PAPUADALAMBERITA.COM.SORONG-Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) Provinsi Papua Barat Daya (PBD) menyebut bahwa implementasi indikator Papua Sehat yang menjadi unsur penting di dalam percepatan pembangunan Papua membutuhkan kerja kolaborasi lintas sektoral.
Anggota Pokja Papua Sehat BP3OKP PBD drg Rosaline Novita Irianna Krimadi di Sorong, Sabtu, menjelaskan program-program perencanaan yang disiapkan oleh organisasi perangkat daerah harus merujuk pada indikator Papua Sehat yang telah disiapkan BP3OK sesuai dengan standar pelayanan minimum dari setiap kabupaten kota.
“Nanti kita turun dan bersama melihat apakah program itu sudah sesuai atau tidak, karena kita berbicara soal percepatan pembangunan,” ujar dia.
Menurut dia, berorientasi pada percepatan pembangunan, sehingga program dan anggaran harus selaras untuk mendukung percepatan pembangunan Papua, khususnya di Papua Barat Daya.
Di dalam misi sehat, kata dia, ada indikator yang ditetapkan untuk menjadi target percepatan pembangunan Papua, yakni umur harapan hidup.
Di Papua, indikator umur harapan hidup menurut catatan statistik hampir 65 tahun. Jadi, secara logis, umur orang papua hanya batas pada 65 tahun saja.
“Atas dasar itulah kita diberikan target bahwa pada 2041 usia orang asli Papua harus sampai pada 68 hingga 70 tahun,” ujar dia.
Untuk mencapai usia itu, saat ini ada perhitungan baru dari badan statistik menggunakan usia kelahiran dan itu secara langsung berhubungan dengan indikator prevalensi stunting.
“Urusan stunting ini bukan hanya terjadi di Papua, namun kasus stunting di Papua masih cukup tinggi. Khusus di Papua Barat Daya, angka stunting berada pada 30,8 persen,” ujarnya.
Sementara angka stunting di kabupaten/kota di Papua Barat Daya sangat bervariasi, terdiri atas Kabupaten Tambrauw sebesar 31,8 persen, Sorong Selatan 31,3 persen, Kota Sorong 31 persen, Raja Ampat sebesar 30,9 persen, Kabupaten Sorong 27,3 persen, dan Maybrat 27, 3 persen.
Berkaitan dengan itu, BP3OKP telah berkoordinasi dengan beberapa pihak terkait, ternyata salah satu upaya konkret untuk mengatasi kasus stunting ini adalah kolaborasi lintas sektoral.
“Target penyelesaian stunting yang semestinya masing-masing sektor ikut berperan masih bersifat ego sektoral dari sisi perencanaan. Artinya, masih belum adanya kolaborasi efektif,” kata dia.
Tanggung jawab stunting, sebut dia, bukan hanya menjadi tugas Dinas Kesehatan, tetapi butuh kolaborasi dari dinas lain, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak untuk memberdayakan calon ibu rumah tangga, kemudian Dinas Ketahanan Pangan menyediakan makanan bergizi sejak anak di dalam kandungan.
Selain itu, Dinas Pendidikan juga terlibat dalam memberikan edukasi secara masif tentang reproduksi, menjaga kesehatan dan lain sebagainya.
Selain dua indikator itu, juga ada indikator eliminasi malaria yang masih menjadi soal di Papua. Di Papua Barat Daya, terdapat satu kabupaten, yakni Kabupaten Sorong Selatan yang telah berhasil mengeliminasi malaria.
“Tinggal tugas lain untuk memberantas malaria di empat kabupaten dan satu kota, OPD teknis bagaimana meramu program strategis untuk melaksanakan itu, BP3OKP akan terus mengawasi pelaksanaan itu,” ucap dia.(antara)
Pewarta: Yuvensius Lasa Banafanu
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024