DPRP Papua Barat
Papua Barat

Kakansar Manokwari Paparkan Fungsi Basarnas Dihadapan Baleg DPR RI

142
×

Kakansar Manokwari Paparkan Fungsi Basarnas Dihadapan Baleg DPR RI

Sebarkan artikel ini
Print
Badan Legeslatif DPR RI, Pemda Provinsi Papua Barat serta Kakansar Manokwari (nomor dua dari kanan). FOTO: DOKUMENTASI BASARNAS MANOKWARI/papuadalamberita.com

PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI – Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (Kakansar) Manokwari George L Mercy Randang,SIP memperoleh kesempatan menyampaikan tugas dan fungsi Basarnas jika terjadi bencana alam dan memberikan masukan untuk pengembangan/revisi UU Kebencanaan.

Kesempatan itu disampiakan dihadapan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang sedang melaksanakan kunjungan kerja ke Manokwari Papua Barat di ruang rapat kantor Gubernur Papua Barat, rabu (19/6/2019).

Pertemuan Baleg DPR RI dengan Gubernur Papua Barat, unsur Forkopimda, Pimpinan TNI-Polri, DPRD Provinsi Papua Barat, Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan/Basarnas Manokwari, Kakanwil Hukum dan HAM,BPBD PB, serta perwakilan dari UNIPA (Universitas Papua) bertujuan untuk mendapatkan masukan dalam rangka pengembangan/revisi UU Kebencanaan.

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam siaran persnya yang dikutip papuadalamberita.com dari dpr.gi.id pada 1 Januari 2019 menyebutkan, Baleg bersama tim ahli juga telah menggelar rapat membahas tentang urgensi penggantian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Wakil Ketua Baleg DPR RI Totok Daryanto mengatakan, pada aturan yang lama, banyak poin-poin yang harus diperjelas, karena belum secara keseluruhan mengatur tentang penanggulangan bencana.

 “Banyak hal yang harus diperjelas aturannya itu. Mungkin kalau perlu ada peta. Tapi kan masalahnya Indonesia adalah negera bencana, jadi seluruh daerah bisa setiap saat terkena bencana,” ungkap Totok saat memimpin rapat itu di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (08/1/2019). 

Dalam topik pembahasan di Baleg terungkap bahwa UU Penanggulangan Bencana belum mengatur pola koordinasi antar lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana. Selain itu, pada UU tersebut belum mengatur kewajiban daerah terkait penganggaran penanggulangan bencana dalam APBD. Menurut penilaian Baleg, UU lama masih lemah soal mitigasi dan antisipasi bencana. Bahkan belum mengatur secara jelas masalah penetapan status bencana dan pelibatan bantuan asing. 

Dalam UU itu juga masih minyisakan kesulitan dan kelemahan dalam koordinasi dan sinkronisasi program serta kegiatan penanggulangan bencana antara kementerian atau lembaga, dan dinas SKPD di daerah. Aturan tentang penanggulangan bencana yang komprehensif dan jelas sangatlah dibutuhkan. Karena Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam kategori paling rawan bencana.

Bagi Baleg, penanggulangan bencana dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni sebelum bencana, saat bencana, dan sesudah bencana. Penanggulangan sebelum bencana meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana. Mitigasi bencana adalah upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko dan dampak bencana, baik melalui pembangunan infrastruktur maupun peningkatan kesadaran masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana.(hrl/tam/ist)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *