
PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Penyebab inflasi bersumber dari fluktuasi harga pangan bergejolak (volatile foods), di mana tekanan harga dipicu sisi produksi, lemahnya kelembagaan petani, inefisiensi struktur pasar, ketidaklancaran distribusi, kurangnya dukungan infrastruktur, serta kebijakan pemerintah.\
Penegasan itu disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua Barat, S. Donny H. Heatubun pada peresmian klaster binaan dan penyerahan bantuan program sosial Bank Indonesia di Aimas Kabupaten Sorong Papua Barat, kamis (27/6/2019).
Mengapa tingkat inflasi perlu dijaga? pertama, inflasi menggerogoti pendapatan riil masyarakat, yang pada gilirannya menurunkan daya beli.
Kedua, inflasi yang tidak terkendali menciptakan ketidakpastian yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, inflasi yang tidak terkendali menyebabkan inefisiensi dan menciptakan ekonomi biaya tinggi sehingga menurunkan daya saing perekonomian.
“Memperhatikan hal itu, upaya pengendalian inflasi perlu menjadi perhatian kita bersama,‘‘ ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Papua Barat.
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, yang kemudian akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Untuk itu, Bank Indonesia menyadari bahwa pencapaian inflasi yang rendah dan stabil memerlukan koordinasi dan sinergi lintas instansi.
Hal ini mengingat karakteristik inflasi di Indonesia masih rentan dipengaruhi oleh faktor dari sisi suplai, baik itu gangguan produksi, distribusi, maupun kebijakan Pemerintah.
Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga terkait guna memastikan pengendalian inflasi dapat berjalan dengan baik dan efektif.
Sejak tahun 2006, Bank Indonesia telah melaksanakan program klaster/UMKM produsen komoditas unggulan daerah maupun komoditas ekspor bekerja sama dengan Pemerintah Daerah maupun Dinas terkait lainnya.
Seiring dengan perkembangan situasi dan arah kebijakan Bank Indonesia, sejak tahun 2014 pengembangan klaster lebih difokuskan pada komoditas yang mendukung ketahanan pangan, komoditas berorientasi ekspor, dan komoditas sumber tekanan inflasi/volatile foods.
Melalui program ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas klaster untuk memperkecil gap antara permintaan dan penawaran sehingga dapat meminimalisir tekanan harga yang mendorong inflasi.
Demikian pula di Provinsi Papua Barat. Bank Indonesia terus menjalin koordinasi yang erat dengan berbagai Pemda khususnya Pemerintah Kabupaten Sorong untuk menginisiasi klaster binaan komoditas cabai merah dan daging ayam.
Hal ini didasarkan oleh kondisi perkembangan inflasi Papua Barat tahun 2018 dimana kedua komoditas tersebut kerap mengalami fluktuasi yang tinggi dan menjadi komoditas terbesar penyumbang inflasi di Papua Barat. Padahal kita sama-sama mengetahui bahwa Kabupaten Sorong memiliki potensi yang sangat besar untuk kedua komoditas tersebut.
“Sehingga kami menganggap perlu adanya perhatian serius dari Bank Indonesia maupun pemerintah daerah di Papua Barat untuk pembinaan dan pendampingan,‘‘ Donny Heatubun.
Peresmian itu dihadiri Wakil Bupati Sorong, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan selaku koordinator Kantor Perwakilan Bank Indonesi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) , Kepala Perwakilan Bank Indonesia dari Provinsi Papua dan Maluku Utara.(tam)