
PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI –Jalan Jogjakrta, Manokwari suara kendaraan terdegar riuh, pada sisi kanan jalan sepanjang 50 meter berderet beberapa toko Sembako, sisi kiri ada tempat foto copy serta sejumlah tempat usaha, Rabu (24/4/2019) pagi, saya bermaksud menjumpai pengukir piawai asli Biak, Elly Krey.
Setiap warga yang melintas selalu menyapanya, pertanda Ia bukan sekedar tokoh biasa, Sekitar pukul 10.00 WIT ada dua tokoh masyarakat lebih awal menyambanginya, mereka berceritra asik sambil sesekali Ia memukulkan palu dari kayu di gagang pahat yang tertancap pada sebatang kayu mahoni kering.
“Selamat pagi bapak berdua,’’ saya membuka percakapan dengan salam sambil menyodorkan tangan menyalami satu persatu. ‘’Mansar motor parkir di pinggir yang ada sombar itu, biar tidak kena panas,’’ balasnya.
Karya seni dari jari jemari penekun seni ukir sejak usia dini ini telah menjadi pemanis di sejumlah gedung-gedung perkantoran pemerintahan dan sekolah, seperti Kantor Gubernur Papua Barat dan dinding pagar Universitas Papua, Manokwari.
Selang 20 menit saya jumpa dengan seniman dan budayanwan asli Papua kelahiran Kampung Biak Barat Jauh, Provinsi Papua ini, kerabatanya pun satu-persatu meninggalkan kami berdua di depan sanggarnya, yang juga sekaligus sebagai Kantor Dewan Kesenian Tanah Papua, Provinsi Papua Barat.
Kepergian koleganya (shabatnya) tidak memutuskan ceritera kami berdua, gagang pahatnya terus diketuk di kayu yang telah terbentuk badan seorang wanita. Ketika ketukannya tidak terdegar lagi, saya pun meminta waktu sejenak. Ia pun menanggalkan pahat dan palunya.
‘’Di dalam ruangan ka? ‘Disini saja bapak,’’ jawab saya atas tawarannya berpindah ke ruang kerjanya. Ia pun duduk di pot bunga ukuran besar sambil mempersilahkan saya duduk pada sebatang bongkahan kayu yang telah diukir bermotif Papua.
Seni mengukir ayah lima anak dari pasangan dengan Lince Mandobar ini mengalir dari darah seni sang ayahnya, Marinus Krey secara turun temurun. ‘’Sebelum orang tua saya, tete dan pendahulu kami memang penekun seni ukir,’’ kenang Elly Krey yang di temui papuadalamberita.com di sanggar seninya.
Walau usianya terus bertambah, bapak kelahiran 10 Desember 1951 yang juga Ketua Dewan Kesenian Tanah Papua Provinsi Papua Barat ini mengaku tidak akan berhenti mengkuir.
‘’Saya tidak akan berhenti mengkuir, filosofi saya yaitu “Selama hidup mengukir, berkarya sebelum mati” karena ketika sesorang meninggal dunia tinggallah kenangan, kenangan itu yang dapat dilihat dan dinikmati anak cucu dan generasi kita di kemudian hari,’’ urainya.
Kenapa Elly Krey tidak mau meninggalkan seni mengukir dan memahat. Ada wasiat penting apa dari sang ayahnya kepadanya? Ikut ceritanya di tulisan Feature (bagian 2 ) Elly Krey : Jangan Sampai Budaya Kita Hilang.(rustam madubun)