Papua Barat

Direktur LBH Manokwari Pertanyakan Pemeriksaan Saksi Pelanggaran HAM di Paniai

217
×

Direktur LBH Manokwari Pertanyakan Pemeriksaan Saksi Pelanggaran HAM di Paniai

Sebarkan artikel ini
Print

Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Christyan Warinussi SH. PAPUADALAMBERITA. FOTO: DOKUMENTASI LP3H

PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Christyan Warinussi SH mengingatkan Jaksa Agung Republik Indonesia dan jajarannya sebagai penyedik perkara dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang agar tidak cepat “sesumbar” bahwa pihaknya sudah periksa 37 saksi Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai.

Karena rakyat Papua hingga hari ini masih berada pada posisi sebagai korban kasus pelanggaran HAM Berat yang diduga keras pelakunya adalah negara Indonesia.

Terduga pelaku di lapangan diduga keras adalah aparat kemanan yang bertugas di wilayah konflik di Tanah Papua.

Itu telah terjadi semenjak integrasi Tanah dan Negeri Papua menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia tahun 1963 hingga saat ini.

‘’Jadi kalau baru 37 orang dan mereka adalah aparat keamanan yang bertugas Paniai Timur saja. Itu menurut saya belum cukup untuk menemukan bukti dan atau petunjuk ada tidaknya dugaan pelanggaran HAM berat.

Akan lain pengertiannya, jika penyidik pelanggaran HAM berat dari Kejaksaan Agung RI telah memeriksa aparat yang bertugas di Enarotali saat itu.

Sebab untuk bisa memeriksa anggota TNI,  penyidik Kejaksaan Agung RI harus memperoleh ijin lebih dahulu dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.

Karena dugaan keras mengarah dari hasil investigasi organisasi masyarakat sipil di Tanah Papua, termasuk Komnas HAM RI waktu itu.

Lamanya kasus dugaan pelanggaran HAM Paniai sejak 2008 terjadi dan baru sekarang mulai disidik cukup meninggalkan pertanyaan di benak keluarga korban dan rakyat Papua serta dunia internasional.

Sehingga saya meminta Presiden Joko Widodo untuk memberi tekanan politik kepada Jaksa Agung RI untuk tidak buat pernyataan dalam upaya mengungkapkan kasus dugaan pelanggaran HAM Berat Paniai.

Sebab masih ada 2 (dua) kasus dugaan pelanggaran HAM Berat di Tanah Papua lainnya yang masih menantikan kerja nyata Kejaksaan Agung RI, yaitu kasus Wasior (2001) dan Wamena (2003).(tam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *