Legian salah satu kawasan di Bali yang paling digandrunggi wisatawan. FOTO: RUSTAM MADUBUN/papuadalamberita.com.
PAPUADALAMBERITA.COM. BALI DENPASAR – Melancong ke kota dengan seabrek destinasi wisata, seperti Bali Denpasar, kita seakan hanyut dalam hippnotis indahnya taman-taman bunga alami.
Daerah Legian dulu dipandang sebelah mata, karena tidak ada hal-hal baru untuk mendongkrak kunjungan wisata Bali. Namun sedikit demi sedikit daerah selatan Bali khususnya Legian kini menjadi barometer investor berkelas dunia.
Legian tidak hanya milik orang Bali, melainkan Legian menjadi milik banyak orang, pengunjung wisatawan terutama di daerah selatan Pulau Bali. Bagian selatan Bali ada dua kabupaten, kabupaten Badung Utara dan Badung Selatan, namun kebanyakan objek wisatanya di Badung Selatan, wisata alam outbound di Kabupaten sebelah utara.
Baca juga Outbound Media Maluku – Papua, Pertamina MOR VIII Bangkitkan Leadership Jurnalis
Baca juga: Penyebaran BBM Satu Harga Masih Menjadi Pekerjaan Rumah Bagi Pertamina MOR VIII
Bali dengan luas 6.579 kilometer dibandingkan dengan ibu kota lain di Indonesia pulau Bali lebih kecil. Mayoritas penduduk Bali 90% memeluk agama hindu, sisanya, islam, kristen dan budha. Bali mayoritas pemeluk hindu sebagai dasar kerukunan antar umat beragama yaitu bineka Tunggal Ika.
Bli Dodik sebagai pemandu wisata dari Event Organizer (EO) Sri Radja Tour yang dihadirkan CSR Pertamina MOR VIII mendapinggi peserta Workshop Media Maluku Papua 2019 selama tiga hari di Bali menjelaskan banyak hal kepada peserta tentang Bali.
‘’Bali memiliki banyak julukan,’’ ujar Bli Dodik kepada peserta dari Manokwari dan Maluku dalam perjalanan dari Legian ke Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali Denpasar sebagai lokasi outbound.
Julukan Bali adalah pulau dewata, kenapa? karena kepercayaan orang Bali adanya dewa. Dengan julukan dewa, apakah orang Bali percaya banyak Dewa, itu salah. Orang Bali percaya hanya ada dua dewa, yaitu dewa yang bisa dipuja ada dan dewa yang bisa didengarkan.
Pulau dewata memiliki sembilan arah mata angin, masyarakat Bali percaya masing-masing arah mata angin tersebut.
Sebutan lain Bali, Bali disebut pulau “seribu” pura, julukan itu karena mayoritas penduduk di Pulau Bali adalah hindu identik dengan pura.
Dlihat dari perspektif orang Bali, ada dua pengertian yang membedakan arti dari Bali. Bali memiliki arti yaitu kembali, Bali kembali. ‘’Jika kita ke Bali, ada rasa ingin kembali lagi ke Bali dan tidak pernah merasa jenuh. Bali seperti magnet yang ingin menarik ibu bapak agar ingin lagi mengunjungi Bali,’’ jelas Bli Dodik.
Versi lain menyebut Bali yaitu Banten, di Jawa juga ada nama Banten. Banten dalam presprektif orang Bali artinya sesajen. Makanya setiap jengkal tanah di Pulau Bali pasti dijumpai adanya sesajen yang ditaru di tanah dan yang diletakan di Pura. Itulah yang namanya sebutan dari pengertian Bali kembali atau sesajen dan Banten.
Secara harfia Bali memiliki kepanjangan dari masing-masing huruf . Huruf “B” memiliki arti Bersih “A” artinya Aman, Huru “L” artinya Lestari dan huruf “I” artinya Indah, BALI : Bersih Aman Lestari dan Indah.
Makna “B” : Bersih, bukan berarti keberishan lingkungan yang didahulukan, orang Bali mendahulukan bersih hati. Orang Bali mempunyai hati yang bersih kepada siapa saja. Kalau hati bersih akan menghasilkan generasi-generasi Bali yang bersih pula, setelah hati bersih kemudian bersih lingkungan.
‘’Bersih lingkungan bisa terlihat sepanjang jalan di Kota Bali yang kita lewati tidak dijumpai sampah yang tertumpuk berserakan. ‘’Semoga ibu bapak juga selama tur di Pulau Bali sesuai dengan arti Bali dengan hati dan pikiran yang bersih,’’ terang Bli Dodik.
