PAPUADALAMBERITA.COM, JAKARTA – Media yang menayangkan pemberitaan kampanye, seperti
visi-misi dan hal-hal yang dapat mempengaruhi pandangan masyarakat selama masa
tenang 14-16 April 2019 terancam hukuman pidana.
Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Djauhar kepada Antara di Jakarta, Jumat mengatakan
satgas pemilu yang terdiri atas Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan mengawasi
pemberitaan media selama masa tenang.
“Sanksinya dikembalikan ke Undang-Undang Pemilu, tindak pidana pemilu,
bukan lagi etika kalau jelas aturan ada. Kalau ke Dewan Pers itu kaitannya sama
etika, misalnya, itu di luar saat pemilu,” kata dia.
Ahmad Djauhar mengatakan menyiarkan pemberitaan tentang peristiwa saat masa
tenang tetap diperbolehkan, tetapi tidak boleh dikaitkan dengan aktivitas
kampanye.
Pemberitaan peristiwa terkait pemilu, misalnya, distribusi logistik pemilu atau
hal-hal yang perlu diketahui masyarakat tetap diperbolehkan. Begitu juga
kegiatan calon presiden, wakil presiden dan legislatif menjelang pemungutan
suara.
Asal pemberitaan tidak terkait keunggulan salah satu calon atau partai politik.
“Human interest boleh, asal jangan melebih-lebihkan, dibumbui
dengan kampanye keberhasilan ini-itu, itu sudah mempengaruhi. Kalau, misalnya,
kaitannya masih human interest tidak apa-apa,” ujar Ahmad Djauhar.
Selain dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu atau
bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye pemilu yang
menguntungkan atau merugikan peserta pemilu, media massa cetak, media daring,
media sosial dan lembaga penyiaran selama masa tenang juga dilarang mengumumkan
hasil survei atau jajak pendapat tentang pemilu.
Apabila melanggar, berdasarkan UU Pemilu, sanksinya adalah pidana kurungan
paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.(antara/pdb)