Ketua PWI Papua Barat (tengah) saat mengikuti diskusi capaian dan dampak presidensi G20 Indonesia 2022 di Bali. PAPUADALAMBERITA. FOTO: ISTIMEWA.
PAPUADALAMBERITA.COM. BALI- Bank Indonesia (BI) menggelar diskusi hasil presidensi G20 di Bali, dengan menghadirkan 126 peserta dari seluruh Kantor Perwakilan BI se Indonesia, yang melibatkan unsur akademisi dan media.
Diskusi sehari dengan mengangkat tema ‘Menengok Capaian dan Dampak Presidensi G20 Indonesia 2022’ berlangsung di Hotel Intercontinental Bali, Rabu (7/12/2022).
Kepala Perwakilan BI Bali, Trisno Nugroho mengatakan, G20 berkah buat Bali, karena 20 tahun lagi saat Indonesia kembali jadi tuan rumah, G20 belum tentu diadakan di Bali.
Masyarakat Bali sangat beruntung menjadi saksi terselenggaranya G20 di saat masih pandemi.
“Bali jadi kebanggaan Indonesia dengan suksesnya acara G20, karena masih dalam masa pandemi. Keadaan Bali saat ini beranjak pulih, dengan kembalinya 1/3 turis yang mulai berlibur ke Bali,” katanya.
Trisno Nugroho melanjutkan, saat ini jumlah kunjungan ke Bali masih di bawah dua juta. Sebelum pandemi, kunjungan turis mancanegara dan turis lokal mencapai 5 juta. Ia yakin keadaan akan terus menanjak normal, dengan semakin longgarnya pembatasan perjalanan dari banyak negara.
“Saya minta semua peserta diskusi, selesai acara jangan pulang dulu, tapi lanjutkan tinggal di Bali sampai Minggu. Habiskan uang sakunya di Bali,” tutur Trisno yang disambut tawa dan tepuk tangan peserta diskusi.
Lebih lanjut ia mengatakan, KTT G20 sudah selesai, nanti peserta bisa melakukan napak tilas melihat G20 dengan mendatangi tahura (Taman hutan rakyat). Selain itu juga bisa melihat beberapa tempat lainnya.
Sementara Direktur Wakil Kepala Sekretariat TF G20 BI, Iss Savitri Havid, mengatakan, ada 10 capaian utama G20, di antaranya arsitektur kesehatan global (pendanaan melalui Pandemic Fund, koordinasi Kemenkeu-Kemenkes), mengatasi kerawanan pangan (koordinasi kemenkeu-kementan, fasilitas pendanaan IMF/WB.
Strategi normalisasi kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan mengatasi efek jangka panjang (G20 Presidency Note and FSB Financial sector policy during COVID-19).
Selanjutnya, sistem pembayaran di era digital (Implementasi G20 CBP Roadmap –perluasan instrumen pembayaran lintas batas seperti QR Code–dan dampak makrofinansial dari CBDC) dan penguatan arsitektur keuangan internasional (Penguatan bauran kebijakan, penggunaan mata uang lokal, penyaluran SDR untuk negara miskin/rentan, penguatan peran Bank Pembangunan Multilateral, pengelolaan utang di negara miskin.
Dian Lestari, narasumber Dari Kementerian Keuangan RI mengatakan, capaian kongkrit presidensi G20 yakni Pembentukan the Pandemic Fund (Financial Intermediary Fund/FIF for Pandemic Prevention, Preparedness and Response) sebagai bentuk kemitraan kolaboratif antara negara donor, negara yang berhak menerima pendanaan, filantropi, dan lembaga swadaya masyarakat, dengan pengelolaan dana oleh Bank Dunia (WB) serta tenaga ahli dari WHO.
“Telah terkumpul lebih dari USD1,5 miliar dari 24 donor (per-tanggal 28 November 2022) terdiri dari 21 negara (anggota G20 dan non-G20) dan 3 lembaga filantropi dalam penyediaan fasilitas pendanaan untuk pencegahan, kesiapsiagaan dan respon pandemi di masa datang,” jelasnya.
Pandemic Fund resmi beroperasi pada 8 September 2022. Indonesia merupakan donor sekaligus dapat menjadi penerima manfaat Pandemic Fund dan Indonesia juga merupakan co-chair Governing Board, yang dipegang oleh Muhammad Chatib Basri.
Indonesia (Kemenkes)siap mengajukan proposal untuk pembiayaan program pandemi PPR di Indonesia. Untuk tahun 2023 nanti, Indonesia masih menjadi c-chair joint finance and health task force G20 yang juga bisa memberikan masukan/arahan stategis bagi pandemic funt.
Sementara Sekretariat Sherpa G20 Indonesia, Muhammad Hadianto, mengatakan G20 menghasilkan komitmen pendanaan perubahan iklim. Mendorong komitmen pendanaan perubahan iklim pada Glasgow Pact dari negara maju sebesar USD100 miliar per tahun dari 2020 sampai 2025.
“Konservasi daratandan lautan, berupa komitmen untuk memastikan setidaknya 30% daratan dan 30% lautan dunia dikonservasi atau dilindungi pada tahun 2030,” ungkapnya.
Selanjutnya kelanjutan komitmen untuk mengurangi degradasi tanah secara sukarela sampai 50% di tahun 2040. Indonesia berhasil memperoleh komitmen pendanaan transisi energi USD20 miliar (sekitar Rp314 triliun) dari G7+ untuk pengembangan kendaraan listrik, teknologi, dan pensiun dini pembangkit listrik berbasis fosil dalam kerangka Just Energy Transition Partnership (JETP).
Prioritas pertama pendanaan USD500 juta dalam kerangka Asia Zero Emision Community (AZEC) yang diinisiasi Indonesia –Jepang. Dukungan pembiayaan untuk ETM dari Climate Investment Funds sebesar USD500 juta yang dapat ditingkatkan hingga USD4 miliar.
Indonesia sudah membentuk skema mobilisasi dan pengelolaan pembiayaan (country platform) bagi ETM di Indonesia yang dikelola oleh PT (Persero) Sarana Multi Infrastruktur.
Selanjutnya, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia yang juga Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani, Prof.Hikmahanto Juwana, mengulas indikator keberhasilan presidensi G20 Indonesia. Dimana hampir semua kepala negara dan kepala pemerintahan serta pimpinan organisasi internaional hadir di Bali.
Selama penyelenggaraan KTT G20 keamanan Indonesia terkendali dan keselamatan kepala negara dan pemerintahan terjamin. Kemudian, berbagai program dari tiga fokus tema yang diusung oleh Indonesia “Recoer Together, Recover Stronger” selama 1 tahun berhasil disepakati sebagai terobosan bagi pertumbuhan ekonomi dunia.
“Presiden Jokowi mendapat apresiasi dari dunia terkait upaya untuk menyelesaikan perang di Ukraina meski hingga saat ini masih berlangsung,” ujarnya.
Selain itu, kata Hikmahanto Juwana, dalam momen KTT G20 banyak pertemuan bilateral yang dilakukan, terpenting adalah pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jin Ping yang berkomitmen untuk bersaing tanpa melibatkan pengunaan senjata dan kekerasan.
“Dan tidak ada negara yang kehilangan leaders’ declaration meski Rusia mendapat kecaman dari berbagai anggota G20 yang merujuk pada Resolusi Majelis Umum, mengingat dalam deklarasi disebutkan bahwa forum G20 bukan tempat pembahasan masalah politik,” terang Hikmanhanto.(rls)