Makna huruf “A” = Aman, Bali sebagai daerah wisata cukup aman, bukan saja karena Kamtibmas yang aman, tetapi Bali memiliki polisi adat yang ikut menjaga lingkungan disebut pecalang. Bali memang pernah tercoreng peristiwa bom Bali pada tahun 2002 di Legian.
Bali aman, Bali memiliki keutuhan dan juga doa agar tidak terjadi lagi peristiwa kejahatan di kemudian hari. Nah Karena itulah poin terpenting dari pulau Bali yaitu pariwisata.
Selanjutnya “L” = Lestari, apa itu lestari, Lestari yang bikin Bali terkenal, Bali terkenal bukan karena tempat shopping, bukan tempat wisata, apalagi yang namanya tempat hiburan malam. Melainkan yang membuat Bali terkenal karena pelestarian adat dan budayanya yang masih terjaga hingga kini.
Dengan demikian Bali kental dengan budaya, walaupun ada wisatawan yang menggunakan bikini tidak merubah pola hidup penduduk asli Bali untuk hidup glamour. Orang asli Bali begitu kuat melestarikan kepercayaan mereka seperti melakukan ritual ibadah, sembahyang dan tetap fokus tidak berpikiran negativ.
Bli Dodi pemandu wisata yang dihadirkan CSR Pertamina MOR VIII pada Workshop Media Maluku Papua di Bali sementara menceritakan sekilas tentang Bali kepada pserta wrkshop. FOTO: RUSTAM MADUBUN/papuadalamberita.com.
Kenapa Bali begitu aman, Bali memiliki dua aturan yang terus dilestarikan hingga kini. Ada peraturan undang-undang dasar negara Indonesia yang sifatnya tertulis dan mengikat, yaitu jika melakukan kejahatan undang-undang dasar yang mengatur sesuai pasal dalam KUHP.
Selain aturan negara, Bali masih melestarikan peraturan yang tidak tertulis, yaitu adat namun mengikat, contohnya jika orang Bali berbuat kejahatan mencuri atau kejahatan lainya ia tidak akan dihukum langsung oleh adat, namun keturunannya, anak- cucunya akan memperoleh hukum karma dikemudian hari.
Hukum adat ini masih dipegang erat oleh orang asli Bali, itulah membuat Bali menjadi terasa begitu aman, karena orang asli Bali sangat percaya akan hukum karma.
Yang terakhir makan harfia dari huruf “I” = Indah, kalau sudah B=bersih sudah A=aman, sudah L=Lestari akan datangnya “I”= Indah. Keindahan Itulah kepanjangan dari kata Bali, Bersih Aman Lestari Indah.
Lanjut Bli Dodik sang pemandu wisata, orang Bali yang mayoritas hindu tidak hanya memiliki seabrek destinasi wisata pesona alam, namun Bali juga memiliki destinasi wisata relegi, dimana salah satu destinasi yang juga tidak pernah putus dari kunjungan wisatwan Indonesia beragama islam.
Pulau dewata menyimpan jejak-jejak islam, salah satunya jejak Raden Ayu Siti Khotija, anak Raja Pemecutan beragama hindu yang menikah dengan Raja Banghkalan Madura (Jawa Timur) kemdudian Ia berpindah agama menjadi mualaf.
Jika berada di Bali ada sepanjang jalan terparkir bus wisatawan, itu berasal dari Jawa yang ke Pulau Bali untuk melakukan tour religi, ritual keagamaan karena ada tempat pemakaman yang sangat disakralkan masyarakat Bali yang mayoritas hindu dan umat Islam dari Jawa.
Perjalanan itu disebut perjalanan ritual, yaitu ziarah tempat pemakaman yang disakralkan di makam Raden Ayu Siti Khotijah. Dimana sejarah dari Raden Ayu Siti Khotijah adalah anak yang memiliki Pura Pemecutan.
Raden Ayu Siti Khotijah adalah putri cantik sematwawayang dari Raja Pemecutan. Bagaimana cerita makam Raden Ayu Siti Khotija dan menikah dengan Raja di Bangkalan Jawa Timur dan menjadi mualaf dari hindu ke islam? Ini ceritanya.
Sebelum mualaf Raden Ayu Siti Khotija anak kesayangan Raja Pemecutan bernama asli Gusti Ayu Made Rai. Setelah beranjak dewasa Gusti Ayu Made Rai jatuh sakit. Sang Ayah mengatakan barangsiapa yang dapat mengobati putrinya akan dijadikan suaminya, jika ia perempuan akan diangkat sebagai anak atau saudara dari kerajaan Raja Pemecutan.
Pengumuman patih kerjaan Pemecutan ini berlaku juga untuk kerjaan lain di luar kerjaan Pemecutan, Dua titah kerjaan, sabda Raja Pemecutan di dengar ulama asal Jogjakarta, ulama ini memiliki ilmu kebatinan dan memiliki anak didik kesayangan dari Bangkalan Madura bernama Pangerang Cakra Nigrat IV.
Ulama Jogjakarta memanggil pangerang Cakra Ningrat IV ke Jogjakarta, setelah menghadap, ulama memerintahkan Pangerang Cakra Ningrat IV ke Bangkalan tanah Bali untuk menemui Raja Pemecutan Badung. Pangerang ditemani 40 prajurit ke Bali dan diterima Raja Pemecutan.
Sesampainya di kerjaan Pemecutan, pangerang menyampaikan maksud mengobati Gusti Made Rai anak dari Raja Pemecutan, pengobatan berhasil dan Putri Gusti Made Rai sembuh dari sakit. Sesuai janji raja, keduanya dinikahkan. Usai pernikahan, pangerang Cakra Ningrat IV memboyong istrinya, Gusti Made Rai ke Bangkalan Madura.
Sitiba di Bangkalan Madura, keduanya diupacarai secara islami, Gusti Made Rai menjadi mualaf karena memeluk agama islam. Nama Gusti Made Rai berubah menjadi Raden Ayu Siti Khotija. Setelah memeluk agama Islam, Raden Ayu Siti Khotija sangat taat beribadah dan menjalankan solat lima waktu.
Suatu waktu Raden Ayu Siti Khotijah memohon ijin pada suaminya Pangerang Cakra Ningrat ke IV untuk pulang ke Bali karena Ia rindu dengan ayahnya Raja Pemecutan. Permintaan Raden Ayu Siti Khotija menemui keluarganya di “ijaba” (dikabulkan) suaminya, pengerang Cakra Ningrat IV.
Sebelum ke Bali, pangerang Cakra Ningrat IV membekali istrinya, RA Siti Khotija berupa guci, keris pusaka dan tusuk konde yang diselipkan di rambut Siti Khotija.
Dalam perjalan ke Bali, keluarga di kerjaan Pemecutan tengah mempersiapkan upacara malagia. Sesampainya di kerjaan pemecutan Raden Ayu Siti Khotija dan rombongan disambut baik oleh keluarga kerajaan.
Saat waktu solat magrb tiba Raden Ayu Siti Khotija melakukan solat magrib di Istana Pemecutan tempat suci bagi umat hindu. Pada saat itu orang-orang di istana Pemecutan belum pernah melihat bagaimana tata cara orang islam menunaikan ibadah sholat.
Saat Raden Ayu Siti Khotija melaksana sholat magrib dilihatlah oleh seorang patih penjaga istana. Patih mengira Raden Ayu Siti Khotijah sedang mengeluarkan ilmu hitam atau ilmu pengeleakan.
Apa yang dilihat patih istana dilaporkan kepada ayah dari Siti Khotijah Raja Pemecutan. Raja sangat murka dan marah terhadap putrinya. Raja Pemecutan memerintahkan Patih paman mengajak anaknya Raden Ayu Siti Khodija ke depan Pura Kepu Kembar.
Raden Ayu Siti Khotijah dibawa oleh Patih kerajaan ke kuburan areal pemakaman yang luasnya 11 Ha. Sesampai di depan Pura Kepuh Kembar, Raden Ayu Siti Khotija berkata kepada paman Patih saya diajak malam-malam ke tempat ini saya sudah mempunyai firasat bahwa saya akan dibunuh, tetapi perlu saya pesan kepada paman patih jangan membunuh saya dengan senjata tajam karena tidak mempan, saya ke Bali dibekali senjata oleh suami saya yaitu tusuk konde yang diletakkan di atas kepala.
Makam Raden Ayu Siti Khotija anak dari Raja Pemecutan istri dari Pangerang Cakra Ningrat IV yang ditumbuhi pohon dari tengah makamnya dan masih terpelihara hingga kini. FOTO: ISTIMEWA/papuadalamberita.com.
Ambillah tusuk konde ini lemparlah ke tubuh saya di bagian dada sebelah kiri, apabila saya sudah meninggal dari badan akan keluar asap, bila asap berbau busuk silakan paman patih kuburkan saya di sembarangan tempat. Tetapi jika tubuh saya mengeluarkan aroma harum tolong buatkan tempat suci yang disebut keramat.
Setelah Raden Ayu Siti Khotija berpesan, ia menyerahkan senjata ke pamannya dan Ia mengangkat tangan ke atas sembari menyebut asma Allah dan pemannya melempar senjata ke dada sebelah kiri Raden Ayu Siti Khotijah.
Begitu beliau dilempar wafat dan keluar asap dan beraroma harum di mana asap itu harum seperti kemenyan kalau di Bali kemenyan itu namanya kemenyan Arab seluruh areal yang luasnya 11 hektar beraroma sangat harum, pengiring-pengiring Raden Ayu Siti Khotija yang ikut menyaksikan pesan beliau melihat kenyataan, banyak yang histeris dan langsung jasad beliau dimakamkan, sebelumnya disolatkan oleh 40 orang pengiring dan pengawalnya.
Berita keluarnya aroma harum dari jasad Raden Ayu Siti Khotija didegar Raja Pemecutan dan Raja Pemecutan sangat sedih dan terpukul mengetahui kejadian tersebut.
Saat itu, setelah jasad Raden Ayu Siti Khotija di kebumikan tumbulah pohon setinggi 50 centimeter dari makam Raden Ayu Siti Khotija, dicabut sampai tiga kali pohon itu tetap tumbuh kembali. Penjaga makam bersemedi dan mempeoleh bisikan, bahwa pohon itu tetap dipelihara, karena tumbuh dari rambut Raden Ayu Siti Khotija dan dijaga dengan baik, sampai kini pohon itu di namai pohon rambut (taru rambut).
Pada saat pemakaman semua masyarakat yang membantu RA Siti Khotijah dalam pemakaman di Desa Pemogan dimana Desa Pemogan berada di daerah Denpasar di sana sampai sekarang jumlah pemeluk islam paling besar di daerah Pemogan karena diberikan lahan oleh Raja Pemecutan atas jasa telah membantu pemakaman Raden Ayu Siti Khotijah.
Sampai saat ini jika berkunjung ke pemakaman Siti Khotijah pengunjung dapat melihat dipemakaman Siti Khotijah tumbuh pohon besar atapnya dilubangi karena pohon tersebut tumbuh menjulang tinggi.
Peristiwa ini sebagai cerita awal bahwa walaupun masyarakat di Pemecutan Bali pemeluk agama hindu namun memiliki rasa toleransi antar umat beragama sangat tinggi terhadap agam-agama lain, baik islam, kristen dan budha.
Cerita Raden Ayu Siti Khotija juga sebagai bukti perjalanan sejarah di Kerajaan Pemecutan bahwa Ia diwafatkan atas perintah ayahnya bukan karena telah memeluk agama Islam, namun karena Ia disangka telah menganut ilmu hitam leak atau palasik, karena pada jaman itu kerjaan Pemecutan belum mengetahui tata-cara ibadah orang muslim.
Masjid AR Rahmat di Bali yang selalu dipadati jamaa saat waktu solat tiba. FOTO: RUSTAM MADUBUN/papuadalamberita.com.
Rasa toileransi yang tinggi orang Bali juga bisa dibuktikan dengan adanya Pondok Alquraan yang disediakan oleh umat hindu untuk umat Islam di Ubud dan Gianyar.
Pengunjung yang pernah berkunjung ke Makam Raden Ayu Siti Khotija di Bali pengunjung pasti mengetahui nama Jero Mangku Made Puger sebagai juru kunci makam, dan perjalanan Raden Ayu Siti Khotija sudah dibukukan dijual disekitar makam.
Berawal dari Bli Dodik pemandu tur yang dihadirkan CSR Pertamina MOR VIII pada Workshop Media Papua Maluku di bali 31/10/3/11/2019 cerita singkat tentang Raden Ayu Siti Khotija menjadi inspirasi untuk saya menulis kembali cerita religi dengan menggali dan tabayun dari berbagai sumber. Walaupun banyak telah diulas media.
Terima kasih Pertamina MOR VIII telah membuka cakrawala berpikir tidak hanya untuk mengetahui tentang Pertamina, namun Pertamina menghadirkan orang yang tepat untuk memberikan gambaran tentang budaya, adat dan relige daerah tersebut, seperti Bli Dodik dari EO Sri Radja Tour Bali.
Pertamina juga telah memiliki andil menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman jurnalis, wawasan umum yang luas serta ikut meningkatkan ketrampilan menulis sehingga jurnalis dapat memberikan informasi pada pembaca tentang keadaan satu daerah dan mengenal tempat histori yang masih terjaga, dipelihara dengan baik di Indonesia.(rustam madubun)