Penjabat gubernur dan Pj Sekda Papua Barat mendampingi Ditjen Otda pada pembukaan Rakor Fordasi ke-8 Tahun 2023 di Manokwari Selasa (26/9/2023). FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA.
PAPUADALAMBERITA.COM.MANOKWARI – Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Kemendagri RI Valentinus Sudarjanto Sumito, SIP, Msi menegaskan, ada lima (5) hal yang diakui dan menjadi pertimbangan negara-negara di dunia memberikan kekhususan kepada level pemerintahan di bawahnya.
Baca juga: Pj Gubernur Papua Barat Tegaskan Daerah Otonomi Khusus Harus Belajar dari Daerah Istimewa
Dirjen Otda mengatakan, kekhususan diberikan karena daerah tersebut merupakan ibu kota dari suatu negara, misalnya saja IKN.
Hal pertama yang ditegaskan Dirjen Otda pada Rapat Koordinasi Forum Desentralisasi Asimetris Indonesia ke-8 Tahun 2023 di Manokwari Selasa (26/9/2023).
‘’Kedua Kekhususan diberikan untuk menjaga daerah tersebut agar tidak terjadi konflik dan gerakan separatis, misalnya saja di Papua,’’ ujarnya.
Menurut Dirjen Otda, ketiga adalah, kekhususan diberikan kepada daerah karena negara mengakui kekhususan bidang sejarah dan kebudayaan, misalnya saja DIY.
‘’Kekhususan keempat diberikan kepada daerah karena daerah tersebut memiliki peluang pada sektor ekonomi,’’ jelas Dia mencontohkan, seperti di HongKong.
Sedangkan menurutnya, di Indonesia kekhususan ini akan diberikan kepada Jakarta pasca berpindahnya ibu kota negara di Pulau Kalimantan.
RUU terhadap kekhususan Jakarta pasca tidak lagi menjadi ibu kota negara, dalam waktu yang tidak terlalu lama akan memasuki proses pembahasan bersama dengan DPR RI.
‘’Terakhir (ke-5), kekhususan diberikan kepada daerah sebagai bentuk respon negara untuk mengatasi persoalan perbatasan negara, misalnya Kota Quebec untuk penyelesaian perbatasan antara Kanada dan USA,’’ sebut Dirjen.
Dengan demikian, menurutnya, politik hukum (legal policy) tentang desentralisasi yang digariskan UUD Negara RI Tahun 1945 mengisyaratkan keniscayaan penerapan “desentralisasi asimetris” yang menekankan kekhususan, keistimewaan, keberagaman daerah.
‘’Serta kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional juga sejalan dengan norma-norma yang berlaku universal,’’ ujar dia.
‘’Desentralisasi asimetris (asymmetrical decentralisation) adalah pendelagasian kewenangan khusus yang diberikan pada daerah tertentu dalam suatu negara, sebagai alternatif menyelesaikan permasalahan hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, menjaga eksistensi daerah dalam kerangka memperkuat keutuhan NKRI.
Kata Dirjen, penerapan kebijakan desentralisasi asimetris merupakan sebuah manifestasi dari pemberlakuan keistimewaan dan kekhususan.
Pidato Ditjen Otda pada pembukaan Rakor Fordasi ke-8 Tahun 2023 di Manokwari Selasa (26/9/2023). FOTO: RUSTAM MADUBUN.PAPUADALAMBERITA.
Dalam praktik ketatanegaraan RI, daerah yang berstatus istimewa dan daerah khusus adalah Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta Provinsi Papua, Papua Barat, dan sekarang bertambah empat (4) provinsi baru di wilayah Papua yaitu Provinsi Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan dan Papua Barat Daya.
‘’Kesembilan provinsi ini secara legal formal sudah memperoleh rekognisi/pengakuan dari Negara,’’ tegas dia.
Inti desentralisasi asimetris adalah terbukanya ruang gerak implementasi dan kreativitas provinsi dalam pelaksanaan pemerintahan daerah di luar ketentuan umum dan khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ataupun peraturan perundang-undangan lainnya.
Oleh karena itu, ruang gerak yang diberikan pemerintah Indonesia kepada daerah asimetris ini, harus dapat dimanfaatkan pemerintah daerah.
‘’Kewenangan-kewenangan khusus yang dimiliki serta bentuk-bentuk kekhususan lain yang diberikan dapat dijadikan sebagai peluang untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat,’’ pesannya.
Desentralisasi adalah salah satu pilar utama negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki sejarah panjang.
‘’Namun, kami menyadari bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan desentralisasi yang inklusif dan berkelanjutan semakin kompleks,’’ sebutnya.
Kami percaya bahwa melalui kolaborasi yang kuat, kita dapat mengatasi berbagai tantangan ini dan merancang masa depan yang lebih baik.
‘’Kolaborasi adalah kunci untuk menggabungkan berbagai sumber daya, pengetahuan, dan keahlian dalam rangka mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,’’ tambahnya.(tam)