PAPUADALAMBERITA.COM.
JAKARTA – Sejumlah aktivis yang tergabung
dalam Gerakan Satu Bangsa meminta TNI dan Polri menindak tegas setiap aksi yang
merongrong kewibawaan negara serta mencgancam eksistensi NKRI sebagai negara
hukum.
“Kami juga meminta TNI-Polri mengamankan proses pengumuman dan penetapan
hasil Pemilu oleh KPU secara profesional demi menjaga stabilitas keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat,” kata inisiator Gerakan Satu Bangsa, Stefanus Asat
Gusma dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu.
Gusma mengatakan hal itu terkait situasi politik nasional yang memanas
menjelang pengumuman hasil rekapiltulasi penghitungan suara manual berjenjang
dan penetapan paslon presiden dan caleg terpilih pada tanggal 22 Mei 2019 oleh
KPU.
Dia menyayangkan adanya kesan mencekam menjelang pengumuman hasil Pemilu,
padahal seharusnya pengumuman hasil Pemilu harus disambut dengan sukacita dan
meriah atas terpilihnya presiden dan wakil presiden serta wakil rakyat untuk
lima tahun ke depan.
“KPU adalah lembaga yang dibentuk atas perintah UU yang komisionernya
dipilih DPR, untuk menyelenggarakan Pemilu. Maka apa pun yang nantinya
diputuskan oleh KPU seharusnya dihormati dan diterima oleh kita bersama,”
ujarnya.
Dia menilai apabila ditemukan adanya dugaan kecurangan Pemilu, sudah ada aturan
hukum yaitu mengajukan gugatan ke Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyelesaikan
sengketa hasil Pemilu.
Menurut dia, Gerakan Satu Bangsa juga mengimbau kepada para aktor dan tokoh
politik untuk tunduk dan taat kepada hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan segera menghentikan upaya memprovokasi masyarakat.
“Jangan membenturkan rakyat dengan aparat negara yang bukan tidak mungkin
akan memakan korban dari kedua belah pihak,” tegasnya.
Dia menegaskan sebagai warga yang hidup dalam negara hukum, semua harus patuh
terhadap hukum yang berlaku.
Menurut dia, sebagai negara hukum maka tidak ada satu pun warga yang boleh
menyelesaikan permasalahannya di luar hukum apalagi dengan cara-cara yang
anarkistis dan jelas-jelas melanggar hukum.
“Tuduhan kecurangan diikuti dengan konsolidasi tokoh dan aktor politik
yang dengan sengaja dan terbuka menciptakan situasi politik nasional yang
semakin keruh dengan ungkapan dan ajakan melakukan makar, ‘people power’ dan
revolusi adalah upaya menciptakan situasi yang mencekam bagi rakyat,”
tuturnya.
Dia menilai para aktor dan tokoh politik tersebut semestinya kita harapkan
dapat memberikan kesejukan dalam berdemokrasi dan menjadi contoh kedewasaan
berpolitik dan jiwa kesatria.
Menurut Gusma, gerakan penggalangan massa untuk mendelegitimasi KPU, Bawaslu
dan MK serta menolak hasil Pemilu tidak boleh dipandang sebagai gerakan
menegakkan demokrasi rakyat.
Dia menilai gerakan itu lebih merupakan gerakan politik syahwat kekuasaan yang
merongrong kewibawaan negara dan mengancam eksistensi NKRI sebagai negara
hukum.(antara/pdb)