Papua Barat

*Marthen LL Moru: Balada Tenaga Medis Ditengah Pandemik Covid 19 di Mimika, Perang Melawan Musuh Tak Kelihatan, Dibekali Jas Hujan

185
×

*Marthen LL Moru: Balada Tenaga Medis Ditengah Pandemik Covid 19 di Mimika, Perang Melawan Musuh Tak Kelihatan, Dibekali Jas Hujan

Sebarkan artikel ini

Marthen LL Moru. FOTO: istimewa/papuadalamberita.com

“Jika tenaga medis yang meninggal, maka membutuhkan waktu lama untuk mencari penggantinya, tetapi kalau saya yang meninggal, untuk menjadi gubernur, tidak susah karena banyak yang antri. Karena itu perawat dan dokter harus yang pertama diperhatikan, khususnya yang berhubungan dengan Alat Pelindung Diri (APD)”

SEBELUMnya saya perlu mengutip pernyataan salah satu gubernur di Indonesia terkait dengan kesiapan pemerintah menghadapi Covid 19 atau yang dikenal dengan nama Virus Corona yang terjadi di daerahnya.

“ Jika tenaga medis yang meninggal, maka membutuhkan waktu lama untuk mencari penggantinya, tetapi kalau saya yang meninggal, untuk menjadi gubernur, tidak susah karena banyak yang antri. Karena itu perawat dan dokter harus yang pertama diperhatikan, khususnya yang berhubungan dengan Alat Pelindung Diri (APD),” demikian ungkapan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi sebagaimana diliris salah satu portal berita pekan lalu.

Tidak berlebihan apa yang disampaikan sang gubernur, karena dengan terus bertambahnya jumlah penderita Corona Virus Disease (Covid 19) di sejumlah daerah di Indonesia termasuk Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika, maka tenaga medis sudah seharusnya menjadi perhatian paling utama.

Karena mereka adalah garda terdepan yang berhadapan langsung dengan virus yang kini menjadi musuh besar dunia ini. Yang dihadapi bukan seperti musuh pada zaman kolonialisme, namun yang mereka ‘perangi’ adalah musuh yang berada dalam gelap yang tidak diketahui kapan dia akan menyerang.

Bagaimana menghadapi musuh ‘gentayangan’ ini? Masyarakat dianjurkan untuk mengikuti protap yang ditetapkan pemerintah untuk jaga jarak, di rumah saja, tidak boleh bersentuhan fisik, pakai masker dan sesering mungkin cuci tangan. Maksud dari semua anjuran ini adalah sebagai salah satu strategi yang sangat ampuh untuk memenangi peperangan gelap ini.

Kembali ke judul tulisan diatas, mengapa para tenaga medis harus menjadi yang paling utama diperhatikan ? Karena sejak merebaknya Covid 19 di Indonesia Februari 2020 lalu, sudah puluhan tenaga dokter dan perawat yang meninggal dunia. Ini belum termasuk dengan ratusan orang dari profesi ini yang sudah menyandang status “positif” dan kini sedang dirawat di sejumlah rumah sakit.

Di Kabupaten Mimika upaya melawan virus ini terus digalahkan. Garda terdepan adalah tenaga medis. Sebagai garda terdepan, merekapun telah siap bertempur all out. Disisi lain di mata pemerintah terhadap garda terdepan telah dibuat kebijakan untuk memfasilitas berbagai macam perlengkapan termasuk APD. Itulah kiat dan komitmen yang didengungkan pemerintah daerah sejak merebaknya virus mematikan ini. Namun dalam perjalanan waktu bahkan sampai hari ini realita di lapangan belum kelihatan.

Ini bisa dilihat dari masih sangat minimnya APD yang dimiliki oleh sebagian besar fasilitas kesehatan. Potret suram ini gampang terlihat di sebagian besar Puskesmas, klinik maupun rumah sakit swasta yang ada di wilayah Kota Timika. Padahal dalam wilayah kerja mereka adalah tempat bermukimnya Orang Dalam Pemantauan (ODP), Orang Tanpa Gejala (OTG) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

Garda Terdepan ini setiap hari harus melayani puluhan bahkan ratusan pasien yang mereka sendiri tidak mengetahui apakah diantaranya sudah terpapar Covid 19. Sedihnya, hanya karena panggilan jiwa mereka tetap memberikan pelayanan prima, meski mereka sadar ‘senjata’ yang dimiliki sangat minim. Menghadapi virus mematikan, mereka hanya dilengkapi masker dan jas hujan,…heeeeem

“Kami tetap bekerja melayani masyarakat, walaupun sebenarnya hati kecil menangis, kami juga manusia sama punya rasa takut. Kami juga punya keluarga yang menunggu di rumah,”tutur salah satu tenaga kesehatan di salah satu Puskesmas, sambari meminta agar pemerintah segera mungkin memperhatikan APD mereka.

Melihat kondisi ini mungkin ada beberapa catatan yang bisa dijadikan bahan pemikiran pengambil kebijakan di daerah ini. Dalam pencegahan dan penanganan Covid 19, para tenaga medis bekerja korbankan nyawa, pertaruhkan dirinya dan keluarga, lalu kenapa mereka tidak diberikan perhatian khusus ? Bukan kah kita semua tahu sudah 44 dokter dan perawat di Indonesia yang meninggal dunia karena terpapar virus ini. Apakah menunggu sampai para Garda Terdepan di Mimika juga berguguran baru diberikan perhatian serius ?

Mereka diminta bekerja total tetapi dengan fasilitas minimalis. Bayangkan saja, memeriksa orang yang mungkin saja sudah terpapar virus hanya dengan bermodalkan masker saja ataupun APD yang mungkin dibikin sendiri atau jas plastik yang biasanya dipakai pengendara roda dua untuk melindungi diri dari hujan.

Bukannya dengan telah diberikan kewenangan penuh oleh pemerintah pusat kepada daerah untuk mempending sejumlah proyek fisik tahun 2020 agar dapat membantu percepat penanganan Covid ini. Selain memberikan bantuan bahan pangan kepada masyarakat, dan program lainnya, bukankah sebagian dananya bisa dialihkan untuk pengadaaan APD lengkap untuk para tenaga medis.

Mengalirnya banyak dana untuk penanganan wabah besar yang mendunia ini, diharapkan dapat disalurkan sesuai peruntukan sosial kemanusian. Jangan sampai muncul orang kaya baru ditengah pandemiknya virus Corona ini. Sekarang ribuan orang perlu dibantu, tenaga medis butuh APD, lalu masih ada yang nekat korupsi dana kemanusiaan ini, heeeemmm harapannya jangan sampai terjadi.

Ingat !!! para tenaga medis melayani pasien yang bisa jadi OPD, OTG dan PDP dan mungkin saja pasien positif setiap hari. Jangan biarkan kegalauan mereka dan keluarga berkepanjangan. Bagaimana mereka disuruh berperang hanya dengan perlengkapan seadanya, padahal musuh yang ada disekitarnya tidak kelihatan dan dapat mematikan. Untuk menghadapi virus ini, tidak bisa hanya karena panggilan jiwa, tetapi perlu dilengkapi dengan alat pelindung diri sebab musuh yang dihadapinya beresiko tinggi.

Pejuang di garda terdepan jangan hanya dijadikan lips service. Mereka tidak perlu dipuja puji, yang mereka butuh sebenarnya sangat sederhana hanyalah APD, sehingga mereka total melayani, sementara keluarga di rumah nyaman dalam penantian.*(penulis wartawan senior/direktur harian timika express)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *