Papua Barat

Ortis Sang Pemulung Ulung Asli Papua

326
×

Ortis Sang Pemulung Ulung Asli Papua

Sebarkan artikel ini
Print

Ortis yang ditemui papuadalamberita.com di lokasi kebakaran Pasar Wosi Manokwari, Papua Barat Kamis (8/6/2023). FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA.

PAPUADALAMBERITA.COM.MANOKWARI – Gaya hidup anak-anak asli Papua yang orang tuanya pejabat atau saudagar kaya raya tentu berbeda dengan sosok anak seorang pensiuanan mantri di Puskemas Prafi ini.

Hari-harinya dia lewati dengan senyum bersama empat anak dan istrinya.

Ia bangga dari hasil keringat sendiri, tubuhnnya kadang terbungkus debu, hidungnya hampir samban hari menghirup aroma tidak sedap dari satu tempat sampa ke tempat sampa yang lain di Kota Manokwari hingga ke Arfai.

Mengacak-acak bak-bak sampah, tempat sampah untuk mencari paku, kaleng, aki, besi bekas dan  sedikit demi sedikit dikumpulkan, seminggu kemudian ditimbang menjadi rupiah.

Ia adalah salah satu anak Orang Asli Papua (OAP) yang mengaku tidak malu menjadi pemulung besi bekas untuk di jual demi menghidupi keluarganya.

Ortis Nambobu memilih menjadi satu dari puluhan pekerja pemulung besi bekas di Manokwari Papua Barat.

Sore menjelang senja, masih ada api dan asap dari puing kios – kios depan Pasar Wosi yang terbakar Selasa (6/6/2023) dini hari,

Ada berdiri sesosok pria berkaos hitam, berjens selutut dengan alas kaki karet mengais-ngais tumpukan debu.

Anak pertama tiga bersaudara ini dijumpai papuadalamberita.com, Ia menceritakan siapa dirinya, apa pekerjannya, yang banyak tidak diminta orang, pemulung.

Sambil tersenyum Ia bertutur, sangat menikmati pekerjaanya, tidak merasa malu, tetapi awal menjalani memang berat sampai menteskan air mata, dan sempat tidak disukai istrinya karena pulang dengan aroma sampah yang menempel di badanya.

Tetapi kesabaran, keiklasan, tangungjawab membuatnya menikamati pekerjaanya, dan diketahui setelah hasilnya luar biasa, Ia pun menjadi kebanggan dan tumpuan hidup dalam keluarga.

Air mata haru keluarga pun menetes ketika jerih payanya yang mungkin diangap sebagian orang itu hina, karena mencari sampah besi membuahkan hasil, mencukupi nafka istri dan menyekolakan anaknya.

Ortis mengenyam pendidikan SD, SMP dan SMA di Prafi boleh saya sebut Ia sosok ayah penuh tangungjawab, walau hanya pemulung.

Sejumlah kerja keras dilalui, dari menjadi sopir angkutan umum, buru bangunan, ojek, sampai bersandar sebagai pemulung besi yang ulung.

‘’Sebelumnya sopir rental, pernah bawa Hilux, ojek, kerja bangunan, Saya bawa mobil dari tahun 2005 sewaktu tamat SMA di SP Prafi,’’ ujarnya yang ditemui papuadalamberitacom di lokasi kebakaran.

Cerita bisa menyetir mobil sejak lulus SMA, karena ketika sekolah mengikuti mas-mas untuk jadi kondektur di Prafi, ketekunan, penurut sehingga untuk menyetir mobil Ortis tidak perlu kursus, dari pengalaman membawanya menjadi seorang pengemudi handal.

Motor yang kini dipakai pria kelahiran 13 Oktober 1982 asal Kaimana hasil jerih paya mengais besi tua.

‘’Motor hasil dari besi tua, dapat sedikit kumpul, saya juga tidak tiap hari cari bis tua, saya ada berkebun dekat rumha di Amban, pagi antar anak sekolah, setelah itu saya keliling cari besi tua, kaleng bekas sampai jam 10.00, jam 11.30 jemput anak di sekolah,’’ tuturnya.

Pekerjaanya mungkin boleh rendah, tetapi Ortis punya tata krama, sopan santun dan adab ketika memulung di semapah yang dekat dengan rumah warga.

Ia tidak asal cari, tetapi minta ijin ke pemilik rumah, begitu mulianya hati seorang Ortis, hanya mencari samapah pun dia permisi.

‘’Kalau saya cari di tempat yang dekat orang punya rumah, saya minta izin, Om, ka ibu ka permisi mau cari  kaleng bekas di tempat sampah,’’ ujar Ortis menyebut cara menyapa pemilik tempat sampah.

‘’Kalau tuan rumah ada barang yang sudah tidak dipakai, misalnya kompor, atau apa begitu, mereka berikan pada saya, om ini ada barang bekas,’’ ucap Ortis yang mengaku sangat senang diberikan barang bekas.

Kata Ortis pada satu waktu mencari barang bekas di tempat sampah Brawijaya, Ia menemukan uang cukup banyak dalam tas perempuan, jumlah itu baginya sangat besar, dan bersukur, tas bekas dibuang di tempat sampah.

‘’Saya pernah dapat Rp500.000 lebih dalam tas ibu-ibu, tas sudah rusak ditaruh dalam karung, saya cari-cari besi ketemu karung, saya buka karungnya ada tas, tas saya buka ada uang,  saya ambil langsung lari, takut yang punya tas cari, kejadian itu sekitar tahun 2022,’’ kenang Ortis sambil tertawa.

Berburu besi, kaleng bekas bagi Ortis adalah pekerjaanya membanggakan, karena dapat menafkahi keluarga dengan penghasilan halal ditempuh dengan keras, terkadang tidak hanya besi tua yang didapat, tetapi perabot rumahtangga diperoleh dari hasil pemulung.

‘’Dapat jam tangan banyak, kipas angina, dispenser, rice cooker, mesin cuci, freezer memang kebanyakan rusak, tapi bisa diperbaiki, bahkan ada yang hanya kabelnya putus mereka buang, mungkin dari orang-orang berada, ada juga kasih sepeda anak-anak,’’ cerita Ortis.

‘’Sudah lima kali beli motor bekas, hasilnya bagus, enak cari besi tua, kalau ojek keliling-keliling sampai capek baru istirahat, kalau besi tua terserah mau keluar siang, pagi, sore, bebas,’’ kenang ayah empat anak ini.

Hasilnya tiap dikumpukan sepekan di rumahnya, setelah dipisahkan, besi, tembaga, almunium kemudian di timbang beratnya, dan berapa rupianya, waktu timbang adalah waktunya keluarga tersnyum, tentu Ortis pulang bawa doi.

‘’Setelah kumpul seminggu baru jual di Jalan Baru, puji Tuhan dapat Rp900.000 sampai Rp1.000.000 lebih, yang penting rajin jalan, karena saya perhatikan begini kita sebagain orang Papua itu gengsi, tidak mau kerja yang seperti ini,’’ tutur Ortis.

Cerita menjadi pemulung berawal ketika Ia meninggalkan profesi sebagai buru bangunan, sopir dan ojek.

Awalnya Ia bekerja bangunan, suatu waktu didatangi seorang pemulung besi tua mencari besi tua di lokasi Ortis bekerja untuk membeli, namun Ortis tidak mau menerima uang dari pemulung itu.

Karena sering bertemu, dan melihat ketelatenan dan kesabaran Ortis, Pak de pemulung itu menawarkan Ortis bekrjasama dengannya, tawaran itu lima kali, kemudian mandor Ortis memberi dukungan padanya untuk cari besi.

‘’Mungkin setiap hari saya kerja Pak dek lihat, saya ditawari, de (ade, red) kamu di kasih harian berapa? Pak de saya hanya pegang skop, dikasih Rp100.000, kamu mau saya ajak cari besi tua,’’ ungkap Ortis menirukan tawaran pak de penmencari besi tua.

‘’Waktu itu saya tidak ada pikiran ke situ, saya tidak tahu bagus atau tidak, karena sudah ada anak istri dan pak de tiap datang dia ajak ada lima kali, dan saya ingat kepala tukang punya kata-kata, Ia selalu bilang lebih baik mencoba dari pada tidak sama sekali, saya langsung ikut,’’ sambung Ortis.

Ortis dibilang kepala tukang, bahwa ajakan pak de tidak sembarang, kalau diajak sampai lima kali pasti hasilnya bagus, Ia pun terima lamarannya.

Mengawali Ia malu, karena kerja sebagai pemulung, istri, sebagian keluarga awalnya juga tidak suka, merasa terhina.

Tetapi bagi Ortis tidak, Ia berpikir ini pekerjaan halal, mulia di Mata Tuhan, karena tidak mengambil barang orang, ini mencari barang bekas yang dibuang pemiliknya.

Setelah memutuskan mengikuti pak de (pemulung tadi), Ia diberikan rambut palsu, jaket, topi untuk menutup wajahnya supaya tidak terlalu malu.

‘’Pertama ikut Pak de, saya dikasih rambut palsu, jaket, kemudian pak de menaru kaleng di tempat-tempat ramai, depan toko, saya disuruh ambil pada pagi harinya, saya pergi ambil memang ada, saat itu saya samapai meneteskan air mata,’’ ucapnya.

Belakang diketahui itu ujian Pak De kepadanya, bahwa mentalnya kuat atau tidak mencari barang bekas di tengah kota.

‘’Malam-malam Pak Dek letakan kaleng bekas di pusat keramaian, ternyata itu dia coba kita, setelah beberapa waktu dan sudah ada hasil,  Pak Dede cerita, bahwa dia sengaja meletakan kaleng di tempat ramai, dia suruh saya toko ambil, waktu itu menangis karena malu,’’ kenangnya.

Tiga minggu kemudian, Ortis dan sang bosnya mengumpul sampah di pinggir jalan sampai malam hari, memeriksa semua bak sampah dari Manokwari hingga ke Arfai.

‘’Dulu orang tidak tahu periksa bak sampah, saya dengan Pak Dek saja yang jalan senter dari Manokwari sampai Arfai, kami pulang jam 00.00, dalam semalam dapat lima karung, isinya kaleng, besi bekas,’’ jelasnya.

Setelah dikumpulkan di kosnya Pak Dek di Wosi tiga minggu, dipisahkan, baru ditimbang untuk dijual, hasilnya waktu itu Rp11 juta.

Ortis di lokasi kebakaran Pasar Wosi Manokwari, Papua Barat Kamis (8/6/2023). FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA.

Dalam perjalanan seblum pak dek meninggalkan Manokwari kembali ke Jawa baru di ketahui, Pak de memiliki kontrakan di Arowi, Mobil Kijang Inova, motor tiga roda, hasil jual beli besi tua, Ortis pun terkagum padanya.

Sebelum sang majikannya meninggalkan Manokwari, Ia dibelikan motor, diberikan uang untuk berdiri sendiri, pemberiaan itu bagi Ortis adalah berkat Tuhan yang diterima, jalani hingga kini.

‘Siang-siang kita dua pak de ambil motor bekas terus diperbaiki, Pakde kasih saya dengan uang, ini motor dan uang kamu, kamu jalan sendiri tidak usah ikut saya, kamu sudah mandiri,’’ ujarnya haru menirukan ucapan Pak padanya ketika itu.

Pak dek yang dianggap sebagai orang tua selalu memberi semangat Ortis bekerja, pekerjaanya mungkin di mata manusia hina, tetapi di mata Tuhan mulia, karena pekerjaan keras yang halal.

‘’Saya anak pertama, dari tiga bersaudara, adik kedua perempuan kerja di Bintuni, bungsu ikut proyek, kalau saya dapat barang elektronik saya perbaiki, saya kasih orang, kita diberkati Tuhan untuk memberkati orang lain juga,’’ ujarnya menutup pembicaraan kami berdua setelah suara pengajian dari Masjid Wosi terdengar, pertanda senja menjemput malam.(rustam madubun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *