
PAPUADALAMBERITA.COM, Jakarta – Kementerian Koperasi dan UKM
menggandeng Bareskrim Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk memberantas
praktek investasi bodong berkedok koperasi.
Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Suparno di Jakarta, Rabu,
mengungkapkan banyak laporan dari masyarakat yang menyebutkan penipuan
investasi berkedok koperasi.
“Saya pastikan itu bukan koperasi, hanya berkedok atau atas nama koperasi
tapi tidak menjalankan prinsip-prinsip perkoperasian yang baik dan benar. Yang
disasar mereka adalah masyarakat yang memiliki kebutuhan konsumtif dengan cara
yang mudah dan cepat namun tanpa kontrol,” katanya.
Dalam pertemuan yang dihadiri unsur dari Badan Intelejen Negara (BIN) dan
Bareskrim Mabes Polri, Suparno menyebut beberapa kasus penipuan berkedok
koperasi dilakukan melalui fasilitas SMS.
Beberapa yang telah teridentifikasi diantaranya mencatut nama KSP Nasari, KSP
Utama Karya, dan KSP Anugerah.
“Saya pastikan itu penipuan yang menggunakan nama koperasi. Oleh karena
itu, saya mengajak seluruh masyarakat agar tidak terkena penipuan berkedok
koperasi tersebut,” kata Suparno.
Suparno menegaskan, dengan kondisi yang ada itu pihaknya butuh langkah
pencegahan dan penanganan agar kasus penipuan seperti itu tidak meluas di
kalangan masyarakat.
“Bayangkan saja, ada sekitar KSP dan USP yang jumlahnya mencapai 79.543
unit atau 52,62 persen dari total jumlah koperasi di Indonesia. Suka atau tidak
suka, koperasi yang bergerak di sektor simpan pinjam amat rawan untuk
disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab,” kata Suparno.
Untuk itu, lanjut Suparno, pihaknya akan lebih meningkatkan kinerja dari Satgas
Waspada Investasi yang ada di seluruh Indonesia.
Saat ini, sudah ada 13 Kementerian/Lembaga yang masuk dalam jajaran Satgas
Waspada Investasi, termasuk Bareskrim Mabes Polri.
“Untuk mencegah praktek pencucian uang kita sudah bekerja sama dengan
PPATK. Kita sudah mewajibkan koperasi untuk melapor bila menerima dana dalam
jumlah besar yang diduga dalam transaksi mencurigakan. Kita juga sudah bekerja
sama dengan BNPT (Badan nasional Penanggulangan Teroris) agar koperasi tidak
dijadikan sebagai wadah pendanaan terorisme di Indonesia,” kata Suparno.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Analisa dan Forensik Siber (Deputi
Intelejen Siber) BIN Linardi Utama menjelaskan, pihaknya bertugas mendeteksi
awal kejahatan di bidang siber yang memiliki dampak berskala nasional.
“Jumlah koperasi di Indonesia sangat banyak dengan jumlah anggota sangat
besar. Saya mengimbau pelaku koperasi dan UKM menyadari betapa pentingnya
pengamanan data agar tidak disalahgunakan pelaku kejahatan siber,” kata
Linardi.
Ia mengingatkan, lokasi pelaku kejahatan siber itu tidak hanya di dalam negeri
saja, juga banyak tersebar di luar negeri.
“Kita harus waspada karena Indonesia itu urutan keempat dunia untuk
masalah kejahatan siber,” ujarnya.
Linardi meyakini bahwa bisnis koperasi di Indonesia akan bertransformasi ke era
digital ekonomi.
“Ketika kita masuk ke dunia ekonomi digital, kita juga harus sadar akan
bahaya kejahatan siber yang mengancam di depan. Kita harus mampu membaca gejala
seperti itu, agar kita segera mampu mengatasi dan mengantisipasi,”
katanya.
Ia menambahkan, ada beberapa modus kejahatan siber yang bisa terjadi di seluruh
dunia seperti penyebaran virus, spam, trojan, ransom, phising, hingga terkuat
adalah hacking.
“Yang kerap banyak terjadi di Indonesia adalah modus phising, dimana
pelaku kejahatan siber mencuri akun target. Biasanya mereka membuat website
perusahaan palsu, biasanya website perbankan, untuk mengelabui si korban,”
katanya.
Menurut dia, pelaku kejahatan siber biasanya amat terencana, bertahap mengincar
calon korban, dan sistematis.
“Tidak heran jika mereka sulit dilacak keberadaannya. Oleh karena itu,
kita harus menyadari dan tahu akan ancaman tersebut, harus tahu aset yang harus
dilindungi, dan paham apa kelemahan kita,” katanya.
Sementara penyidik senior dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri
AKBP Dam Wasiadi mengatakan, ketika kejahatan siber terjadi maka yang bisa
menjadi korban Itu bisa koperasi atau masyarakat umum.
“Masyarakat harus waspada ada beberapa penipuan dan kejahatan bermodus
siber, seperti lelang online, saham online, online banking, sms banking,
pemasaran berjenjang online, kejahatan internet, dan sebagainya,” kata
Dam.
Ia mengakui, untuk mengungkap kasus kejahatan siber bukan pekerjaan mudah sebab
selain selalu menggunakan proxy, pelaku juga memakai hosting di luar negeri.
“Bagi Polri ini ibarat main petak umpet. Kita harus memiliki mitra dan
jaringan dengan polisi di seluruh dunia. Tapi, walau pun mereka kerap
menggunakan nama anonim, kami menangkap pelaku kejahatan siber diantaranya
dalam kasus payment card fraud,” katanya.(ant)