FeaturePapua Barat

Feature (2) Seniman Papua Barat Elly Krey : Jangan Sampai Budaya Kita Hilang

722
×

Feature (2) Seniman Papua Barat Elly Krey : Jangan Sampai Budaya Kita Hilang

Sebarkan artikel ini
Print
ELLY Krey dan karya seni ukirannya didepan sanggar seninya, Rabu (24/4/2019). FOTO: Rustam Madubun/papudalamberita.com

PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Setelah perjuangan ayahnya  melestarikan seni ukir Papua di jaman Belanda, saat ini Elly Krey “bertarung” di era digital agar generasi Papua tidak kehilangan identitas seni, tidak terkikis dari derasnya budaya  luar.

Menekuni seni dan budaya adalah masa depan Papua untuk lebih baik, karena  alam Papua menyimpan potensi seni budaya, mulai dari seni merajut, seni mengukir, seni memahat, tinggal bagaimana generasi Papua mau memanfaatkannya.

‘’Ilmutidak hanya  didapat dari bangku sekolah, kuliah, teman bahkan orang lain, tetapi ilmu pertama diturnkan dari orang tua dan luluhur kepada anak dan generasinya,’’ kata Elly Krey.

Menekuni seni mengukir bagi seorang Elly Krey bukan sekedar seni biasa, tetapi Ia ingin mempertahankan motif-motif seni Papua di Teluk Cenderawasih.

‘’Kami harus berkarya, kalau tidak berkarya dalam kehidupan sehari-hari diyakini kami akan susah dikemudian hari, bahkan bisa meninggal, pesan relegi itu yang di wasiatkan ayahnya, Marinus Krey kepada anak-anaknya,  saya serta generasi kami,’’ kutip Elly.

Wasiat sang ayahnya mebuat dirinya sejak kecil harus belajar dan mulai berkarya dalam seni budaya mengukir.

‘’Jadi ukiran Biak ini dinamakan karerin, ini tdak bisa sembarang  orang mengukirnya, yang buat ya senimannya sendiri,’’ ceritera Krey.

Untuk mengukir seni budaya Papua ada artinya, pengukirnya harus mengetahui arti dari satu ukiran dan harus memiliki keinginan serius, tidak boleh dikerjakan asal-asalan.

‘’Walaupun seseorang memiliki bakat,  tetapi jika Ia tidak ada keinginan,  sesunguhnya Ia tidak akan berhasil, tidak hanya gagal dalam mengukir,  tetapi Ia tidak akan sukses dalam hidupnya,’’ cerita Krey dari pesan budaya leluhurnya.

Begitu pentingnya pesan leluhurnya, kata Kery, cerita orang tua terdahulu, bahwa ilmu mengukir ini tidak diberikan sembarang kepada orang lain, namun diberikan kepada orang-orang dalam ikatan keluarga.

‘’Kenapa harus begitu? Karena orang tua-tua kami telah memikirkan jauh-jauh hari, jika diberikan kepada orang yang salah, dikuatirkan nilai seni dan budayanya akan hilang karena salah mengunakan, seperti salah dalam tradisi adat, diutamakan untuk komersial,’’ kata Krey mengutip pesan almarhum ayahnya.

Sebagai seorang senima dalam menjaga keaslian ukiran dan arti, pengukirnya harus mengetahui arti dan maknanya,  jika ada yang mengatakan itu ukirannya, tetapi tidak mengetahui arti dari ukiran, berarti bukan karya seninya.

‘’Ukiran dari Serui berbeda dengan ukiran Biak, Serui motifnya halus dan Biak kasar,’’ rincinya.

Mengikuti perjalanan waktu, Krey ingin mewariskan ilmu mengukir  kepada generasi muda asli Papua untuk belajar menkuni seni mengukir.

Dari hasil mengukir Ia mengaku tidak sedikit yang Ia peroleh. Setiap ukiran memiliki nilai seni tinggi dan arti yang berbeda. ‘’Namun kami tidak menjual budaya kami, tetapi kami ingin melestarikan budaya kami melalui ukiran dan patung, sehingga orang lain mengetahui seni dan budaya Papua,’’.

‘’Patung yang lagi dikerjakan mengambil wanita, ketika wanita masih muda Ia menjadi tulang rusuk dan setelah wanita itu berkeluarga Ia menjadi tulang pungung,’’ jelas Krey mengartikan patung yang sementara diukirnya.

Patung pesanan seseorang di Kabupaten Manokwari itu Ia bandrol dengan harga Rp25 juta, ada dua patung pesanan koleganya, sepasang wanita dan pria, dimana wanita dalam keadaan hamil.

‘’Patung pria sudah selesai dan telah diambil orangnya, ini patung wanita dalam tahapan mengukir,’’ kata Krey.

Diakhir bincang bersamanya, Ia mengisahkan karya seni ukirnya tidak hanya diminati di Manokwari atau Papua Barat, namun ukiran di atas kayu dengan berbagai ukuran sudah berada di Jepang,  Cina, Kanada dan Belanda.

‘’Mereka pesan secara online melalui kampung digital, fasilitas yang diberikan Telkomsel kepada saya, berupa pemasangan wif dan perangkat lain,’’ tambahnya.

‘’Mari kita berkarya mengangkat dan melestarikan budaya Papua, jangan sampai budaya kita hilang, karena budaya adalah jati diri kita sebagai orang Papua.  Jangan sampai budaya kita tenggalam,’’ harapannya kepada generasi Papua.(rustam madubun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *