Papua Barat

Siapa Saja Tim 315?  Ijie Beber Kisah di Balik Perjuangan Pembentukan Irian Jaya Barat

263
×

Siapa Saja Tim 315?  Ijie Beber Kisah di Balik Perjuangan Pembentukan Irian Jaya Barat

Sebarkan artikel ini
Dr.Origenes Ijie, SE., SH., MM (Kanan) yang ditemui wartawan di ruang kerjanya, Selasa (8/10/2025). FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA

PAPUADALAMBERITA.COM.MANOKWARI – Tidak banyak yang mengetahui bahwa angka 315 yang kerap disebut dalam sejarah perjuangan pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat (kini Papua Barat) memiliki makna mendalam. Angka itu bukan hanya simbol, melainkan lahir dari momen sejarah yang penuh perjuangan, di ruang sidang DPR RI, Jakarta, pada 17 September 2002.

Salah satu tokoh yang terlibat langsung dalam peristiwa itu, Dr.Origenes Ijie, SE., SH., MM menceritakan bahwa perjalanan panjang menuju pengesahan provinsi baru tersebut dimulai dari Manokwari. Tim perjuangan kemudian bergabung dengan delegasi dari Sorong, Fakfak, dan Kota Sorong, sebelum berangkat ke Jakarta.

“Film dokumenter yang ditayangkan belakangan ini menampilkan potongan-potongan orang, tapi tidak menampilkan perjalanan utuh kami sejak dari Papua. Seharusnya ditampilkan bagaimana tim ini masuk ke Komisi II DPR RI, Menko Polhukam, Departemen Dalam Negeri, hingga ke Istana Negara,” ujarnya.

Sesampainya di Senayan, para delegasi menghadapi ketegangan saat hendak membacakan pernyataan sikap di ruang sidang. Namun situasi berhasil diredakan, dan pembacaan dimulai secara bergiliran dari setiap daerah misalnya Ali Kwaras (Fakfak), Obeth Ayok (Manokwari), Bram Ambrauw (Kabupaten Sorong), dan terakhir perwakilan Kota Sorong, yang membacakan langsung dari podium utama.

“Saya berdiri di podium dan menyampaikan pernyataan bahwa tim Papua yang hadir berjumlah 13 orang. Tapi ketika menyampaikan aspirasi rakyat Papua, hanya saya yang bicara. Maka saya katakan, 13 orang ini ibarat tutup mata, telinga, dan hati terhadap penderitaan masyarakat Papua,” kisah Ijie.

Ia menegaskan, jumlah penduduk Papua saat itu mencapai 1,3 juta jiwa, dan 315 orang hadir di ruangan tersebut mewakili rakyat dari berbagai wilayah. Dari pernyataan itulah, angka 315 kemudian digunakan secara simbolik dan dikenal hingga kini.

“Sebenarnya jumlah kami yang berjuang saat itu adalah 246 orang. Tapi dalam politik, 315 adalah pernyataan simbolik, pernyataan politik untuk menegaskan legitimasi perjuangan rakyat Papua,” jelas Ijie.

Perjalanan perjuangan itu tak berhenti di Senayan. Setelah bertemu Komisi II DPR RI, rombongan bergerak ke Menko Polhukam, Departemen Dalam Negeri, hingga melakukan pertemuan di Istana Negara. Situasi semakin memanas dengan berbagai aksi penolakan, namun semangat tidak padam.

Ijie mengisahkan, malam 19 September 2002 menjadi momen penting lainnya. Saat sebagian besar peserta sudah beristirahat di Taman Mini Indonesia Indah, sejumlah tokoh nasional datang menemui perwakilan Papua, di antaranya Letjen (Purn) A.M. Hendropriyono, Mudi P.R., dan Sebuadi Santoso.

“Mereka tiba sekitar pukul setengah satu malam. Saat itu hanya kami berlima yang masih terjaga. Pak Hendropriyono datang langsung merangkul saya. Dari situlah kami berdiskusi empat meter terpisah dari yang lain. Itu momen yang tak terlupakan,” kenangnya.

Ia menjelaskan, kisah perjuangan itu telah ia tulis sendiri dalam sebuah buku berjudul “315: Sejarah Perjuangan Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat”, yang diterbitkan dan dinilai layak oleh Perpustakaan Nasional RI. Atas karya dan kiprah tersebut, ia menerima kenaikan pangkat istimewa pada tahun 2017.

“Saya bukan hanya penulis, tapi pelaku sejarah. Karena itu saya selalu katakan jangan sembarangan memakai angka 315 tanpa memahami maknanya. Itu bukan hanya angka, itu simbol perjuangan,” pesan Ijie.(rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *