Tokoh Pemuda Papua Barat, Yohanes Akwan,SH. FOTO: istimewa/papuadalamberita.com.
PAPUADALAMBERITA.COM. BINTUNI- Pernyataan Beberapa Oknum yang menyoalkan tentang Kabupaten Teluk Bintuni termasuk daerah tertinggal, untuk mengkur keberasilan pembangunan itu Tokoh Pemuda Papua Barat, Yohanes Akwan,S.H menilai bahwa narasi sesat dan tidak berdasarkan pada basis data BPS.
“Kalau kita menelitik lebih dalam, IPM disusun dengan menggunakan tiga dimensi diantaranya, dimensi kesehatan yang diukur dengan indikator umur harapan hidup, dimensi pengetahuan atau pendidikan yang diukur dengan harapan lama sekolah dan rata rata lama sekolah, serta dimensi hidup layak yang didekati dengan pengeluaran perkapita yang disesuaikan” tulis Yohanes Akwan melalui siaran persnya yang diterima media ini, Sabtu (16/5/2020)
Lanjut Akwan, melihat pertubuhan IPM yang dicapai dengan cara tidak mudah, maka IPM Kabupaten Teluk Bintuni mencapai 63,13 sangat tinggi dibandingkan misalkan Kabupaten Nduga, Papua yang IPM 29,42 % terendah seluruh dunia.
Untuk itu standar Teluk Bintuni dikategorikan sebagai daerah tertinggal itu standar nasional yang dipake untuk menentukan skala prioritas pembangunan.
Kemudian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara di seluruh dunia turunannya adalah Daerah.
Harus dipahami Tujuan IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah daerah adalah daerah maju, daerah berkembang atau daerah terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
“Sedangkan Teluk bintuni IPM nya 63,13 artinya, pembangunan maju lain hal contoh, nduga yang IPM nya 29,42% sangat rendah..itu baru bisa di bilang daerah tidak maju kalau bintuni IPM 63,13 sangat maju sekali dan untuk mencapai angka tersebut sudah tentu melalui kerja nyata yang keras” tegas Yohanes Akwan.
“Kalau diluar sana ada yang mengatakam Kabupaten Teluk Bintuni daerah tertinggal lalu di gabungkan dengan narasi-narasi macam-macam yang tidak berdasar seperti, di Sosial media beberapa waktu lalu, itu sangat keliru., pernyataan seperti itu yang bisa di sebutkan hoax karena bicara tanpa data standar yg digunakan sebagai acuan mengukur keberasilan pembangunan.” Tambahnya.
Pada hal lanjut Akwan menjelaskan, kalau masyarakat paham bahwa membangun dengan sejumlah warisan pekerjaan rumah yang berat tidak mudah.(aba)