Papua Barat

Kapolda Papua Barat: Jika Pemda Ikut Persiapkan OAP Jadi Calon Polisi itu Lebih Baik

190
×

Kapolda Papua Barat: Jika Pemda Ikut Persiapkan OAP Jadi Calon Polisi itu Lebih Baik

Sebarkan artikel ini
Print
Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol Drs, Herry Rudolf Nahak, M.Si didampinggi Kabid Humas Polda Papua Barat, AKBP Mathias Kery yang ditemui wartawan seusai bhakti kesehatan donor darah di Polda Papua Barat, Rabu (3/7/2019). FOTO: HUMAS POLDA PAPUA BARAT./papuadalamberita.com

PAPUADALAMBERITA.COM. MANOKWARI –  Persayaratan umum menjadi calon anggota polisi sudah diketahui dan Polri mengalokasi 60 persen kuota untuk Orang Asli Papua (OAP) dalam penerimaan calon Akpol, Bintara dan Tamtama.

Jika pemerintah daerah (Pemda) ikut mempersiapkan orang asli Papua untuk menjadi calon polisi itu jauh lebih baik, sehingga ketika mengikuti tes calon polisi dapat memenuhi syarat.

Sudah diketahui standar-standarnya, anak-anak ini dilatih sejak SMA kelas dua atau tiga, dilatih piskotesnya dilatih akademiknya, dilatih fisiknya, dilatih mentalnya, kepribadiaanya diperbaiki, kesehatannya diperhatikan supa ketika mengikuti tes memenuhi standar

‘’Persiapkan anak-anak Papua menjadi polisi sejak SMA,’’ jelas Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol Drs, Herry Rudolf  Nahak, M.Si kepada wartawan di Polda Papua Barat, Rabu (3/7/2019).

Mempersiapkan itu bisa sejak dini, tetapi semua kembalilagi kepada keluarganya dan si anak yang mau menjadi calon polisi. dalam mempersiapkan dirinya.

Untuk menjaring OAP, Herry Rudolf  Nahak mengakui jika proses seleksi itu sudah berjalan sebelum Ia menjabat Kapolda Papua Barat.

‘’Tapi saya dapat laporan, kuota antara OAP dan non OAP 60 : 40. Baik itu di Akpol, Bintara tamtama. Di Tamtama sudah pas 60.40,’’ ujar Kapolda Papua Barat yang saat itu didampinggi Kabid Humas Polda Papua Barat, AKBP Mathias Krey.

Kapolda Papua Barat Brigjen Pol Drs Herry Rudolf Nahak, M.Si. di Polda Papua Barat Rabu (3/7/2019). FOTO: rustam madubun/papuadalamberita.com

Ia mengatakan untuk calon Bintara ada satu ketentuan yang menyatakan, bahwa kalau standar tes tidak bisa dilampaui oleh calon dari OAP, maka non OAP yang lulus tes lebih banyak bisa diisi oleh non OAP.

‘’Contohnya begini,  misalnya kouta 100, berarti 60 Papua 40 non Papua. Tes kan ada standarnya. Misalkan standar kelulusan total nilainya 60 keatas. Maka semua yang tes harus lulus dengan nilai 60 keatas,’’ ujar Herry Nahak.

Namun ketika tes, calon OAP tidak mencapai standar 60, sementara non OAP melebihi standar nilai 60 ini bisa diisi non OAP.

’Karena tim seleksi tidak mungkin meluluskan mereka yang tidak melewati standar nilai kelulusan. Kalau lewat standar tidak masalah, kalau tidak lewat satandar otomatis gugur,’’ rinci Nahak.

Karena belum mencapai kouta peserta tes dijaring lagi, direngking lagi untuk mengisi kekosongan. Dalam ketentuan diatur seperti itu, apabila pada kuota asli Papua kurang bisa disi non Papua atau sebaliknya, jika kuota non Papua kurang bisa diisi Papua, namun keduanya harus memenuhi syarat dan ketentuan umum.(tam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *