PAPUADLAMBERITA.COM.MANOKWARI – Cuaca buruk yang terjadi memberikan tantangan besar bagi nelayan Manokwari.
Seperti angin kencang dan gelombang tinggi yang melanda beberapa wilayah perairan Manokwari Papua Barat membuat aktivitas penangkapan ikan terhambat.
Selain itu, keterbatasan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) turut memberatkan nelayan. Biaya operasional penangkapan ikan yang meningkat akibat keterbatasan membuat nelayan harus mengeluarkan lebih banyak biaya.
Kondisi ini makin memperburuk lagi dengan jarak tangkap nelayan pada posisi 50 mili ke laut sehingga berkontribusi terhadap tingginya angka inflasi di Manokwari.
Pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah konkret membantu nelayan menghadapi tantangan ini, seperti penambahan kuota BBM melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN).
‘’Terkait dengan ikan sebagai salah satu komoditi penyumbang inflasi, memang ada dua faktor yang sangat mempengaruhi,’’ ujar pelaksana tugas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Papua Barat Jefri Auparay, SH, MH yang ditemui wartawan di Kantor Gubernur Papua Barat Senin (8/7/2024).
Jefry menjelaskan, hal pertama, cuaca yang tidak pernah berkompromi dengan siapapun, kedua adanya keterbatasan bahan bakar minyak.
‘’SPBN kita hanya satu di Manokwari membuat BBM terbatas,’’ sebut Jefri.
Untuk mengatasi persoalan itu Jefry mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Manokwari yang memiliki wilayah.
‘’Tetapi sampai saat ini belum ada tanggapan pembebasan hak ulayat untuk pembangunan SPBN, kita tahu bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manokwari itu ada di wilayah Kabupaten Manokwari Selatan,’’ jelas Jefry.
‘’Sehingga kalau pemerintahan Kabupaten Manokwari bisa membebaskan lahan di daerah Manokwari Selatan, karena bapak gubernur bersama kami sudah komunikasikan dengan Pertamina, Pertamina siap untuk izin kepada pelaku usaha membangun SPBN lagi di Manokwari Selatan,’’ sambung Jefry.
Menurutnya, jika ada penambahan SPBN dilakukan kelangkaan BBM untuk nelayan bisa teratasi, jangkauan penangkapan ikan juga teratasi.
Menurut Jefry, satu hal lagi yang ikut bepengaruh pada nelayan, adalah luas wilayah tangkap ikan di Papua Barat dipersempit dengan hadirnya Papua Barat Daya dan Papua Tengah.
‘’Untuk mengejar ikan tuna, kita sudah ada pada posisi 50 mil ke laut, untuk itu memang dibutuhkan BBM yang cukup belum, lagi cuaca yang tidak kompromi,’’ jelas Jefry.
IKAN TUNA:
Kata Jefry sebetuknya tidak terjadi adanya kesulitan ikan tuna di Manokwari, namun justru terbalik ikan tuna melimpa ruah.
‘’Kalau orang bilang ikan tuna itu susah itu tidak juga, saya sudah tentang Badan Pusat Statistik (BPS) jangan hanya meninjau pasar pada jam 09.00, karena jam 09.00 itu Ikan sudah keluar Kabupaten Pegunungan Arfak dan kabupaten lain,’’ ujarnya.
‘’Tetapi datang pada Jam 06.00 pagi di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), karena bongkar muat kapal-kapal dan ikan itu pada pagi hari, itu ikan melimpah di pelabuhan PPI Kabupaten Manokwari,’’ jelas Auparay.
Lanjutnya, jika BPS meninjau pada jam 09.00 jam 10.00, sudah keluar dari PPI ada yang ke kabupaten lain seperti Kabupaten Pegunungan Arfak.
‘’Kita tidak bisa membatasi mereka (nelayan) itu hak mereka untuk berjualan, dan jika di atas jam sembilan atau sepuluh itu harga berbeda, karena sudah berada pada tangan ketiga dan keempat,’’ jelas Jefry.
Jefry mengatakan, kabupaten Manokwaari juga memiliki nelayan yang sangat banyak, yaitu mencapai 4.000 untuk itu untuk menjaga kestabilan harga, juga harus ada ketersediaan BBM melalui penambahan SPBN.(rustam madubun)