
PAPUADALAMBERITA.COM.
YOGYAKARTA – Dosen Departemen Politik dan
Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati berpendapat
banyak kendala yang dihadapi dalam Pemilu 2019 yang dilaksanakan secara
serentak tidak perlu disikapi dengan beralih pada sistem pemilu yang baru
secara tergesa-gesa.
“Jangan kemudian kita buru-buru beralih ke sistem yang lain. Mari kita
pikirkan baik-baik, evaluasi lebih mendalam, sehingga kita bisa belajar dari
pemilu yang sekarang,” kata Mada, dalam Sarasehan Refleksi Pemilu bertema
“Mengulik Dinamika Pemilu 2019”, di Digilib Cafe Fisipol, UGM,
Yogyakarta, Jumat.
Menurut Mada, banyak petugas KPPS yang meninggal pada Pemilu 2019 perlu menjadi
refleksi dengan memperbaiki sistem pemilu. Meski demikian, perbaikan itu perlu
dilakukan dengan cermat dan hati-hati disertai evaluasi yang mendalam.
“Bagi saya investasi kita mahal, 225 orang meninggal itu di KPU, belum
yang di Bawaslu. Jangan sampai dengan investasi yang mahal itu kita buru-buru
ganti sistem atau desain pemilu yang baru, mari kita evaluasi dengan lebih
mendalam,” kata dia lagi.
Menurut dia, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi dasar
penyelenggaraan pemilu pada tahun ini sebenarnya tidak secara eksplisit mengacu
pada penyelenggaraan pemilu presiden, DPR, DPD, dan DPRD secara
serentak.”Dalam pembuatan undang-undang masih bisa dipisahkan antara
pemilu presiden, DPR, DPRD, serta DPD,” kata dia lagi.
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi sepakat bahwa Pemilu 2019 harus
dievaluasi baik dari sisi positif dan negatifnya. Perbaikan sistem pemilu perlu
terus didiskusikan, mengingat sudah banyak korban yang berjatuhan.
Ia juga mengakui bahwa konsep pemilu serentak pada tahun ini kenyataannya tidak
signifikan menekan konflik horizontal di akar rumput. Selain itu,
penyederhanaan sistem kepartaian juga tidak terwujud.
“Kalau KPU setuju, dari kemarin-kemarin teman-teman komisioner KPU yang
lain juga menyuarakan bahwa pemilu dengan lima surat suara ini perlu dievaluasi
secara mendasar,” kata Pramono.
Sosiolog UGM Arie Sudjito menambahkan, selain berkutat pada sisi teknis
pelaksanaannya, ke depan KPU juga perlu memperluas ruang pendidikan politik
bagi masyarakat agar
pelaksanaan pemilu tidak dirasa rumit.
“KPU harus keluar dari paradigma lama. Menurut saya, PR KPU adalah
menjelaskan bagaimana prosedur memilih yang gampang. Hipotesis saya harus ada
ruang publik untuk mengisi ‘civic education’ daripada hanya berdebat pada sisi
teknisnya,” kata dia pula.(antara/pdb)