Sekda menegaskan pentingnya dukungan ASN terhadap visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat. FOTO:RUSTAM MADUBUN. PAPUADALAMBERITA.COM

Hal tersebut disampaikannya merujuk pada informasi dari Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Papua Barat.

“Informasi dari Bapak Kepala Dinas Ketahanan Pangan, bahwa inflasi di Papua Barat tinggi karena produksi kita belum optimal,” ujar Sekda di Manokwari, di Kantor Gubernur Papua Barat Senin (19/5/2025)

Menurutnya, ketergantungan terhadap pasokan dari luar daerah turut memicu kenaikan harga barang dan kelangkaan komoditas.

“Kita belum bisa mengelola produksi di sini, akhirnya kita tergantung pada produksi pertanian dari luar. Jadi kemudian harga mahal karena ada kelangkaan,” jelasnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Sekda menekankan pentingnya mendorong kemandirian daerah, salah satunya dengan mengoptimalkan sektor peternakan dan perkebunan lokal.

“Oleh karena itu, kemandirian itu antara lain kita harus optimalkan produksi-produksi di sini, peternakan, perkebunan. Kemudian, optimalkan juga potensi sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang ada di Provinsi Papua Barat ini. Mari kita upayakan itu supaya kemandirian bisa tumbuh,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat lokal harus menjadi subjek dalam pembangunan, dengan memperkuat pelaku usaha kecil di tingkat bawah.

“Kita harus mampu menjadi subjek pembangunan. Hari ini di tingkat bawah, kita punya pengusaha-pengusaha lokal yang begitu banyak. Mereka bekerja hanya dengan Rp30 juta, Rp40 juta, sampai Rp50 juta,” ungkapnya.

Namun, ia menyayangkan keterbatasan yang membuat pelaku usaha lokal belum bisa mengakses peluang besar dari luar, yang bahkan tidak bergantung pada dana pemerintah.

“Di luar sana ada tawaran-tawaran yang begitu hebat, yang bukan dari dana pemerintah. Tapi kita belum bisa mengajak mereka ke sana karena kemampuan kita masih terbatas,” ujarnya.

Ali Baham juga menyoroti capaian pertumbuhan ekonomi Papua Barat yang cukup tinggi secara nasional.

“Saya selalu ingatkan ini penting sekali. Dalam paparan terakhir, rilis statistik menunjukkan pertumbuhan ekonomi Papua Barat tertinggi kedua di Indonesia, di bawah Provinsi Maluku Utara,” katanya.

Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi nasional saat ini berada di angka 5 persen lebih, sementara target nasional mencapai 8 persen.

“Kalau tidak ada minyak dan gas, targetnya itu hanya 5 persen. Kita penyumbang terbesar kedua dari sektor minyak dan gas,” katanya.

Karena itu, Sekda menekankan pentingnya peran organisasi perangkat daerah (OPD) dalam mengelola kontribusi minyak dan gas agar dapat meningkatkan pendapatan daerah.

“Kita punya angka Rp3 sekian triliun untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), tapi pendapatan asli daerah (PAD) kita hanya Rp300 miliar. Dana transfer dari pusat sangat besar, jaraknya cukup jauh,” jelasnya.

“Mari kita bantu Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur agar bagaimana meningkatkan PAD Papua Barat, supaya visi dan misi daerah ini bisa tercapai,” tutupnya.(rustam madubun)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *