PAPUADALAMBERITA.COM,
JAKARTA – Ketua PBNU Robikin Emhas mengingatkan Wakil Ketua Tim Badan
Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Neno Warisman untuk
tidak mengandaikan pemilihan presiden sebagai perang.
“Pengandaikan pilpres sebagai perang adalah kekeliruan. Pilpres hanya
kontestasi lima tahunan,” kata Robikin melalui pernyataan tertulis di
Jakarta, Sabtu.
Robikin menanggapi puisi Munajat 212 yang dibacakan Neno pada malam Munajat 212
yang digelar di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (21/2).
Puisi yang Neno kontroversial pada penggalan berikut: “Namun, kami mohon
jangan serahkan kami kepada mereka yang tak memiliki kasih sayang pada kami dan
anak, cucu kami dan jangan, jangan kau tinggalkan kami dan menangkan kami.
Karena jika engkau tidak menangkan kami, (kami) khawatir Ya Allah, kami khawatir
Ya Allah, tak ada lagi yang menyembahmu.”
Menurut Robikin, sengaja atau tidak sengaja Neno mencoba membawa orang pada
peristiwa Perang Badar pada awal sejarah Islam. Saat itu pasukan muslim yang
berjumlah 319 orang bersenjata seadanya berhadapan dengan seribuan musuh
bersenjata lengkap yang berusaha mengenyahkan kaum muslimin. Nabi Muhammad SAW
pun berdoa memohon pertolongan Allah agar memenangkan kaum muslimin.
Robikin mengatakan, capres-cawapres peserta Pilpres 2019, Jokowi-KH Ma’ruf Amin
dan Prabowo-Sandiaga, seluruhnya beragama Islam.
“Lalu atas dasar apa kekhawatiran Tuhan tidak ada yang menyembah kalau
capres-cawapres yang didukung kalah? Apa selain capres-cawapres yang didukung
bukan menyembah Tuhan, Allah SWT?” tukas Robikin.
“Tak usah berusaha mengukur kadar keimanan orang. Apalagi masih terbiasa
ukur baju orang lain dengan yang dikenakan sendiri,” tambah Robikin.
Menurut Robikin, berdoa merupakan bagian dari cara membangun hubungan baik
dengan Allah SWT. Islam memberi panduan tata cara berdoa, yang antara lain
dengan adab yang baik, dengan penuh sopan santun serta tidak memanipulasi
fakta.
“Ingat, Tuhan yang kita sembah adalah Allah SWT, bukan pilpres, bahkan
bukan agama itu sendiri,” kata lulusan Pesantren Miftahul Huda Gading,
Malang, Jawa Timur itu.
Dikatakannya, pilpres merupakan proses demokrasi biasa. Tentu akan ada yang
dinyatakan terpilih dan tidak terpilih.
“Karena itulah, konstitusi maupun regulasi lain tidak menggunakan istilah
menang dan kalah,” kata Robikin.(ant)