PAPUADALAMBERITA.COM, Jakarta – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum
dan HAM setuju apabila Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 174/1999 tentang
Remisi dikaji kembali untuk dilakukan revisi.
“Sebaiknya Keppres Nomor 174/1999 dikaji untuk dilakukan revisi secara
substansi. Ada protes juga ini revisi basa-basi. Memang begitu sejak 1999, jadi
itu yang kami pedomani,” ujar Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemkumham,
Sri Puguh Budi Utami, di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan, berdasarkan keppres tersebut, pengajuan remisi terhadap
terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali Anak Agung Bagus Prabangsa, I
Nyoman Susrama, sesuai prosedur.
Namun, setelah muncul protes dari berbagai pihak terkait remisi dari hukuman
seumur hidup menjadi 20 tahun, Presiden Joko Widodo meminta Menteri Hukum dan
HAM, Yasonna Laoly, untuk melakukan kajian yang melibatkan akademisi.
Berdasarkan keppres tersebut, narapidana dapat diberikan remisi perubahan
pidana semur hidup ketika sudah menjalani paling tidak lima tahun masa pidana
dan berkelakuan baik selama di dalam lapas. Ada pun I Nyoman Susrama telah
menjalani 10 tahun masa tahanan dan dinilai berkelakuan baik selama di lapas.
Kasus tersebut juga menjadi pembelajaran untuk Ditjen PAS dan jajaran agar ke
depan lebih berhati-hati dalam mengusulkan remisi kepada narapidana dengan
kasus berat.
“Ini menjadi satu momentum bagi kami dan disampaikan kepada jajaran ketika
ada perkara yang menarik perhatian masyarakat untuk hati-hati melihat berbagai
aspek untuk dipertimbangkan untuk diusulkan,” ujar Utami.
Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas
Jember, Bayu Anggono, mengatakan, Keppres 174/1999 tentang Remisi harus segera
direvisi karena mengubah konsep remisi dari pengurangan masa pidana menjadi
perubahan pidana.
Selain itu Keppres 174/1999 seharusnya sudah diganti menjadi Peraturan Presiden,
berdasarkan ketentuan pasal 35 PP 28/2006 yang menyebutkan bahwa ketentuan
mengenai remisi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.(ant)