Papua Barat

Resensi Buku Napak Tilas Ali Baham, Dominggus Mandacan: Dia Disiplin dan Setia

1217
×

Resensi Buku Napak Tilas Ali Baham, Dominggus Mandacan: Dia Disiplin dan Setia

Sebarkan artikel ini
Ali Baham Temongmere sedikit menundukkan kepala sebagai sikap hormat pada gubernur saat keduanya berbincang ringan di Kediaman Sekda, Susweni Manokwari Timur, Kabupaten Manokwari Senin (31/3/2025). FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA.
Print
  • Buku Napak Tilas Ali Baham Temongmere: Cahaya Fajar dari Balik Gunung Mbaham mengisahkan perjalanan, dedikasi, dan perjuangan Ali Baham Temongmere dalam membangun Papua Barat. Ditulis oleh Dwi Urip Premonodan dua wartawan senior, Wolas Krenak, dan Yusuf Mujiono, buku ini menjadi dokumentasi berharga tentang kiprah seorang pamong sejati.

PAPUADALAMBERITA.COM.MANOKWARI – Diterbitkan oleh Pusat Pengkajian dan Pelatihan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (P3SIP) Indonesia dengan ketebalan 289 halaman, buku ini memuat kata pengantar dari 11 tokoh Orang Asli Papua dari berbagai profesi.

Saya memilih salah satunya, Drs. Dominggus Mandacan, M.Si., yang pernah menjabat sebagai Gubernur Papua Barat (2017–2022) dan Gubernur terpilih Papua Barat (2025–2030), Sedangkan Ali Baham kini menjabat Sekda Papua Barat.

Dominggus Mandacan, berbagi cerita tentang hubungan kedekatannya dengan Drs. Ali Baham Temongmere.

Ia mengungkapkan bahwa Ali Baham Temongmere merupakan adik tingkatnya di APDN Yoka Jayapura.

Sebagai Kepala Suku Besar Arfak dan senior di almamaternya, Dominggus Mandacan menyambut kedatangan Ali Baham Temongmere saat tiba di Bandara Rendani, Manokwari, setelah dilantik sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Jakarta.

Buku Napak Tilas Ali Baham Temongmere: Cahaya Fajar dari Balik Gunung Mbaham.FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA.

“Saya menjemputnya dan mengatakan, ‘Ade Penjabat Gubernur Papua Barat, Drs. Ali Baham Temongmere, M.T.P., selamat datang di Tanah Arfak, di Negeri Rumah Kaki Seribu. Silakan atur pemerintahan yang ada. Sebagai senior alumni APDN Yoka, juga sebagai gubernur periode 2017–2022, saya bersama masyarakat akan mendukung Ade dalam menjalankan tugas sebagai pemerintah untuk memajukan Papua Barat,’” ujar Dominggus Mandacan.

Drs. Dominggus Mandacan, M.Si., menilai bahwa selama menjabat sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat, Drs. Ali Baham Temongmere, M.T.P., telah menjalankan pemerintahan sesuai dengan mekanisme dan amanat undang-undang. Salah satu contohnya adalah penerapan lelang jabatan dalam pengisian posisi strategis, yang menurutnya merupakan langkah yang sangat baik.

“Saya diundang beberapa kali untuk berdiskusi dan memberikan masukan tentang pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di Papua Barat,” ujar Mandacan.

Salah satu hal yang menarik bagi Mandacan adalah pendekatan Ali Baham Temongmere dalam membangun kebersamaan. Dalam berbagai kesempatan, Ali Baham selalu mengajak semua pihak untuk berdiskusi bersama di “Rumah Kaki Seribu,” sebuah konsep yang mencerminkan semangat persatuan dalam membangun Papua Barat.

“Kami bersepakat untuk menjaga suasana damai dan keharmonisan antarsuku dalam membangun kehidupan sosial kemasyarakatan di Papua Barat sebagai Rumah Kita, Kaki Seribu,” tegas Mandacan.

Sebagai lulusan APDN Yoka Jayapura, Dominggus Mandacan bersyukur kepada Tuhan atas pendidikan yang ia terima. Ia mengingat bagaimana para dosen mendidik para mahasiswa menjadi pamong yang disiplin, setia, dan berkomitmen dalam mengabdi kepada masyarakat, pemerintah, bangsa, dan negara.

“Para pendidik mengajarkan kami untuk disiplin, setia, memahami budaya, adat, dan hukum. Kami dididik untuk menghormati adat dan menghargai masyarakat, serta disiapkan menjadi pamong yang siap mengabdi, bahkan di daerah pedalaman, pulau-pulau terpencil, dan daerah berawa yang jauh dari perkotaan. Kami sangat bahagia dan bangga bekerja bersama masyarakat untuk membangun masa depan mereka,” ujarnya.

Mandacan mengungkapkan bahwa di APDN, para mahasiswa diajarkan untuk turun langsung ke masyarakat setelah lulus. Mereka harus duduk bersama rakyat, mendengarkan isi hati mereka, makan makanan yang sama, tidur di tempat yang sama, serta berpartisipasi dalam berbagai kegiatan adat seperti pesta adat, dansa adat, membayar mas kawin, dan sidang adat. Dengan cara ini, para pamong bisa memahami kebutuhan dasar masyarakat dan menentukan langkah terbaik untuk membangun daerah mereka.

Menurut Mandacan, kepala kampung, tokoh adat, dan tokoh masyarakat adalah figur orang tua bagi para pamong. “Pendekatan inilah yang menyentuh hati masyarakat. Rakyat di pedalaman selalu menyapa kami dengan sebutan ‘Anak Camat’. Sebutan ‘Bapak Camat’ jarang digunakan, kecuali dalam acara resmi. Kami dianggap sebagai bagian dari mereka, dan mereka adalah orang tua kami,” jelas Mandacan.

Pamong bergerak bersama masyarakat untuk membangun kecamatan di berbagai bidang, termasuk pemerintahan desa, pendidikan, kesehatan, pertanian, perikanan, keagamaan, serta permukiman dan perumahan. “Kami bahkan membangun gedung sekolah atau rumah ibadah menggunakan bahan-bahan lokal,” jelas Mandacan.

Lulusan APDN Yoka yang mengabdi di wilayah Kepala Burung Papua menunjukkan dedikasi tinggi dalam membangun daerah.

Bersama para misionaris dan masyarakat, mereka secara swadaya membangun landasan pesawat untuk pendaratan jenis Cessna, bahkan Twin Otter.

Di daerah pesisir atau aliran sungai, para pamong juga membangun jembatan menggunakan bahan lokal demi memperlancar roda pemerintahan dan pembangunan.

“Semua itu dilakukan demi kelancaran pemerintahan dan pembangunan,” kenang Dominggus Mandacan, menceritakan dedikasi para pamong di zaman Belanda.

Setelah lulus dari APDN Yoka, Mandacan sendiri ditugaskan di Kecamatan Waropen Atas, yang terletak jauh dari ibu kota Kabupaten Yapen Waropen di Serui.

Ia merasa bahagia menjalani tugasnya, menyeberangi Teluk Saireri dengan perahu Johnson, menyusuri sungai, dan menjangkau pedalaman Waropen Atas.

“Saat tiba di sana, saya disambut dengan upacara adat sebagai anak mereka. Saya tinggal bersama staf kecamatan, hidup dengan masyarakat, mengunjungi mereka, mendengarkan cerita mereka, serta makan hidangan yang mereka sajikan. Mereka menyambut saya dengan panggilan ‘Anak Camat’ dan selalu mengajak saya menikmati makanan khas daerah. Masyarakat sangat senang ketika kami menginap di rumah mereka yang sederhana,” kenang Mandacan.

Sementara itu, Ali Baham Temongmere, setelah lulus, ditempatkan di Kecamatan Teluk Arguni, Kaimana, yang juga jauh dari ibu kota Kabupaten Fakfak. Ia memiliki banyak pengalaman menarik bersama masyarakat, termasuk dalam proses relokasi ibu kota kecamatan.

“Semua alumni APDN Yoka, termasuk saya, Ade Ali Baham Temongmere, dan Kaka Otto Ihalauw, selalu menerapkan prinsip disiplin, teliti, setia, jujur, serta hidup bersama masyarakat. Kami makan bersama mereka, berjalan kaki atau mendayung perahu dari kampung ke kampung untuk mengunjungi warga. Kami hidup berdampingan dengan masyarakat dan mengabdi dengan penuh cinta kasih,” tutur Mandacan.

Mandacan menjelaskan bahwa di APDN, para mahasiswa atau praja diajarkan untuk menghormati dan melaksanakan perintah atasan, baik bupati maupun sekretaris daerah (sekda). Sebagai pamong yang bertugas di daerah terpencil, pulau-pulau, atau wilayah berawa payau, mereka harus selalu mengayomi rakyat.

“Ketika kami hendak ke kota, kami harus meminta izin kepada atasan melalui Radio Single Sideband (SSB). Jika disetujui, barulah kami bisa berangkat. Namun, jika tidak, kami harus tetap berada di tempat tugas. Jika izin diberikan untuk tujuh hari, maka kami wajib kembali tepat waktu ke tempat tugas pada hari ke tujuh, tidak boleh berlama-lama di kota . Setibanya di tempat tugas, mereka wajib melapor kepada bupati atau sekretaris daerah (sekda) untuk mendapatkan arahan. Setelah masa izin berakhir, mereka juga harus kembali melapor sebelum kembali bekerja.

Mekanisme ini membentuk Aparatur Sipil Negara (ASN) yang disiplin dan berkomitmen dalam mengabdi kepada masyarakat, bangsa, dan negara.

Pengabdian yang dijalankan dengan sungguh-sungguh akan membawa pamong dari satu jenjang jabatan ke jenjang berikutnya, hingga akhirnya menjadi pemimpin, Itu semua merupakan berkat dari Tuhan.

Dengan menapaki jenjang karier secara bertahap, seorang pamong akan memiliki dasar yang kuat dalam mengambil keputusan. Sebagai pemimpin, ia tidak akan mudah dibohongi oleh staf karena pengalaman sebagai pamong telah membekalinya untuk mengantisipasi berbagai situasi.(rustam madubun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *